[go: up one dir, main page]

Lompat ke isi

Organisasi sosial

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Organisasi Hokkien di Perlis, Malaysia.

Organisasi sosial adalah sekumpulan orang-orang atau masyarakat yang terstruktur dan mempunyai suatu tujuan yang sama sehingga bisa membentuk lembaga sosial/organisasi dengan tidak melanggar peraturan-peraturan yang ada di negara tersebut, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Organisasi sosial berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara.

Hakikat Lembaga Sosial

[sunting | sunting sumber]

Keberadaan lembaga sosial tidak lepas dari adanya norma dalam masyarakat.

Untuk mewujudkan nilai sosial, masyarakat menciptakan aturan-aturan yang tegas yang disebut norma sosial. Nilai dan norma inilah yang membatasi setiap perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Sekumpulan norma akan membentuk suatu sistem norma. Hal tersebut merupakan proses awal terbentuknya lembaga sosial. Sekumpulan nilai dan norma yang telah mengalami proses institutionalization menghasilkan lembaga sosial.

Proses terbentuknya Lembaga Sosial

[sunting | sunting sumber]

Para ilmuwan sosial hingga saat ini masih berdiskusi tentang penggunaan istilah yang berhubungan dengan ”Sebuah aturan atau norma yang berfungsi untuk kedisiplinan anggota dan masyarakatnya”. Namun, untuk saat ini terdapat dua istilah yang sudah digunakan, yaitu ”Social Institution” dan ”Lembaga Kemasyarakatan”. Mereka yang menggunakan istilah ”Social Institution” pada umumnya adalah para Antropolog dengan menekankan sistem nilainya. Sedangkan para sosiolog, pada umumnya menggunakan istilah lembaga kemasyarakatan atau yang dikenal dengan istilah lembaga sosial, yang menekankan sistem norma dan memiliki bentuk sekaligus abstrak.

Pada awalnya, lembaga sosial terbentuk dari norma-norma yang dianggap sangat penting dalam hidup bermasyarakat. Terbentuknya lembaga sosial berawal dari individu yang saling membutuhkan satu sama lain kemudian timbul aturan-aturan yang disebut dengan norma kemasyarakatan. Lembaga sosial sering juga dikatakan sebagai Pranata sosial.

Suatu norma tertentu dikatakan telah melembaga, apabila norma tersebut:

  1. Diketahui
  2. Dipahami dan dimengerti
  3. Ditaati
  4. Dihargai

Lembaga sosial merupakan tata cara yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antar manusia dalam suatu kelompok yang disebut dengan Asosiasi. Asosiasi dan lembaga sosial memiliki hubungan yang sangat erat. Lembaga yang tidak mempunyai anggota tetap mempunyai pengikut dalam suatu kelompok yang disebut asosiasi. Dengan kata lain asosiasi merupakan perwujudan dari lembaga sosial. Asosiasi memiliki seperangkat aturan, tata tertib, anggota dan tujuan yang jelas.

Menurut Soerjono Soekanto, lembaga sosial disebut juga lembaga kemasyarakatan. Istilah lembaga kemasyarakatan merupakan istilah asing social institution. Akan tetapi, ada yang mempergunakan istilah pranata sosial untuk menerjemahkan social institution. Hal ini dikarenakan social institution menunjuk pada unsur-unsur yang mengatur perilaku para anggota masyarakat.

Menurut Koentjaraningrat, pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat pada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Istilah lain adalah bangunan sosial, terjemahan dari kata sozialegebilde (bahasa Jerman) yang menggambarkan bentuk dan susunan institusi tersebut.

Kemudian, Robert Mac Iver dan Charles H. Page juga mengartikan lembaga kemasyarakatan sebagai tata cara atau prosedur yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antar manusia dalam suatu kelompok masyarakat.

