[go: up one dir, main page]

Peri

(Dialihkan dari Elf)

Peri merupakan istilah yang sering digunakan dalam cerita rakyat, dongeng, dan fiksi Eropa untuk menggambarkan makhluk yang mempunyai kekuatan gaib yang kadang kala turut campur dalam urusan-urusan manusia.[1][2] Istilah peri dalam bahasa Indonesia sering digunakan dalam penerjemahan tokoh yang menggambarkannya sebagai elf atau fairy (istilah dalam bahasa Inggris) dalam cerita fiksi maupun dongeng-dongeng dari Eropa. Pada kisah fiksi modern karakter Peri sering dipinjam dari versi aslinya dan digunakan dalam kisah fiksi fantasi masa kini dengan berbagai variasi penggambaran tergantung oleh penulis atau penciptanya.

Potret peri, oleh Sophie Gengembre Anderson (tahun 1869). Judul lukisannya adalah Ambillah Wajah Wanita Yang Cantik, dan Dengan Lembut Menangguhkan, Dengan Kupu-Kupu, Bunga, dan Permata yang Hadir, Jadi Peri Anda Terbuat dari Benda Terindah (konon diambil dari sebuah puisi karya Charles Ede).

Etimologi

sunting
 
Peri sebagai makhluk dalam mitologi Persia, lukisan bergaya Kalighat, dibuat pada tahun 1875.

Dalam bahasa Indonesia, kata peri berasal dari bahasa Persia: پری parī. Kata tersebut berasal dari bahasa Persia Pertengahan parīg, yang berakar dari bahasa Persia Kuno *parikā-.[3] Kata tersebut mungkin memiliki etimologi yang sama dengan kata par yang artinya 'sayap' dalam bahasa Persia,[4] meskipun etimologi yang lain juga dikemukakan.[3]

Dalam bahasa-bahasa di Eropa, peri disebut fairy (bahasa Inggris), fee (Prancis, Belanda dan Jerman), feya atau feja (Rusia, Belarus, Lituania, Latvia, dan Ukraina), fata (Italia dan Lombard), fada (Portugis, Austria, Katalan, Venesia, dan Latin), dan hada (Spanyol).

Hubungan etimologis antara kata "peri" dengan fairy dalam bahasa Inggris masih diperdebatkan. Suatu hipotesis menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kedua kata tersebut, dan keduanya berasal dari akar kata yang berbeda.[5] Yang lain berpendapat bahwa dua kata tersebut berasal dari akar kata yag sama:[6] Kata fairy berasal dari kata fier (memikat) dan kata peri dari par (memikat).[7]

Kata fairy berasal dari bahasa Inggris Modern Awal faerie, yang berarti 'alam makhluk fay'. Kata Faerie itu sendiri berasal dari bahasa Prancis Kuno faierie, yang berasal dari kata faie (dari bahasa Latin Rakyat fata), dengan akhiran -erie untuk kata benda abstrak. Dalam roman Prancis Kuno, seorang faie atau fee artinya wanita yang mahir ilmu sihir, serta mengetahui kekuatan dan khasiat dari mantra, batu, dan tanaman.[8]

Penggambaran

sunting

Di Inggris sekitar tahun 1592, oleh Shakespeare, peri digambarkan sebagai siluman (sprite) atau menjelma sebagai wanita cantik bersayap (fairy),[1][2] di negara-negara Skandinavia dan menurut cerita-cerita kuno dari Eropa Utara penamaan peri juga diberikan pada mahluk-mahluk halus yang digambarkan sebagai mahluk metafisik, gaib atau jelmaan dari alam.

Peri juga sering diidentifikasikan sebagai mahluk-mahluk mitologis. Dalam penggambarannya cerita-cerita rakyat yang menggunakan istilah "peri" sering kali berbeda definisi tentang apa itu peri, di satu pihak nama ini sering kali dihubungkan dengan mahluk gaib seperti siluman namun pada kali lain peri digambarkan sebagai mahluk yang lebih nyata.

