[go: up one dir, main page]

Lompat ke isi

Kesepian

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Solitude, Jean-Jacques Henner

Kesepian, kesunyian, keseorangan, atau kesendirian adalah emosi kompleks dan biasanya tidak menyenangkan, yang merupakan respon isolasi. Menurut Halim & Dariyo (2016) kesepian adalah suatu reaksi dari hilangnya ataupun ketidakhadiran sebuah hubungan yang dekat.[1] Gierveld, dkk. (2006, dalam Dini & Indrajati, 2014) menyatakan bahwa kesepian adalah situasi yang dialami oleh seseorang yang merasakan hubungan yang kurang menyenangkan dan tidak diterima ke dalam sebuah hubungan yang diinginkan.[2] Kesepian cenderung memiliki perasaan yang tidak bahagia dan merasakan kesendirian. Sedangkan menurut Russell (1996, dalam Sembiring, 2017) kesepian adalah suatu kondisi dimana individu tidak mendapatkan kehidupan sosial yang diinginkan pada kehidupan di lingkungannya.[3]

Kesepian biasanya mencakup perasaan cemas terhadap kurangnya koneksi atau komunikasi dengan makhluk lain, baik pada masa sekarang dan berkembang ke masa depan. Dengan demikian, kesepian bisa dirasakan bahkan saat dikelilingi oleh orang lain. Penyebab kesepian bervariasi dan meliputi faktor sosial, mental, emosional dan fisik.

Kesepian telah menjadi tema yang sering dieksplorasi dalam literatur manusia sejak zaman kuno. Kesepian juga telah digambarkan sebagai rasa sakit sosial - sebuah mekanisme psikologis yang dimaksudkan untuk memotivasi seseorang agar mencari koneksi sosial.[4] Kesepian sering didefinisikan dalam kaitannya dengan keterhubungan seseorang dengan orang lain, atau lebih khusus lagi sebagai "pengalaman tidak menyenangkan yang terjadi ketika jaringan hubungan sosial orang kekurangan dengan cara yang signifikan".[5]

Penelitian telah menunjukkan bahwa kesepian terjadi di seluruh masyarakat, termasuk orang-orang dalam perkawinan, hubungan, keluarga, veteran, dan mereka yang memiliki karier yang sukses.[6] Selain itu, kesepian juga dapat dirasakan oleh para remaja. Menurut Schultz dan Moore (1986, dalam Sharaswati, 2009) masalah utama pada usia perkembangan remaja adalah kesepian.[7] Remaja yang merantau untuk melanjutkan studi juga rentan merasakan kesepian. Mahasiswa rantau dituntut untuk bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dan berbagai perubahan kondisi yang ada, seperti kebudayaan, cara berbicara, lingkungan pertemanan, makanan, dan sebagainya. Berbagai tuntutan tersebut dapat menjadi sumber stres bagi mahasiswa rantau. Lambat laun stres dapat memicu perasaan kesepian karena berpisah dengan orang tua, keluarga, teman, maupun sahabat.[8]

Aspek dari Kesepian

[sunting | sunting sumber]

Terdapat empat aspek dari kesepian yaitu:[9]

  1. Aspek Emosional. Kesepian terjadi saat tidak adanya sosok pelengkap seperti orang tua, teman dekat, atau pasangan pada kehidupan sehari-hari. Individu merasakan kesepian akibat dari tidak terpenuhinya kebutuhan untuk berhubungan secara intim dengan orang yang dicintai dan mencintainya.
  2. Aspek Sosial. Kesepian terjadi saat individu tidak mempunyai kepuasan dan tidak diterima di dalam lingkungan sosial sehingga menimbulkan rasa bosan dalam hubungan sosial individu tersebut. Individu tidak mampu untuk melibatkan diri pada lingkungan sosialnya. Selain itu, tidak ada sosok yang dapat diajak untuk berkomunikasi, baik dari lingkungan sosial maupun rekan kerja.
  3. Aspek Kognitif. Kesepian terjadi saat individu memiliki teman yang sedikit untuk berbagi pandangan, gagasan, atau pemikiran dengan individu lain yang dianggap penting.
  4. Aspek Behavior. Kesepian terjadi saat individu tidak memiliki atau kurang teman yang dapat menemaninya untuk melaksanakan kegiatan di luar rumah.