Sedangkan Leopold von Wiese dan Howard Becker melihat lembaga dari sudut fungsinya, mereka mengartikan lembaga kemasyarakatan sebagai suatu jaringan dari proses-proses hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia yang berfungsi untuk memelihara hubungan-hubungan tersebut serta pola-polanya, sesuai dengan kepentingan-kepentingan manusia dan sekelompoknya.

Selain itu, seorang sosiolog yang bernama Summer melihat lembaga kemasyarakatan dari sudut kebudayaan. Summer mengartikan lembaga kemasyarakatan sebagai perbuatan, cita-cita, dan sikap perlengkapan kebudayaan, yang mempunyai sifat kekal serta yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Oleh karenanya, keberadaan lembaga sosial mempunyai fungsi bagi kehidupan sosial. Fungsi-fungsi tersebut antara lain:

  1. Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat tentang sikap dalam menghadapi masalah di masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan pokok.
  2. Menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan.
  3. Memberi pegangan kepada anggota masyarakat untuk mengadakan pengawasan terhadap tingkah laku para anggotanya.

Dengan demikian, lembaga sosial merupakan serangkaian tata cara dan prosedur yang dibuat untuk mengatur hubungan antar manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, lembaga sosial terdapat dalam setiap masyarakat baik masyarakat sederhana maupun masyarakat modern. Hal ini disebabkan setiap masyarakat menginginkan keteraturan hidup.

Ciri-ciri organisasi sosial

[sunting | sunting sumber]

Menurut Berelson dan Steiner (1964:55) sebuah organisasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Formalitas, merupakan organisasi sosial yang menunjuk kepada adanya perumusan tertulis daripada peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, prosedur, kebijaksanaan, tujuan, strategi, dan seterusnya.
  2. Hierarki, merupakan ciri organisasi yang menunjuk pada adanya suatu pola kekuasaan dan wewenang yang berbentuk piramida, artinya ada orang-orang tertentu yang memiliki kedudukan dan kekuasaan serta wewenang yang lebih tinggi daripada anggota biasa pada organisasi tersebut.
  3. Besarnya dan kompleksnya, dalam hal ini pada umumnya organisasi sosial memiliki banyak anggota sehingga hubungan sosial antar anggota adalah tidak langsung (impersonal), gejala ini biasanya dikenal dengan gejala “birokrasi”. Lamanya (duration) menunjuk pada diri bahwa eksistensi suatu organisasi lebih lama daripada keanggotaan orang-orang dalam organisasi itu.

Ada juga yang menyatakan bahwa organisasi sosial, memiliki beberapa ciri lain yang berhubungan dengan keberadaan organisasi itu. Diantaranya adalah:

  1. Rumusan batas-batas operasionalnya (organisasi) jelas. Seperti yang telah dibicarakan di atas, organisasi akan mengutamakan pencapaian tujuan-tujuan berdasarkan keputusan yang telah disepakati bersama. Dalam hal ini, kegiatan operasional sebuah organisasi dibatasi oleh ketetapan yang mengikat berdasarkan kepentingan bersama, sekaligus memenuhi aspirasi anggotanya.
  2. Memiliki identitas yang jelas. Organisasi akan cepat diakui oleh masyarakat sekelilingnya apabila memiliki identitas yang jelas. Identitas berkaitan dengan informasi mengenai organisasi, tujuan pembentukan organisasi, maupun tempat organisasi itu berdiri, dan lain sebagainya.
  3. Keanggotaan formal, status dan peran. Pada setiap anggotanya memiliki peran serta tugas masing-masing sesuai dengan batasan yang telah disepakati bersama.

Tipe-tipe organisasi

[sunting | sunting sumber]

Secara garis besar organisasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu organisasi formal dan organisasi informal. Pembagian tersebut tergantung pada tingkat atau derajat mereka terstruktur. Namun, dalam kenyataannya tidak ada sebuah organisasi formal maupun informal yang sempurna.