Wujud dan penampakan peri ini bermacam-macam, kali waktu digambarkan bahwa mereka memiliki tinggi seperti rata-rata manusia biasa dan kali lain digambarkan bahwa mereka ini berupa mahluk-mahluk kecil. Di Eropa peri dalam wujud "besar" dipercaya telah "dibicarakan" sejak sebelum tahun 1000 M,[1] sedangkan wujud "kecil"nya mengikuti kemudian dengan membentuk rupanya sendiri berupa mahluk kecil baik yang bersayap maupun tidak, dan dipercaya muncul pada sekitar tahun 1250 - 1300M sebagai istilah turunan (dari bahasa Swedia alf, elfva)[1] yang kemudian diterjemahkan sebagai fairy (Inggris) yang berarti mahluk yang menyerupai manusia kecil.[2] Kadang peri digambarkan memiliki telinga panjang dan lancip, dan memiliki rambut yang panjang. Peri juga sering kali digambarkan dapat berubah wujud, atau mengambil wujud wanita cantik yang tiba-tiba bisa menghilang.[9]

Peri baik dan peri jahat

sunting

Peri dapat digambarkan sebagai baik (membantu manusia) atau jahat. Dalam kisah dongeng dan cerita cinta peri digambarkan sering muncul sebagai mahluk penolong, mungkin cerita yang paling terkenal dalam penggambaran peri adalah cerita Cinderella yang pada saat kesulitan dibantu oleh ibu peri, ada juga cerita ikan mas[10] dari Jawa Barat yang tengah membantu anak baik hati yang sedang kesulitan, peri dapat mengambil perwujudan binatang seperti lutung saat menampakan diri pada Putri Purbasari.[11] Peri lain yang digambarkan baik hati adalah peri rumah yang tinggal bersama manusia. Dalam kisah "Tukang Sepatu dan Peri-Peri Kecil", kehidupan keluarga tukang sepatu terangkat karena dibantu pengerjaan sepatunya oleh peri-peri kecil yang keluar pada malam hari dan membuat sepatu. Pada kisah lain di Devon, seluruh desa dapat bermalas-malasan karena pekerjaan penjahit, tukang roti, hingga pembuat anggur dikerjakan oleh peri-peri kecil ini.[9] Namun tidak semua peri rumah digambarkan keluar pada malam hari, ada juga peri rumah yang keluar pada siang hari. Dalam salah satu kisah anak-anak dunia Childcraft, penulis Swedia menggambarkan peri rumah kecil yang keluar dari pintu kecilnya dan dengan kekuatan gaibnya mengecilkan tubuh anak penghuni rumah, yang kesepian karena ditinggal orang tuanya bekerja, untuk ikut bermain bersamanya.[12]

Sementara peri jahat digambarkan sebagai penyebab tersesatnya seseorang dalam perjalanannya.[1] Peri juga sering kali digambarkan sebagai nakal (jahil dan iseng), entah kenakalan yang membawa kebaikan ataupun keburukan. Di Eropa anak kecil yang nakal dan sulit dikendalikan sering kali digambarkan sebagai "persis seperti peri kecil".[1] Pada cerita dongeng Peter Pan peri kecilnya Tinkerbell digambarkan sebagai tokoh yang baik kepada Peter Pan dan jahat kepada Wendy karena cemburu.

Tempat tinggal

sunting

Penggambaran asal usul peri sering kali dihubungkan dengan sejenis/ kelas mahluk gaib seperti siluman, yang sering kali berasal dari daerah-daerah pegunungan.[1] Namun dalam perkembangannya peri digambarkan sebagai mahluk kecil yang dapat tidur diatas bunga, tinggal di hutan dan menjaga pohon-pohon sehingga disebut peri hutan, ataupun tinggal di dalam rumah bersama dengan manusia seperti tokoh peri rumah yang digambarkan dalam kisah Harry Potter.

Dalam legenda

sunting

Ciri umum dari peri adalah kemampuannya dalam menggunakan sihir untuk mengubah wujud. Emas peri sangat tidak bisa diandalkan, karena dia berwujud emas ketika digunakan sebagai pembayaran namun kemudian berubah menjadi daun, semak, kue, dan berbagai benda tak berguna lainnya.[13]

Ada juga legenda mengenai pemakaman peri. William Blake mengklaim pernah menyaksikannya. Allan Cunningham dalam bukunya, Lives of Eminent British Painters, mencatat klaim William Blake tersebut. Diceritakan bahwa Blake suatu malam di kebunnya melihat makhluk-makhluk seukuran belalang dengan warna hijau dan abu-abu, meletakkan sesosok tubuh di sebuah daun mawar dan menguburnya dengan nyanyian.

