[go: up one dir, main page]

Lompat ke isi

Negara berkembang terkurung daratan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Negara berkembang terkurung daratan (bahasa Inggris: Landlocked developing countries; LLDC) adalah negara berkembang yang terkurung daratan.[1] Kerugian ekonomi yang dialami oleh negara seperti ini membuat mayoritas negara terkurung daratan tergolong negara kurang berkembang (least developed countries; LDC). Para penduduk negara ini menempati porsi terbawah dalam tingkatan kekayaan penduduk dunia.[2] Kecuali Eropa, tidak ada satu pun negara terkurung daratan yang maju bila diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (HDI). Sembilan dari dua belas negara dengan skor HDI terendah terkurung daratan.[3] Biaya perdagangan di negara terkurung daratan yang bergantung pada perdagangan laut naik dua kali lipat dibandingkan negara tetangganya yang punya akses ke laut.[4] Negara terkurung daratan mengalami pertumbuhan ekonomi 6% lebih sedikit daripada negara yang tidak terkurung daratan.[5]Negara-negara yang terkurung daratan tidak memiliki akses langsung ke laut atau titik perdagangan utama di sepanjang pantai. Karena perdagangan sering terjadi melalui transportasi laut, hal ini mengakibatkan negara-negara tersebut tidak dapat terlibat dalam perdagangan seefisien negara-negara yang memiliki akses laut. Beberapa negara bahkan terkurung oleh negara lain yang juga tidak memiliki akses ke laut, sehingga penduduknya harus melewati beberapa perbatasan untuk mencapai pantai. Contohnya adalah Liechtenstein dan Uzbekistan, yang merupakan dua negara yang terkurung oleh negara lain yang juga terkurung daratan.

Keterbatasan akses laut juga berarti kehilangan sumber daya berharga seperti perikanan, yang menjadi kontributor besar pada ekonomi negara-negara yang memiliki akses laut. Negara-negara tanpa akses laut ini harus mengandalkan sumber daya alam lainnya, terutama sektor pertanian dan perdagangan di dalam benua. Meskipun tantangan perbatasan yang terkurung daratan hadir, beberapa negara seperti Austria dan Swiss berhasil mengatasi hal ini dan mencapai kesuksesan meskipun tidak memiliki akses ke laut. Namun, sebagian besar negara terkurung daratan cenderung merupakan negara berkembang.Seiring berjalannya waktu, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa negara-negara yang tidak memiliki akses langsung ke laut mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat dibandingkan dengan negara-negara pesisir. Saat ini, hampir semua negara terkurung daratan berada dalam kondisi ekonomi yang kurang baik, kecuali beberapa di Eropa Barat dan Tengah yang terhubung erat dengan pasar ekonomi Eropa. Mereka menggunakan transportasi murah dan memiliki stabilitas pasar ekonomi yang solid.

Ada sekitar 48 negara saat ini yang sepenuhnya dikelilingi oleh setidaknya satu negara lain. Bagi negara-negara ini, kurangnya akses ke laut mengakibatkan keterbatasan dalam koneksi transportasi yang lebih sedikit, kurang teratur, tidak dapat diandalkan, dan lebih mahal. Keterbatasan akses ke laut juga berarti terisolasi dari pasar global dan biaya transportasi yang tinggi, yang berdampak serius pada perkembangan sosial-ekonomi negara-negara terkurung daratan

Daftar negara

[sunting | sunting sumber]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-10-03. Diakses tanggal 2015-10-24. 
  2. ^ Paudel. 2005, p. 2.
  3. ^ Faye et al. 2004, p. 31-32.
  4. ^ Hagen. 2003, p. 13.
  5. ^ Paudel. 2005, p. 11.
  6. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q Juga termasuk ke dalam negara terbelakang.

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]
  • Bulag, U. E. (2010). Mongolia in 2009: From Landlocked to Land-linked Cosmopolitan. Asian Survey, 50(1), 97-103.
  • Farra, F. (2012). OECD Presents… Unlocking Central Asia. Harvard International Review, 33(4), 76-79
  • Faye, M. L., McArthur, J. W., Sachs, J. D., & Snow, T. (2004). The Challenges Facing Landlocked Developing Countries. Journal Of Human Development, 5(1), 31-68.
  • Hagen, J. (2003). Trade Routes for Landlocked Countries. UN Chronicle, 40(4), 13-14.
  • Jayaraman, T. K., Shrestha, O. L. (1976). Some Trade Problems of Landlocked Nepal. Asian Survey, 16(12), 1113-1123.
  • Paudel R. C. (2012). Landlockedness and Economic Growth: New Evidence. Australian National University, Canberra, Australia.
  • UN Office of the High Representative for the Least Developed Countries, Landlocked Developing Countries and Small Island Developing States. (2005). Landlocked Developing Countries. Retrieved from http://www.un.org/special-rep/ohrlls/lldc/default.htm
  • United Nations, 2017. “About Landlocked Developing Countries” Retrieved from https://www.un.org/ohrlls/content/about-landlocked-developing-countries.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]