Organisasi Formal Resmi

[sunting | sunting sumber]

Organisasi formal/resmi adalah organisasi yang dibentuk oleh sekumpulan orang/masyarakat yang memiliki suatu struktur yang dirumuskan dengan baik, yang menerangkan hubungan-hubungan otoritasnya, kekuasaan, akuntabilitas dan tanggung jawabnya, serta memiliki kekuatan hukum. Struktur yang ada juga menerangkan bagaimana bentuk saluran-saluran melalui apa komunikasi berlangsung. Kemudian menunjukkan tugas-tugas spesifik bagi masing-masing anggotanya. Hierarki sasaran organisasi formal dinyatakan secara eksplisit. Status, prestise, imbalan, pangkat dan jabatan, serta persyaratan lainya sudah diurutkan dengan baik dan terkendali. Selain itu organisasi formal tahan lama dan mereka terencana dan mengingat bahwa ditekankan mereka beraturan, maka mereka relatif bersifat tidak fleksibel. Contoh organisasi formal adalah perusahaan besar, badan-badan pemerintah, dan universitas-universitas (J Winardi, 2003:9).

Organisasi formal memiliki ciri-ciri khusus, yaitu terdapat:

  1. Pola komunitas yang relatif mapan; dikarenakan organisasi yang formal, strukturnya jelas dan terarah oleh sebab itu pola yang dilakukan oleh komunitas bisa jelas dan terarah juga
  2. Disiplin kerja yang diatur secara resmi; organisasi tipe ini terikat oleh peraturan dan jabatan, oleh sebab itu anggotanya rata rata memiliki disiplin dan etos kerja yang tinggi di samping itu hal ini diakibatkan oleh adanya profit oleh anggota sendiri setelah mengikuti kegiatan organisasi ini
  3. Pengorganisasian yang jelas; organisasi formal mempunyai dasar aturan yang jelas yang tertuang dalam aturan dasar dan aturan rumah tangga, sehingga semua yang ada dalam organisasi baik tujuan maupun aspek lain telah diatur dan jelas.
  4. Kekhususan keahlian; organisasi ini didasarkan pada visi dan misi yang sama antar anggotanya sehingga mempunyai tujuan tertentu dan fokus pada satu permasalahan
  5. Tujuan yang terencana dengan jelas. kembali lagi organisasi informal mempunyai aturan yang jelas yang tertuang dalam peraturan dasar organisasi sehingga tujuan yang dicapai juga jelas dan terarah[1]

Organisasi informal

[sunting | sunting sumber]

Keanggotaan pada organisasi-organisasi informal dapat dicapai baik secara sadar maupun tidak sadar, dan kerap kali sulit untuk menentukan waktu eksak seseorang menjadi anggota organisasi tersebut. Sifat eksak hubungan antar anggota dan bahkan tujuan organisasi yang bersangkutan tidak spesifik. Contoh organisasi informal adalah pertemuan tidak resmi seperti makan malam bersama. Organisasi informal dapat dialihkan menjadi organisasi formal apabila hubungan di dalamnya dan kegiatan yang dilakukan terstruktur dan dirumuskan.

Adapun ciri-ciri organisasi informal, yaitu:

  1. Hubungannya bersifat informal; hubungan antar organisasi / lembaga
  2. Anggotanya berjumlah relatif kecil; anggotanya terstruktur sehingga telah diatur dalam tupoksi masing-masing anggota
  3. Pembentukan organisasinya didasarkan atas kepentingan bersama; musyawarah dan mufakat dikedepankan dalam organisasi tipe ini
  4. Adanya kegemaran yang relatif sama di luar organisasi; adanya faktor external yang mendasari pembentukan organisasi ini, adanya visi dan misi yang sama tersebut bisa menjadi penguat organisasi dikarenakan anggotanya mempunyai pandangan yang sama atas suatu hal
  5. Disiplin kerjanya didasarkan atas kesadaran pribadi. dikarenakan organisasi yang bersifat sukarelawan dan tidak dibayar oleh sebab itu kesadaran pribadi anggota untuk memajukan organisasi ini menjadi hal yang kuat.