Peri kadang-kadang dipercaya sebagai makhluk yang usil pada manusia. Mereka membuat kusut rambut orang yang sedang tidur, mencuri benda-benda kecil, dan menyesatkan peneglana. Tuberkulosis juga kadang-kadang disebut disebabkan oleh peri, yang memaksa pria dan wanita muda untuk menari setiap malam.[14] Hewan (sapi, babi, bebek, dll) yang ditunggangi oleh peri bisa mengalami kelumpuhan atau menderita penyakit misterius.

Penculikan

sunting

Dalam banyak legenda, peri diceritakan sering menculik bayi (dan meletakkan changeling sebagai gantinya), pria muda dan wanita muda. Penculikan ini bisa terjadi sementara waktu atau bisa juga selamanya. Dalam Balada dari abad ke-19, "Lady Isabel and the Elf-Knight", diceritakan bahwa Isabel dibawa pergi oleh ksatria peri. Untuk menyelamatkan dirinya, Isabel membunuh sang ksatria peri.[15] Sementara balada "Tam Lin" menceritakan tentang Tam Lin yang hidup di antara para peri padahal dia adalah seorang "ksatria bumi".[15] Dalam puisi Sir Orfeo, diceritakan bahwa istri Sir Orfeo diculik oleh raja peri. Sementara puisi Thomas the Rhymer bercerita tentang Thomas yang harus menghabiskan tujuh tahun di dunia peri sebelum berhasil kembali ke dunia manusia.[16] Sedangkan dalam cerita Oisín, tokoh utamanya diculik dan berada di dunia peri, ketika dia berniat kembali, ternyata di dunia manusia waktu telah berjalan selama tiga abad.[17]

Cukup banyak kisah mengenai peri dan changeling, yaitu sesosok makhluk yang dtinggalkan oleh peri sebagai pengganti atas anak manusia yang merek culik.[18] Orang dewasa juga bisa diculik oleh peri; seorang perempuan yang baru saja melahirkan biasanya rawan diculik peri.[19] Dalam beberapa cerita, seseorang bisa diculik peri jika memakan makanan peri, seperti Persefone dan Hades. Sementara keadaan orang diculik peri berbeda-beda menurut beberapa kisah, beberapa menceritakan bahwa tawanan peri hidup bahagia sementara beberapa yang lainnya selalu merindukan kerabat lama mereka.[20]

Klasifikasi

sunting

Dalam cerita rakyat Skotlandia, peri dibagi menjadi Seelie Court, yaitu peri yang menguntungkan namun bisa berbahaya, dan Unseelie Court, peri yang jahat. Peri dari golongan Unseelie court sering mencari hiburan dengan cara melakukan sesuatu yang membahayakan bagi manusia.[21]

Pasukan peri merujuk pada para peri yang muncul dalam kelompok dan mungkin mendirikan pemukiman. Dengan definisi ini, peri biasanya dipahami dengan makna yang lebih luas, karena istilah ini juga bisa meliputi berbagai makhluk mistis yang terutama berasal dari Keltik; namun istilah ini bisa juga digunakan untuk menyebut makhluk yang serupa, msialnya Kurcaci atau Elf dari cerita rakyat Jerman. Lawannya adalah peri soliter, yakni peri tidak berhubungan dengan peri lainnya.[22]

Perlindungan

sunting

Ada beberapa benda yang dipercaya dapat menghindarkan dari gangguan peri. Yang paling terkenal adalah besi dingin sementara cara yang lainnya dianggap mengganggu bagi peri: memakai pakaian terbalik, mengalirkan air, bel (terutama bel gereja), tanaman St. John's wort, dan semanggi berdaun empat. Ada juga cerita yang saling bertentangan, seperti msialnya pohon Rowan yang dalam beberapa cerita adalah sakral untuk peri sementara dalam cerita lainnya merupakan benda perlindungan melawan peri. Dalam cerita rakyat Newfoundland, benda pelindung yang paling populer adalah roti. Roti diasosiasikan dengan rumah dan perapian, juga dengan industri dan pengendalian alam, sehingga kemudian dipercaya bahwa roti tidak disukai oleh peri.[23]

....dan oleh karena itu merupakan sebuah simbol kehidupan, roti adalah salah satu pelindung paling umum dalam menghadapi peri. Sebelum pergi menuju tempat yang dihuni peri, adalah biasa untuk menyiapkan roti kering dalam kantung.

