Kotak Musik
KOTAK MUSIK
Rusmayanti A.
SMK N 2 Padang
DEVA dan Hesni sedang berbelanja di supermarket, tanpa sengaja Hesni melihat Danang yang sedang memilih kotak musik.
“Wah...! Lihat, deh, cowok itu kan anak baru di kelas kita, kan, Va."
“Iya, kamu dari tadi aku perhatiin, lihat dia terus, emangnya lu ngeliat ada yang aneh dengannya?”
“Aneh...! nggak, tuh, tapi ia romantis juga, yach, beli kotak musik berwama pink, pasti ceweknya nggak mau, tuh, kehilangan cowok sepertinya, ah..., namanya siapa, sich ?
“Namanya Danang.”
“Danang... nama yang aneh,”
“Ya aneh, tapi menurut gue, dia nggak romantis, dech, masa kado ultah buat pacar cuma kotak musik, coba kalau kalung atau cincin emas, itu baru romantis.” “I.. dih, lo matre amat sich...”
Deva dan Hesni yang lagi memperhatikan Danang terkejut ketika mereka melihat kotak musik yang dibeli Danang tidak hanya satu, tapi sekaligus lima kotak musik, aneh.
Kira-kira pkl. 09.00 WIB polisi masuk ke tiap-tiap kelas dan polisi pun melangkah menuju kelas Deva diiringi oleh guru Fisika.
“Anak-anak semua, harap berdiri karena di sekolah kita dicurigai ada pengedar obat-obat terlarang. Jadi, kalian tidak boleh mengeluarkan sesuatu dari dalam tas kalian.”
“Baiklah, Pak, silakan periksa tas anak-anak di dalam kelas ini.”
Semua murid di kelas saling memandang satu sama lain dan di tas Danang ditemukan sebuah bingkisan, Polisi pun bertanya pada Danang.
“Maaf, Dek, saya terpaksa membuka bingkisan ini.”
“Maaf, Pak, itu kado buat teman saya yang lagi berulang tahun.”
“Tapi, maaf, Dek, saya terpaksa membuka bingkisan ini.”
“Silakan Pak.”
Polisi pun mulai membuka bingkisan tersebut, ternyata isinya hanya kotak musik. Semua anak-anak di kelas bersorak pada Danang.
“Uu... dasar nggak bermodal, pacar ultah, hadiahnya cuma kotak musik, nggak salah, tuh..,. tampang keren modal kering.”
Di tempat yang sama, Hesni melihat Danang lagi sedang memilih kotak musik. Tapi, hari ini Danang kelihatan bingung memilih kotak musik. Hesni pun menghampiri Danang.
“Hai lagi cari apa, sich...? Kalau boleh nebak pasti lagi cari kado buat pacar, yach.”
"Ummm..., nggak, kok, gue lagi cari kotak musik buat teman.”
“Oh, kalau gitu, biar gue tolongin, yach.”
“Boleh.”
“Nah, ini pasti cantik, dech, buat teman spesial loe.”
“Hmmm..., cantik, sich, cantik, tapi gue nggak suka.”
“Gimana kalau ini?” “Maaf, yach!! Itu juga bukan, tuch.”
Hesni tidak bosan-bosannya mencarikan kotak musik buat Danang. Tapi, satu pun tidak ada yang sesuai dengan selera Danang.
“Sorry, ya, Hes, bukan gue nggak menghargai bantuan loe, tapi gue lagi cari kotak musik yang ada kuncinya.”
“Kalau gue boleh tahu, mengapa harus pakai kunci?”
“Yach..., selera gue memang aneh, tapi teman gue suka dengan keanehan gue itu.”
“Gimana kalau kita ke toko lain, mungkin saja di sana ada.”
“Oh..., nggak usah repot-repot Hes, di rumah gue masih banyak, kok.”
“Masih banyak, kok, loe mau beli lagi, apa nggak mubazir...?”
“Dibilang mubazir, nggak juga, tuch, lagian gue suka, kok, ngoleksi kotak musik.”
“Kapan-kapan boleh nggak gue ke rumah loe.”
“Ke rumah gue? ngapain...?”
“Yach..., mungkin juga gue tertarik dengan koleksian yang loe pertahankan. Kalau loe nggak keberatan gue pengen beli koleksian loe, boleh, yach Nang... satu... aja.”
“Beli...? Nggak salah, nich, loe, kan, teman gue, loe boleh ambil aja, kok, besok pulang sekolah loe minta izin dulu sama ortu loe, kalau loe pulangnya telat, besok loe boleh ambil berapa saja yang loe mau.”
“Oh ya, Nang, mengapa, sich harus kotak musik, apa loe nggak ada berfikir untuk ngasih kado yang lain buat teman-teman loe.”
“Pilihan lain, maksud loe apa, sich, gue nggak ngerti sama sekali yang loe bilang ke gue.”