Selain itu, organisasi juga dibedakan menjadi organisasi primer dan organisasi sekunder menurut Hicks:

Organisasi Primer, organisasi semacam ini menuntut keterlibatan secara lengkap, pribadi dan emosional anggotanya. Mereka berlandaskan ekspektasi timbal balik dan bukan pada kewajiban yang dirumuskan dengan eksak. Contoh dari organisasi semacam ini adalah keluarga-keluarga tertentu.

Organisasi Sekunder, organisasi sekunder memuat hubungan yang bersifat intelektual, rasional, dan kontraktual. Organisasi seperti ini tidak bertujuan memberikan kepuasan batiniah, tapi mereka memiliki anggota karena dapat menyediakan alat-alat berupa gaji ataupun imbalan kepada anggotanya. Sebagai contoh organisasi ini adalah kontrak kerjasama antara majikan dengan calon karyawannya di mana harus saling setuju mengenai seberapa besar pembayaran gajinya.

Organisasi berdasarkan sasaran pokok mereka

[sunting | sunting sumber]

Organisasi yang didirikan tentu memiliki sasaran yang ingin dicapai secara maksimal. Oleh karenanya suatu organisasi menentukan sasaran pokok mereka berdasarkan kriteria-kriteria organisasi tertentu. Adapun sasaran yang ingin dicapai umumnya menurut J Winardi adalah:

  1. Organisasi berorientasi pada pelayanan (service organizations), yaitu organisasi yang berupaya memberikan pelayanan yang profesional kepada anggotanya maupun pada kliennya. Selain itu siap membantu orang tanpa menuntut pembayaran penuh dari penerima servis.
  2. Organisasi yang berorientasi pada aspek ekonomi (economic organizations), yaitu organisasi yang menyediakan barang dan jasa sebagai imbalan dalam pembayaran dalam bentuk tertentu.
  3. Organisasi yang berorientasi pada aspek religius (religious organizations)
  4. Organisasi-organisasi perlindungan (protective organizations)
  5. Organisasi-organisasi pemerintah (government organizations)
  6. Organisasi-organisasi sosial (social organizations)
  7. Organisasi-organisasi politik

Organisasi Online

[sunting | sunting sumber]

Organisasi sosial dapat dilihat secara online dalam hal komunitas. Komunitas online menunjukkan pola bagaimana orang akan bereaksi dalam situasi jejaring sosial.[2] Teknologi memungkinkan orang untuk menggunakan organisasi sosial yang dibangun sebagai cara untuk terlibat satu sama lain tanpa harus secara fisik berada di tempat yang sama.

Melihat organisasi sosial secara online merupakan cara yang berbeda dan menantang untuk menghubungkan karakteristiknya karena organisasi sosial tidak sepenuhnya sama dengan organisasi online. Mereka dapat dihubungkan dan dibicarakan dalam konteks yang berbeda untuk membuat kekompakan antara keduanya terlihat. online, ada berbagai bentuk komunikasi dan cara orang terhubung. Sekali lagi, ini memungkinkan mereka untuk berbicara dan berbagi kepentingan bersama (yang membuat mereka menjadi organisasi sosial) dan menjadi bagian dari organisasi tanpa harus secara fisik bersama anggota lainnya. Meskipun organisasi sosial online ini tidak berlangsung secara langsung, mereka tetap berfungsi sebagai organisasi sosial karena hubungan dalam kelompok dan tujuan untuk menjaga komunitas tetap berjalan.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ http://www.perpusku.com/2016/05/organisasi-sosial-pengertian-jenis-dan-ciri-cirinya.html
  2. ^ Zhang, Wei (2008). "Online communities as communities of practice: A case study". Journal of Knowledge Management. 12 (4): 55–71. doi:10.1108/13673270810884255.