Pagoda Sule
Pagoda Sule | |
---|---|
Informasi umum | |
Jenis | Pusat Kota Yangon dan titik penting politik dan keagamaan |
Lokasi | Yangon, Burma |
Rampung | diperkirakan 2500 tahun lalu |
Pagoda Sule (bahasa Burma: ဆူးေလဘုရား, diucapkan [sʰúlè pʰəjá]) adalah sebuah stupa Burma yang terletak di jantung pusat kota Yangon yang berada di tengah kota dan memiliki peran penting dalam politik, ideologi, dan geografi Burma kontemporer.
Bangunan yang telah berusia lebih dari 2,000 tahun ini menjulang megah di pusat keramaian ibu kota Myanmar, Yangon. Arsitekturnya yang unik berpadu dengan modernitas kota, menjadikannya lebih menarik bagi sebuah tujuan wisata.
Pagoda Sule berada persis di tengah-tengah kota. Karena lokasinya tersebut, oleh warganya maupun wisatawan yang berkunjung ke Yangon pagoda ini kerap di gunakan sebagai acuan sebuah lokasi di kota Yangon.
Bahkan oleh pemerintah Inggris, keberadaannya pernah dijadikan patokan pembangunan tata kota Yangon kala kota ini di perbaharui pada tahun 1880 setelah negara eropa tersebut menguasai Yangon pada tahun 1852.
Adalah Letnan Fraser dan Montgomery yang ditugaskan untuk melakukan restorasi kota. Gagasan ini pertama kali di kemukakan oleh Sir Arthur Phayre sebagai Komisioner Inggris di kota Yangon. Pekerjaan tersebut di mulai dengan memindahkanbanyak rumah ibadah yang berada di sekeliling pagoda.
Selain meratakan dan menimbun tanah, sebanyak 50 biara terpaksa harus dipindahkan ke Kebun Mangga yang kini lokasinya lebih dikenal dengan Biara Kebun Mangga. Pemerintah Inggris juga meratakan Pagoda Kyaik Myat Than Cho yang awalnya terbangun di sana dan membiarkan Pagoda Sule berdiri hingga sekarang.
Meski masih di perdebatkan, konon Pagoda Sule adalah tempat pertemuan raja Okkalapa (dari kerajaan Okkalapa) saat menggagas pembangunan Shwedagon Pagoda di Sanguttara Hill (bukit Sanguttara) sebagai tempat menyimpan rambut suci sang Buddha.
Sebagian warga Maynmar juga memperkirakan Pagoda Shwedagon justru berusia lebih tua dibandingkan Pagoda Sule. Bangunan ini punya karakteristik tersendiri. Arsitekturnya berbentuk pondasi segi delapan yang bertingkat-tingkat hingga mencapai separuh bangunannya yang berketinggian 48 meter. Konon di puncaknya, Pagoda Sule menyimpan rambut sang buddha Gautama.
Legenda lain juga mengisahkan bahwa raja Thiha Dipa yang berkuasa kerajaan tetangga memerintahkan para pendeta ‘Ah Toke’ untuk membangun pagoda di lokasi Pagoda Sule sekarang berada. Pagoda ini pun diberi nama ‘Kyaik Ah Toke’.
Kyaik sendiri adalah bahasa Mon (salah satu suku pertama yang bermukim di benua asia) yang berarti ‘pagoda’. Ah Toke sendiri adalah nama rumah ibadah para pendeta tersebut. Ada juga yang mengartikan ‘Kyaik Ah Toke’ sebagai ‘rambut suci sang budha’ atau ‘pagoda rambut suci’.
Pondasi Pagoda Sule memiliki luas lebih dari 8,000 m2 atau sekitar 99 meter memanjang dari timur ke barat dan 89 memanjang dari utara ke selatan. Bentuk pondasinya yang heksagonal (segi delapan) adalah simbol dari ‘delapan jalan menuju pencerahan’. Di sekitarnya juga terdapat symbol-simbol yang menggambarkan ‘jalan menuju ke nirwana’.
Pagoda Sule memiliki empat gerbang yang bisa di lalui bila ingin memasukinya. Setiap pintu masuk di tandai dengan patung Budha berwarna putih setinggi hampir 1,5 meter yang semuanya di buat dari bahan batu Jade.
Para warga Yangon yang datang ke lokasi ini biasanya memulai peribadatan dengan membasahi patung-patung tersebut dengan air. Bagi para wisatawan dan penyuka jalan-jalan, Pagoda Sule memasang tiket masuk sebesar US $2*.
Salah satu area terkenal di Pagoda Sule adalah Paviliun Sule Bo Bo Gyi. Menurut legenda warga setempat, Bo Bo Gyi berusia sangat tua. Usia nya begitu panjang hingga pada masa hidupnya Bo Bo Gyi sempat sempat menjadi pengikut budha dan memberikan penghormatan kepadanya.
Legenda yang kisahnya bisa di temui di Shwedagon Pagoda tersebut juga mengisahkan bahwa Bo Bo Gyi lah yang memberi saran untuk menjadikan Sanguttira Hill (bukit sanguttara) sebagai tempat bersemayamnya rambut suci budha.
Di bukit inilah kini Shwedagon Pagoda berdiri. Warga Myanmar percaya bahwa Bo Bo Gyi punya kemampuan dan kekuatan untuk membantu berbagai permasalahan di dalam kehidupan mereka.
Karenanya di Pagoda Sule, paviliun Bo Bo Gyi selalu ramai dikunjungi oleh warga Myanmar yang memanjatkan pengharapan mereka. Warga Myanmar juga percaya bahwa sebagai pengikut setia Buddha, Sule Bo Bo Gyi layak mendapatkan penghormatan.
Di beberapa area lain juga terdapat beberapa peramal yang konon bisa memprediksi / melihat kehidupan sesorang pada masa yang akan datang.
Di kawasan sekitar Pagoda Sule juga bisa dinikmati bangunan berarsitektur campuran Myanmar-Eropa seperti gedung Pengadilan Tinggi juga Taman Maha Bondoola serta beberapa bangunan peninggalan pemerintahan Inggris.
Di bagian luar Pagoda Sule juga bisa di saksikan banyak warga Myanmar yang memberi makan ratusan burung merpati. Bagi para wisatawan, hal ini juga adalah panorama menarik untuk bisa di abadikan.
Pagoda tersebut terdaftar pada Situs Warisan Kota Yangon.[1]
Sumber
[sunting | sunting sumber]- http://jalan2.com/city/yangon/sule-pagoda/ Diarsipkan 2014-04-13 di Wayback Machine.
Catatan
[sunting | sunting sumber]- ^ "Special Reports: Heritage List". The Myanmar Times. 2001-10-29.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- Barnes, Gina L. “An Introduction to Buddhist Archaeology,” World Archaeology, Vol. 27, No. 2. (Oct., 1995), pp. 165–182.
- Raga, Jose Fuste. Sule pagoda, in the centre of Yangon, Myan. Encyclopædia Britannica. 10 February 2009. [1] Diarsipkan 2016-03-03 di Wayback Machine.
- Soni, Sujata. Evolution of Stupas in Burma. Delhi: Motilal Banarsidass Publishers Pvt. Ltd, 1991.