“Maksud gue, apa loe nggak pengen ngasih kado yang lebih menarik atau yang berbeda dari sebelumnya, misalnya boneka, atau juga bisa perhiasan, agar teman loe nggak merasa bosan, kan nggak masalah tuh kalau sekali-kali berbeda dari yang sebelumnya.”
“Kalau masalah bosan gue rasa nggak, tuh, malahan teman gue ketagihan dengan apa yang gue berikan kepada mereka”
54
“Kalau loe nggak percaya ntar sore, loe jadi kan pergi bareng ama gue ke tempat yang biasanya gue ngasihkan bingkisan ini buat teman-teman gue.”
“Ya, jadi lah.”
Ternyata sepulang sekolah Danang benar-benar menepati janjinya.
“Loe mau ke rumah gue dulu apa mau nemanin gue cari kotak musik.”
“Cari kotak musik dulu, dech, lagian hari ini kita pulang cepat.”
“Emangnya kalau pulang agak kemalaman ortu loe nggak marah?”
"Ortu gue tadi pergi ke luar kota, paling cepat mereka pulang satu minggu lagi.”
"Kalau gitu, loe mau kan nemanin gue nganterin kotak musik ini ke tempat gue nongkrong.”
"Oh..., nggak apa-apa, kok, daripada gue bengong sendirian di rumah lebih baik gue jalan bareng ama loe.”
Hesni dan Danang berangkat dengan mobil. Hesni terkejut melihat 10 kotak musik.
"Itu buat siapa sich, kok banyak banget.”
“Oh, itu buat teman-teman gue.”
“Jadi, loe selama ini repot-repot cari kotak musik hanya buat teman, emangnya loe dibayar berapa? Sampai-sampai waktu luang loe hanya cari kotak musik doang.”
“Rp100. 000/Rp200. 000 atau sampai Rp400.000.”
"Ha... loe bercandakan...? Masa, sich, kotak musik yang loe beli dengan puluhan ribu dibeli lagi sampai harga ratusan ribu, ah, nggak mungkin.”
“Loe nggak percaya lihat aja nanti, loe pasti kaget, dech, gue jamin, dech”
Semua yang dikatakan Danang itu benar, Hesni sangat keheranan dan aneh, sebenarnya di balik kotak musik itu ada apa sich. Hesni yang lagi keheranan memikirkan kotak musik, dikejutkan oleh suara handphone Danang yang berbunyi. Hesni memberanikan diri untuk membaca SMS yang dikirimkan seseorang yang tak dikenalnya.
55
Hesni bertambah kaget, masa satu kotak musik harganya sampai 1 juta, gue nggak lagi mimpi, nich.
“Hai Hes, apa kita jadi beli kotak musik?”
Hesni yang sedang kebingungan kaget mendengar suara Danang.
“Hmm nggak usah, dech, gue tiba-tiba jadi pusing, nich.”
“Pusing? Emangnya loe kenapa? Sakit?”
“Nggak gue heran aja, setelah baca SMS dari teman loe, masa satu kotak ia berani bayar 1 juta.”
“1 juta, mana handphone gue, biar langsung gue antarin.
Danang langsung merebut HP dari tangan Hesri. Hesni terheran-heran melihat wajah Danang yang berubah seketika.
“Lho, kok loe bingung, ayo balas, dong, SMS-nya, kalau loe terima bayaran itu.”
“Gue nggak bingung, kok.”
“Gue heran, dech, sebenamya kotak musik itu mengandung arti apa, sich.”
Hesni memberanikan diri untuk bertanya walaupun ia merasa berat hati untuk ikut campur masalah pribadi Danang-
“Suatu saat nanti loe pasti akan tahu,” Danang menjawab dengan gugup.
“Oh, ya, Nang, kalau gue boleh tahu, nich, kenapa sich loe harus menjual koleksian loe, emangnya duit dari hasil kotak musik yang udah loe jual tuh buat apaan, sich.”
“Buat biaya sekolah gue dan adik gue.”
“Emangnya bo-nyok loe nggak peduli dengan pendidikan dan masa depan kalian?”
“Bo-nyok gue udah dipanggil semenjak dua tahun yang lalu.”
“Sorry, yach, Nang, bukan maksud gue...”
“Ah, nggak apa-apa, kok, sekarang gue antar loe pulang, yach, rencana untuk ke rumah gue diundur aja, sebab mesti cepat-cepat anterin pesanan teman gue dulu.”
Di sekolah terdengar suara Deva memanggilku.
“Hai Hes, ke mana aja loe kemarin, ditelepon ke HP loe nggak aktif, ditelepon ke rumah, pembantu loe bilang loe
56
“Gue pergi ama Danang. Tau nggak loe, tuh anakemang aneh banget.”
“Aneh...! Maksudnya apa, sich bukannya malah senang, kok malah sewot gitu, kayak nenek peyot, tau.”