Ciri-Ciri Kesepian

[sunting | sunting sumber]

Kesepian memiliki ciri-ciri tertentu. Seseorang yang kesepian biasanya merasakan perasaan seperti merasa tersisihkan, terpencil dari orang lain karena merasa berbeda dengan orang lain, tersisih dari kelompoknya, serta merasa tidak diperhatikan oleh orang-orang disekitarnya. Tidak hanya itu, seseorang yang mengalami kesepian juga dapat merasa terisolasi dari lingkungan dan merasa tidak ada seseorang yang bisa menjadi tempat berbagi rasa dan pengalaman.[10]

Sebab Umum

[sunting | sunting sumber]

Orang dapat mengalami kesepian karena berbagai alasan, banyak kejadian kehidupan dapat menyebabkan kesepian, seperti kurangnya hubungan persahabatan selama masa kecil dan masa remaja, atau ketidakhadiran fisik orang-orang yang berarti di sekitar seseorang. Pada saat yang sama, kesepian mungkin merupakan gejala masalah sosial atau psikologis lain, seperti depresi kronis.

Banyak orang mengalami kesepian untuk pertama kalinya saat mereka ditinggalkan sendirian sebagai bayi. Kesepian juga merupakan konsekuensi yang sangat umum (meskipun biasanya hanya sementara), dari perpisahan, perceraian, atau kehilangan hubungan jangka panjang penting. Dalam kasus ini, kesepian dapat timbul baik dari hilangnya orang tertentu atau dari penarikan diri dari lingkaran sosial yang disebabkan oleh kejadian tersebut atau kesedihan yang terkait.

Terdapat berbagai faktor yang memengaruhi kesepian, yaitu:[11]

  1. Ketidakcocokkan dalam hubungan yang dimiliki seseorang. Menurut Brehm hubungan seseorang yang tidak cocok akan menyebabkan seseorang tidak puas akan hubungan yang dimiliki.
  2. Terjadi perubahan terhadap apa yang diinginkan seseorang dari suatu hubungan. Menurut Brehm, kesepian juga dapat muncul karena terjadi perubahan terhadap apa yang diinginkan seseorang dari suatu hubungan. Pada saat tertentu hubungan sosial yang dimiliki seseorang cukup memuaskan. Sehingga orang tersebut tidak mengalami kesepian. Tetapi disaat lain hubungan tersebut tidak lagi memuaskan karena orang itu telah merubah apa yang diinginkannya dari hubungan tersebut.
  3. Self-esteem yang rendah. Orang yang memiliki self-esteem yang rendah cenderung merasa tidak nyaman pada situasi yang berhubungan dengan sosial (misalnya berbicara di depan umum dan berada di kerumunan orang yang tidak dikenal). Dalam keadaan seperti ini orang tersebut akan menghindari kontak-kontak sosial tertentu secara terus menerus akibatnya akan mengalami kesepian.Selain itu orang yang menyatakan dirinya kesepian memandang diri mereka tidak layak dan tidak patut dicintai. Rendahnya tingkat harga diri ini, mengakibatkan orang-orang yang kesepian merasa tidak nyaman dengan situasi sosialnya.
  4. Perilaku interpersonal menunjukkan keberhasilan seorang individu dalam hubungan yang dibangun dan diharapkan. Individu yang mengalami kesepian menilai orang lain secara negatif, tidak terlalu menyukai orang lain, tidak memercayai orang lain, menafsirkan tindakan orang lain secara negatif, dan cenderung memegang tingkah laku yang bermusuhan.

Selain hal tersebut, dalam teori yang diciptakan oleh seorang psikiatris bernama John Bowlby, teori keterikatan atau attachment theory menegaskan pada pentingnya ikatan emosional yang kuat antara bayi dan pengasuhnya.[12]

Dampak dari Kesepian

[sunting | sunting sumber]

Kesepian dapat menyebabkan gangguan di dalam diri seseorang, khususnya pada kesehatan psikologis. Menurut Hawkley & Cacioppo, kesepian dapat meningkatkan gejala depresi.[1] Selain itu, penelitian pada tahun 2008 menyatakan bahwa kesepian adalah variabel interpersonal sebagai faktor risiko untuk melakukan bunuh diri pada remaja.[13] Apabila seseorang tidak mampu mengatasi kesepian, maka hal tersebut dikhawatirkan akan berakibat negatif pada perilaku dan kesehatan, seperti membuang kesedihan dengan minum-minuman keras, seks bebas, dan penggunaan obat-obatan terlarang.[14]

