[go: up one dir, main page]

Lompat ke isi

Perumpamaan pengampunan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
"Perumpamaan pengampunan", karya John SC Abbott and Jacob Abbott, 1878

Perumpamaan pengampunan adalah sebuah perumpamaan yang diajarkan oleh Yesus Kristus kepada murid-muridnya. Kisah ini tercantum di dalam Matius 18:22-35 pada bagian Perjanjian Baru di Alkitab Kristen. Perumpamaan ini menceritakan tentang dosa, pengampunan, dan kasih. Yesus menceritakan perumpamaan ini untuk menjawab pertanyaan Petrus pada ayat ke-21:

Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.

kemudian Yesus meneruskan dengan sebuah perumpamaan yang kemudian dijelaskanNya.

Pengampunan

[sunting | sunting sumber]

Perumpamaan ini menceritakan tentang seorang hamba yang tidak mengenal belas kasihan. Suatu ketika seorang raja menagih hutang seorang hambanya sebanyak sepuluh ribu talenta (perak). Hamba tersebut tidak mampu melunasi hutangnya, maka sang raja memerintahkan supaya ia dijual beserta anak-isterinya dan segala miliknya untuk membayar hutangnya. Hamba tersebut memohon belas kasihan sang raja dan sang raja mengabulkannya dan menghapus hutangnya.

Setelah keluar, hamba tersebut bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ketika ia menangkap dan mencekik kawannya itu dan menagih hutangnya, maka kawan tersebut memohon belas kasihan karena ia tidak mampu melunasi hutangnya. Tidak hanya menolak mengampuni, tetapi hamba yang tidak mengenal belas kasihan ini menjebloskan kawannya ini ke penjara sampai hutangnya lunas.

Mengetahui perbuatannya, maka kawan-kawannya yang lain sangat sedih dan melaporkannya kepada sang Raja. Raja itupun marah dan ia menyerahkan hamba yang jahat tersebut kepada algojo-algojo (atau para penyiksa) sampai hutangnya lunas.

Penjelasan

[sunting | sunting sumber]
Gambar ilustrasi Dalziel Bersaudara

Raja di dalam cerita tersebut melambangkan Allah, dan hamba yang berhutang adalah manusia yang berdosa. Ketika Allah mau menagih perbuatan dosa yang dilakukan manusia, maka manusia tidak mampu melunasi hutang dosa mereka, karena tidak ada yang dapat diperbuat manusia untuk melunasinya. Allah berhak untuk menghukum manusia karena hal tersebut, namun karena belas kasihannya, ia mengampuni manusia dan menghapus dosa-dosa mereka (melalui Yesus yang mati disalibkan menebus hutang dosa dengan darahNya).

Manusia yang tidak tahu berterima kasih bertemu dengan saudaranya yang berbuat salah kepadanya, tidak mencontoh belas kasihan yang ditunjukkan oleh Allah, manusia malah menghakimi saudara mereka sendiri tanpa sedikitpun berbelas kasihan. Ia tidak belajar dari pelajaran yang diberikan oleh Allah bahwa Ia telah diampuni dan diberi belas kasihan, maka pada akhirnya Allah akan menghukum orang tersebut yang menindas sesamanya.

Perumpamaan ini disimpulkan oleh Yesus dalam ayat ke-35:

Maka BapaKu yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu. (Matius 18:35)

Dalam Matius 18:21-22 yang mendahului perumpamaan ini Yesus mengajarkan kepada Petrus (dan murid-muridNya yang lain) untuk selalu mengampuni orang lain:

Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.

Pengajaran yang senada juga didapat di Lukas 17:3-4, ketika Yesus mengajar murid-muridNya:

Jagalah dirimu! Jikalau saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia, dan jikalau ia menyesal, ampunilah dia. Bahkan jikalau ia berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: Aku menyesal, engkau harus mengampuni dia.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]