“Yach, pokoknya aneh gitu, dech, tau nggak loe ternyata kotak musik yang dibeli Danang itu bukan buat pacarnya, melainkan buat teman-temannya yang dijual dengan harga yang lebih tinggi, sampai ratusan ribu.”
"Ha... dijual! Emangnya ia mau bisnis kotak musik, apa?”
"Ya... gitu dech.”
Di lain waktu Danang mengajak ke rumahnya untuk menepati janjinya yang kemarin. Di atas mobil aku merasa kehausan dan Danang turun membelikan aku minuman kaleng, tiba-tiba HP Danang berbunyi, otomatis gue periksa SMS yang masuk dan ternyata, seseorang memesan kotak musik dengan harga dua juta satu kotak musik.
“Siapa Hes, kok manyun, sich, dari pacar gue, yach, emangnya kenapa loe cemburu.”
“Ini dari teman Joe, dia mau minta kirimin kotak musik foe dengan harga dua juta.”
“Duit semua Hes, nggak pake daun, kan. Coba lihat.”
“Nieh.”
Rona wajah Danang kelihatan pucat pasi.
“Ada apa Nang, kok loe pucat, sich, loe sakit.”
“Gue nggak sakit, kok."
"Terus, wajah loe kok pucat gitu, sich.”
"Gue cuma takut Hes, sebenarnya gue nggak mau kehilangan loe, Loe mau nggak tunggu gue sampai datang kalau seandainya gue pergi jauh. Sebab hari ini mungkin terakhir gue bertemu sama loe, Hes.”
"tujur? Maksud loe, apa, sich, gue semakin nggak ngerti?
“Mungkin gue akan pergi dari kota ini buat beberapa than dan apabila gue datang loe mau maafin semua kesalahan gue yang toe ketahui setelah kepergian gue ini.
"Maksud loe apa, sich, gue tambah nggak ngerti.”
“Giro mencintai loe Hes, perasaan gue sangat jauh berbeda terhadap foe daripada cewek lain. Gue berjanji akan
57
“Udah dech, gue mau sekarang juga loe bawa gue ke tempat koleksian loe.”
Setiba di rumah Danang, Hesni langsung menuju ke ruang khusus koleksian Danang. Ternyata memang banyak kotak musik yang berkunci di ruang tersebut.
“Ambil aja berapa yang loe mau Hes,” suara Danang mengagetkan lamunanku.
“Gue ambil ini aja ya Nang, boleh nggak gue minta dua Nang, boleh ya..., please,” aku seperti pengemis lagi minta-minta.
“Ya, nggak apa-apa, kok,” kulihat senyuman Danang yang memikat.
Sepulang dari rumah Danang, Hesni langsung curhat dengan Deva kalau ia sudah jadian sama Danang dan ia membawa dua kotak musik yang cantik pulang dan dipajang di atas meja belajarnya.
Sudah satu minggu Danang tidak masuk sekolah, Hesni yang sangat merindukan Danang mengunjungi rumah Danang. Hesni terkejut rumah Danang dipagari dengan garis polisi. Hesni langsung pulang dan menjumpai orang tuanya yang sudah balik dari luar kota.
“Mama, Papa, kapan datang, oleh-oleh buatku mana?”
“Oleh-oleh untukmu sudah ada di kamar, sekarang ganti baju, kita akan makan di luar, okey,”
“Okey, dech."
Setiba di kamar Hesni langsung menukar pakaiannya, ia bersiap-siap makan di luar bersama ortunya. Tiba-tiba Hesni melihat koran bertulis kotak musik dengan huruf yang tebal di atas sofanya. Kebetulan tadi ortunya Hesni membeli makanan kesukaan Hesni. Jadi, makanan tersebut diberi bungkusan luar dengan koran. Hesni merasa ada yang menariknya untuk membaca koran bekas tersebut. Air mata Hesni langsung membasahi pipinya. Ternyata selama ini kotak musik yang dikoleksi Danang berisi obat terlarang. Dan semua kotak musik milik Danang disita oleh polisi. Sekarang Danang jadi buronan polisi. Hesni langsung membuka kotak musik yang diambilnya di lemari tempat koleksian Danang, ternyata benar kedua kotak musik itu berisi narkoba. Lagi-lagi Hesni dikejutkan oleh suara Hp-nya.
“Hesni maafkan gue, gue berjanji akan merubah hidup gue, seperti yang loe mau, gue harap loe selalu menunggu dan menepati janji kita.”
Sambil meneteskan air mata, Hesni membalas SMS dari Danang.
“Gue akan selalu setia menunggu loe. Gue sudah tahu apa yang terjadi dan gue harap loe bisa melupakan dunia gelap loe, jangan lupa, sering menghubungi gue."
Sebuah gambar seharusnya muncul pada posisi ini dalam naskah. Jika Anda bisa menyediakannya, lihat Wikisource:Pedoman gambar dan Bantuan:Menambah gambar sebagai panduan. |