Penurunan fungsi kognitif juga dapat terjadi apabila seseorang mengalami kesepian.[15] Hal ini berkaitan dengan kekuatan memori dan cara kerja otak yang dipengaruhi oleh interaksi sosial, sehingga orang yang mengalami kesepian kemungkinan besar dapat mengalami penurunan fungsi sistem saraf pusat. Selain itu, kesepian merupakan salah satu kecenderungan yang menyertai mental health disorder, seperti depresi, kecemasan sosial, perilaku adiktif, dan hoarding.[16]

Tidak hanya itu, seseorang yang mengalami kesepian memiliki sistem imun tubuh yang menurun.[17][18] Orang yang kesepian melihat dunia sebagai tempat yang mengancam, sehingga sistem imun tubuh memilih untuk fokus pada bakteri daripada ancaman virus. Tanpa perlindungan antivirus dan antibodi tubuh yang diproduksi untuk melawan berbagai penyakit dapat menyebabkan kemampuan seseorang untuk melawan kanker dan penyakit lainnya berkurang.

Kesepian dapat pula menyebabkan hypervigilance, yakni suatu keadaan dimana kita melihat penolakan dan ancaman dimana-mana termasuk ancaman sosial. Sebagai contoh, apabila kita tidak mendapat balasan telepon atau pesan menandakan kita tidak dihargai oleh orang tersebut. Namun tanpa sekitnya kesepian, kita tidak akan mengetahui bahwa koneksi, intimasi dan sosialisasi merupakan hal yang penting dalam memperoleh kebahagiaan.[19]

Cara Mengatasi Kesepian

[sunting | sunting sumber]

Kesepian merupakan suatu keadaan subjektif yang menimbulkan perasaan tidak nyaman, tertekan, dan membuat orang menjadi tidak produktif dalam segala dimensi kehidupannya.[13] Setiap orang merasakan rasa kesepian yang berbeda-beda. Maka dari itu, terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi kesepian, yaitu:

  1. Sadari dan akui perasaan kesepian yang sedang dirasakan. Dengan menyadari perasaan yang dirasakan, maka kita akan tahu dampaknya dalam kehidupan sehari-hari.[20]
  2. Sadari bahwa kesepian itu bisa dilawan.[21] Saat merasa kesepian, kita akan merasakan ketakutan dan kecemasan. Namun, pada dasarnya kesepian merupakan pengalaman subjektif, tergantung pada persepsi tiap orang. Jadi, kita harus segera menyadari bahwa rasa kesepian itu dapat dilawan.
  3. Lakukan kegiatan di luar rumah, seperti olahraga atau jalan-jalan. Berada di alam dan udara segar memang tidak dapat membantu mengatasi rasa kesepian, namun dapat membuat segalanya lebih baik. Hal itu baik untuk tubuh, pikiran, dan jiwa kita.[22]
  4. Lakukan kegiatan self-care, seperti diet sehat, olahraga, serta tidur yang cukup.[23] Ketika sedang merasa kesepian, pastikan untuk melakukan apa yang kita bisa untuk menjaga diri sendiri.
  5. Memelihara hewan dapat membantu kita mengurangi rasa kesepian.[24]
  6. Cari bantuan ke terapis atau psikolog.[25] Tidak ada salahnya apabila kita memilih untuk mencari bantuan kepada seorang profesional, seperti psikolog, psikiater, atau terapis. Hal ini sangat membantu rasa kesepian yang dirasakan karena kita dapat merasa didengar dan dihargai oleh seseorang. Seorang profesional dapat membantu kita dengan menyarankan langkah-langkah yang dapat dilakukan dan dapat membantu kita membangun keterampilan untuk mengatasi rasa kesepian.[20]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b Halim, Cindy Frencya; Dariyo, Agoes (2016). "Hubungan Psychological Well-Being dengan Loneliness pada Mahasiswa yang Merantau". Journal Psikogenesis (dalam bahasa Inggris). 4 (2): 170–181. doi:10.24854/jps.v4i2.344. ISSN 2597-7547. 
  2. ^ Dini, Ferina Oktavia; Indrijati, Herdina (2014). "Hubungan antara kesepian dengan perilaku agresif pada anak didik di lembaga pemasyarakatan anak blitar". Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental. 3 (03). 
  3. ^ Sembiring, Kembaren Dianelia R (2017). "Hubungan Antara Kesepian Dan Kecenderungan Narsisistik Pada Pengguna Jejaring Sosial Media Instagram" (PDF). Jurnal Psikologi. 16 (2): 147–154. 
  4. ^ Cacioppo, John; Patrick, William, Loneliness: Human Nature and the Need for Social Connection, New York: W.W. Norton & Co., 2008. ISBN 978-0-393-06170-3. Science of Loneliness.com Diarsipkan 1 September 2008 di Wayback Machine.
  5. ^ Pittman, Matthew; Reich, Brandon. "Social media and loneliness: Why an Instagram picture may be worth more than a thousand Twitter words". Computers in Human Behavior. 62: 155–167. doi:10.1016/j.chb.2016.03.084. [pranala nonaktif permanen]
  6. ^ Peplau, L.A.; Perlman, D. (1982). "Perspectives on loneliness". Dalam Peplau, Letitia Anne; Perlman, Daniel. Loneliness: A sourcebook of current theory, research and therapy. New York: John Wiley and Sons. hlm. 1–18. ISBN 978-0-471-08028-2. 
  7. ^ Sharaswaty, N. T. (2009). Hubungan Kesepian dan Agresi Pada Remaja Yang Sedang Berpacaran.
  8. ^ Saputri, N. S., Rahman, A. A., & Kurniadewi, E. (2012). Hubungan antara kesepian dengan konsep diri mahasiswa perantau asal Bangka yang tinggal di Bandung. Psympathic: Jurnal Ilmiah Psikologi, 5(2), 645-654.
  9. ^ Astutik, D. (2019). Hubungan kesepian dengan psychological well-being pada lansia di Kelurahan Sananwetan Kota Blitar (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).
  10. ^ Hardika, Jelang; Noviekayati, Igaa; Saragih, Sahat (9 Juli 2019). "Hubungan Self-Esteem dan Kesepian dengan Kecenderungan Gangguan Kepribadian Narsistik pada Remaja Pengguna Sosial Media Instagram". Psikosains: Jurnal Penelitian dan Pemikiran Psikologi (dalam bahasa Inggris). 14 (1): 1–13. doi:10.30587/psikosains.v14i1.928. ISSN 2615-1529. 
  11. ^ Azizah, A. N., & Rahayu, S. A. (2016). Hubungan self-esteem dengan tingkat kecenderungan kesepian pada lansia. Jurnal Penelitian Psikologi, 7(2), 40-58.
  12. ^ Suwondo, Adrian (2021-02-17). "Merasa Kesepian Menurut Psikologi". kampuspsikologi.com. Diakses tanggal 2022-04-09. 
  13. ^ a b Dewi, L. A. K. (2013). Hubungan antara Kesepian dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja dengan Orangtua yang Bercerai. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, 2(03), 25.
  14. ^ Santrock, J.W. (2002). Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5 jilid 1. Jakarta: Erlangga. 
  15. ^ Fajar, Kemal Al (2016-10-03). "Efek Kesepian dan Galau Bagi Kesehatan • Hello Sehat". Hello Sehat. Diakses tanggal 2022-03-03. 
  16. ^ Asatryan, Klra (2015). "4 Disorders That May Thrive on Loneliness | Psychology Today". www.psychologytoday.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-03-03. 
  17. ^ Gammon, Katharine (2012-03-02). "Why Loneliness Can Be Deadly". livescience.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-03-03. 
  18. ^ Pappas, Stephanie (2013-01-20). "Loneliness Is Bad for Your Health, Study Suggests". livescience.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-03-03. 
  19. ^ "This Is Your Brain on Loneliness | Psychology Today". www.psychologytoday.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-08-23. Feeling lonely can cause hypervigilance, a state in which we see rejection and social threats everywhere. 
  20. ^ a b cigna.com (2019). "How to Deal with Loneliness: 5 Ways to Stop Feeling Lonely". www.cigna.com. Diakses tanggal 2022-03-03. 
  21. ^ Andini, Widya Citra (2021-01-15). "Langkah Mengatasi Kesepian, Agar Hidup Lebih Semangat". Hello Sehat. Diakses tanggal 2022-03-03. 
  22. ^ Goldsmith, Barton (2022). "7 Tips for Dealing with Loneliness | Psychology Today". www.psychologytoday.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-03-03. 
  23. ^ Scott, Elizabeth (2021). "9 Coping Mechanisms to Try If You're Feeling Lonely". Verywell Mind (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-03-03. 
  24. ^ Makarim, Fadhli Rizal (23/10/2020). "Memelihara Hewan, Ini Manfaatnya untuk Kesehatan Mental". halodoc. Diakses tanggal 3/3/2022. 
  25. ^ Stinchcombe, Colleen; Hurwitz, Kelsey (2020-08-31). "Feeling Lonely During Quarantine? Here's How to Cope With Those Sad Feelings". Woman's Day (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-03-03. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]