— Briggs (1976) hlm. 41

[24]

Dalam sastra

sunting
 
"Prince Arthur and the Fairy Queen" oleh Johann Heinrich Füssli; adegan dari The Faerie Queene

Peri muncul dalam Roman abad pertengahan sebagai makhluk yang mungkin ditemui oleh ksatria pengelana. Peri wanita muncul di hadapan Sir Launfal dan meminta cintanya. Istri Sir Orfeo dibawa oleh Raja peri. Huon dari Bordeaux ditolong oleh Oberon raja peri.[25] Seiring berjalannya abad pertengahan, tokoh-tokoh peri ini berubah menjadi penyihir dan dukun.[26] Morgan le Fay, yang dari namanya memiliki kaitan dengan dunia peri, dalam Le Morte d'Arthur adalah seorang wanita yang memiliki kekuatan gaib.[27] Meskipun perannya menurun, tokoh peri tidak pernah hilang, di antaranya ada cerita peri Sir Gawain and the Green Knight.[26] Edmund Spenser menampilkan peri dalam The Faerie Queene.[28] Dalam banyak cerita fiksi, peri sering dicampuradukkan dengan nimfa;[29] Sementara dalam karya lainnya, (contohnya Lamia), peri dianggap menggantikan peran makhluk dari masa klasik. Penyair dan biarawan abad ke-15 John Lydgate menulis bahwa Raja Arthur dimahkotai di "tanah peri", dan mayatnya diambil oleh empat ratu peri ke Avalon, tempat mayatnya berbaring d bawah "bukit peri", sampai dia dibutuhkan lagi.[30]

 
Study for The Quarrel of Oberon and Titania oleh Noel Paton: fairies in Shakespeare

Peri tampil sebagai tokoh penting dalam A Midsummer's Night Dream karya William Shakespeare, yang berlatar di daerah berhutan dan Fairyland, di bawah cahaya bulan,[31] dan gangguan alam yang disebabkan oleh perselisihan para peri menciptakan ketegangan yang mendasari plot dan menunjukkan tindakan karakter.

Sastrawan yang sezaman dengan Shakespeare, Michael Drayton, menampilkan peri dalam ceritanya, Nimphidia. Peri juga muncul dalam The Rape of the Lock karangan Alexander Pope. Madame d'Aulnoy menciptakan istilah contes de fée ("kisah peri", di Indonesia dikenal sebagai dongeng).[32] Pada pertengahan 1600-an, muncul gaya sastra yang disebut précieuses, sementara kisah-kisah yang diceritakan dengan précieuses meliputi banyak peri, peri kurang umum di negara lain; Grimm bersaudara memasukkan peri dalam edisi pertama cerita mereka, tetapi mereka berpendapat bahwa peri bukan asli dari Jerman sehingga mereka mengubahnya pada edisi kedua dengan mengganti tiap kata "Fee" (peri) dengan ahli sihir atau wanita bijak.[33] J. R. R. Tolkien menjelaskan bahwa kisah-kisah ini seperti ini berlatar di negeri peri.[34]

Peri dalam sastra memperoleh nyawa baru dengan munculnya Romantisisme. Penulis seperti Sir Walter Scott dan James Hogg terinspirasi oleh cerita rakyat yang menampilkan peri, misalnya Balada Border. Pada masa ini, cerita peri mengalami peningkatan.[35] Periode ini juga ditandai dengan bangkitnya kembali tema-tema fantasi lama, seperti buku-buku Narnia karangan C.S. Lewis, yang menampilkan berbagai makhluk kuno seperti faun dan driad, dan mencampurkan mereka dengan wanita tua, raksasa, dan berbagai makhluk dari cerita rakyat.[36] Peri bunga dari masa Victoria dipopulerkan sebagian oleh Queen Mary, serta oleh penyair dan ilustrator Britania Cicely Mary Barker yang menulis delapan buku yang diterbitkan pada 1923 sampai 1948. Semakin lama, peri digambarkan semakin cantik dan ukurannya semakin kecil.[37] Andrew Lang, mengeluhkan tentang "para peri kebun dan bunga apel" dalam kata pengantar The Lilac Fairy Book, dia berpendapat bahwa "Peri-peri ini mencoba melucu dan gagal, atau mereka mencoba menggurui dan berhasil."[38]

Peri muncul dalam cerita Peter and Wendy karangan J. M. Barrie yang diterbitkan pada 1911. Dalam novel tersebut, tokoh peri yang bernama Tinker Bell cukup populer dan menjadi ikon bahkan sampai sekarang.[39]

Dalam seni

sunting

Penggambaran peri banyak muncul sebagai ilustrasi, misalnya dalam buku dongeng dan seni patung. Beberapa seniman terkenal akan penggambqran mereka tentang peri, termasuk di antaranya adalah Cicely Mary Barker, Arthur Rackham, Brian Froud, Alan Lee, Amy Brown, David Delamare, Meredith Dillman, Jasmine Becket-Griffith, Warwick Goble, Kylie InGold, Ida Rentoul Outhwaite, Myrea Pettit, Florence Harrison, Suza Scalora,[40] Nene Thomas, Gustave Doré, Rebecca Guay dan Greta James.

Era Victoria khususnya memiliki kekhasan dalam lukisan perinya. Pelukis Richard Dadd dari masa Victoria membuat lukisan peri dengan kesan sinis. Seniman lainnya yang menggambarkan peri adalah John Atkinson Grimshaw, Joseph Noel Paton, John Anster Fitzgerald dan Daniel Maclise.[41] Sedangkan pada masa Renaisans, daya tarik pada peri terutama dipicu oleh penerbitan foto-foto Peri Cottingley pada tahun 1917 dan sejumlah seniman juga melukis peri.

Lihat pula

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ a b c d e f g (Inggris) Dictionary.com: Elf
  2. ^ a b c (Inggris) Dictionary.com: Fairy
  3. ^ a b "PAIRIKĀ". Iranicaonline.org. 
  4. ^ Boratav, P.N. and J.T.P. de Bruijn, “Parī”, in: Encyclopaedia of Islam, Second Edition, Edited by: P. Bearman, Th. Bianquis, C.E. Bosworth, E. van Donzel, W.P. Heinrichs. Consulted online on 31 January 2024 <http://dx.doi.org/10.1163/1573-3912_islam_COM_0886> First published online: 2012 First print edition: ISBN 978-90-04-16121-4, 1960-2007
  5. ^ Marzolph, Ulrich (08 Apr 2019)."The Middle Eastern World’s Contribution to Fairy-Tale History". In: Teverseon, Andrew. The Fairy Tale World. Routledge, 2019. pp. 46, 52, 53. Accessed on: 16 Dec 2021. https://www.routledgehandbooks.com/doi/10.4324/9781315108407-4 - "Turkish peri masalı is a literal translation of the term 'fairy tale,' the originally Indo–Persian character of the peri or pari constituting the equivalent of the European fairy in modern Persian folktales (Adhami 2010). [...] Probably the character most fascinating for a Western audience in the Persian tales is the peri or pari (Adhami 2010). Although the Persian word is tantalizingly close to the English 'fairy', both words do not appear to be etymologically related. English 'fairy' derives from Latin fatum, 'fate', via the Old French faerie, 'land of fairies'. The modern Persian word, instead, derives from the Avestan pairikā, a term probably denoting a class of pre-Zoroastrian goddesses who were concerned with sexuality and who were closely connected with sexual festivals and ritual orgies. In Persian narratives and folklore of the Muslim period, the peri is usually imagined as a winged character, most often, although not exclusively, of female sex, that is capable of acts of sorcery and magic (Marzolph 2012: 21–2). For the male hero, the peri exercises a powerful sexual attraction, although unions between a peri and a human man are often ill-fated, as the human is not able to respect the laws ruling the peri's world. The peri may at times use a feather coat to turn into a bird and is thus linked to the concept of the swan maiden that is wide-spread in Asian popular belief. If her human husband transgresses one of her taboos, such as questioning her enigmatic actions, the peri will undoubtedly leave him, a feature that is exemplified in the widely known European folktale tale type 400: 'The Man on a Quest for His Lost Wife' (Schmitt 1999)."
  6. ^ Seyed‐Gohrab, Ali Asghar. "Magic in classical Persian amatory literature." Iranian Studies 32.1 (1999): 71-97.
  7. ^ Modi, Jivanji Jamshedji. "An Account of Comets as given by Mahomedan Historians and as contained in the books of the Pishinigan or the Ancient Persians referred to by Abul Fazl." (1917): 68-105.
  8. ^ Kready, Laura (1916). A Study of Fairy Tales. Boston: Houghton Mifflin Company. 
  9. ^ a b (Indonesia) Made Taro, Bali Post: Peri-peri Kecil di Devon Diarsipkan 2008-10-02 di Wayback Machine.
  10. ^ (Indonesia) Dongeng dan Legenda Indonesia
  11. ^ (Indonesia) Bukukita.com: Promo Buku Anak-Anak Cerita Rakyat (Putri Purbasari)
  12. ^ (Inggris) Childcraft The How and Why Library
  13. ^ Lenihan (2004) hlm. 109–10.
  14. ^ Briggs (1976) hlm. 80.
  15. ^ a b Child, Francis The English and Scottish Popular Ballads.
  16. ^ http://www.sacred-texts.com/neu/eng/child/ch037.htm
  17. ^ Briggs (1967) hlm. 104.
  18. ^ Silver, Carole B. (1999) Strange and Secret Peoples: Fairies and Victorian Consciousness. Oxford University Press. hlm. 47 ISBN 0-19-512199-6.
  19. ^ Silver (1999) hlm. 167.
  20. ^ Yeats (1988) hlm. 47.
  21. ^ Froud, Brian and Lee, Alan (1978) Faeries. New York, Peacock Press ISBN 0-553-01159-6.
  22. ^ Briggs (1976) "Traffic with fairies" and "Trooping fairies" hlm. 409-12.
  23. ^ Evans-Wentz (1990).
  24. ^ Briggs (1976) hlm. 41.
  25. ^ Lewis (1994) hlm. 129–30.
  26. ^ a b Briggs (1976) "Fairies in medieval romances" hlm. 132.
  27. ^ Briggs (1976) "Morgan Le Fay" hlm. 303.
  28. ^ Briggs (1976) "Faerie Queen", hlm. 130.
  29. ^ Briggs (1967) hlm. 174.
  30. ^ The Illustrated Encyclopedia of Fairies, Anna Franklin, Sterling Publishing Company, 2004, hlm. 18.
  31. ^ Shakespeare, William (1979). Harold F. Brooks, ed. The Arden Shakespeare "A Midsummer Nights Dream". Methuen & Co. Ltd. cxxv. ISBN 0415026997. 
  32. ^ Zipes, Jack (2000) The Great Fairy Tale Tradition: From Straparola and Basile to the Brothers Grimm. W. W. Norton. . 858 ISBN 0-393-97636-X.
  33. ^ Tatar, Maria (2003) The Hard Facts of the Grimms' Fairy Tales. Princeton University Press. hlm. 31 ISBN 0-691-06722-8.
  34. ^ Tolkien, J. R. R. "On Fairy-Stories", The Tolkien Reader, hlm. 10–11.
  35. ^ Briggs, (1967) hlm. 165–7.
  36. ^ Briggs (1967) hlm. 209.
  37. ^ "Lewis hlm. 129-130".
  38. ^ Lang, Andrew Preface The Lilac Fairy Book.
  39. ^ J. M. Barrie, Peter Pan in Kensington Gardens as well Peter and Wendy, Oxford Press, 1999, hlm. 132.
  40. ^ David Gates (November 29, 1999). "Nothing Here But Kid Stuff". Newsweek. Diakses tanggal 2009-08-19. 
  41. ^ Windling, Terri, "Victorian Fairy Paintings".

Bibliografi

sunting
  • D. L. Ashliman, Fairy Lore: A Handbook (Greenwood, 2006)
  • Brian Froud dan Alan Lee, Faeries, (Peacock Press/Bantam, New York, 1978)
  • Ronan Coghlan Handbook of Fairies (Capall Bann, 2002)
  • Lizanne Henderson dan Edward J. Cowan, Scottish Fairy Belief: A History (Edinburgh, 2001; 2007)
  • C. S. Lewis, The Discarded File: An Introduction to Medieval and Renaissance Literature (1964)
  • Patricia Lysaght, The Banshee: the Irish Supernatural Death Messenger (Glendale Press, Dublin, 1986)
  • Peter Narvaez, The Good People, New Fairylore Essays (Garland, New York, 1991)
  • Eva Pocs, Fairies and Witches at the boundary of south-eastern and central Europe FFC no 243 (Helsinki, 1989)
  • Joseph Ritson, Fairy Tales, Now First Collected: To which are prefixed two dissertations: 1. On Pygmies. 2. On Fairies, London, 1831
  • Diane Purkiss, Troublesome Things: A History of Fairies and Fairy Stories (Allen Lane, 2000)
  • Tomkinson, John L. Haunted Greece: Nymphs, Vampires and other Exotika, Diarsipkan 2013-10-22 di Wayback Machine. (Anagnosis, 2004) ISBN 960-88087-0-7

Pranala luar

sunting