[go: up one dir, main page]

Lompat ke isi

Sejarah Internet Indonesia/Orang Indonesia di Luar Negeri

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Orang Indonesia di Luar Negeri

[sunting]

Perkembangan infrastruktur internet pertama di Indonesia juga banyak dipengaruhi oleh aktifitas mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri pada era tahun 80-an. Ketika itu, salah satu fasilitas komunikasi yang dapat diakses mahasiswa di sejumlah universitas di luar negeri adalah koneksi internet. Mereka memanfaatkan fasilitas tersebut untuk dapat saling terhubung satu sama lain, dimulai dengan membentuk suatu komunitas mahasiswa Indonesia yang belajar di universitas

Pada era Orde Baru ketika rezim Soeharto berkuasa, banyak isu/topic pembicaraan bernuansa social-politik yang dianggap “tabu”, terlarang untuk dibicarakan, terutama bila menyangkut masalah politik dan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan). Mahasiswa sebagai salah satu kaum intelektual sempat mengalami berbagai bentuk pencekalan terhadap kegiatan-kegiatan maupun wacana yang berhubungan dengan isu/topic yang “tabu” itu. Keingintahuan mereka mengenai kondisi di Indonesia ternyata terpenuhi dengan dibentuknya sejumlah mailing list oleh mahasiswa Indonesia di luar negeri. Memang, pada mulanya mailing list tersebut tidak dibuat sebagai ajang diskusi urusan social-politik Indonesia, namun lebih sebagai sarana berkomunikasi antar mahasiswa ‘perantauan’, untuk saling bertukar informasi seputar kegiatan mereka di masing-masing sekolah/universitas dan mengenai berbagai kabar dari tanah air. Namun kemudian, permasalahan social-politik Indonesia pun tidak luput dari topic pembicaraan/diskusi mereka. Mereka merasa lebih ‘aman’ untuk membicarakan suatu permasalahan yang menyangkut urusan social-politik nasional, karena pada saat itu mereka hanya saling terhubung satu-sama lain dengan mahasiswa Indonesia yang juga kuliah di luar negeri, sehingga tidak ada ‘pengawasan’ dari pemerintah.

Pada akhirnya, terbentuklah komunitas-komunitas mahasiswa Indonesia di luar negeri. Dimulai dengan dibentuknya mailing list Janus Garuda Indonesia (Janus) dengan alamat e-mail indonesians@janus.berkeley.edu pada tahun 1987, oleh Eka Ginting, yang ketika itu sedang kuliah di University of Seattle, Amerika Serikat. Ginting memanfaatkan server yang ada di University of California ~ Berkeley. (Lim, 2005) Diskusi yang dilakukan dalam milis ini mula-mula bersifat saling tukar informasi dan kemudian baru menyangkut berbagai isu seputar masalah social-politik yang terjadi di tanah air. Diskusi kemudian mulai membahas seputar isu SARA sehingga terjadi perpecahan di antara peserta milis, khususnya kelompok-kelompok mahasiswa Indonesia yang beragama Islam dan Kristen. Perpecahan ini kemudian berujung pada terbentuknya sejumlah mailing list kecil berbasis agama (Islam dan Kristen), seperti is-lam@isnet.org, dialog@isnet.org (berisi diskusi tentang Islam, muslim dan non-muslim) dan paroki@paroki.org (untuk umat Katolik Indonesia), iccn@dbs.informatik.uni-muenchen.de (Indonesian Christian Computer Network).

Hingga tahun 1989, belum ada lagi mailing list yang dibentuk mahasiswa Indonesia, dan barulah kemudian, pada tahun 1989 dibentuklah UK-NET oleh mahasiswa Indonesia yang berkuliah di Inggris, disusul dengan INDOZNET – Indonesia-Australia-Network, yang dibentuk mahasiswa Indonesia di Australia, dan kemudian terbentuk pula Isnet (the Islamic Network), milis yang ditujukan terutama bagi mahasiswa Muslim Indonesia yang berkuliah di Amerika Serikat. (Lim, 2005)

Ketika kemudian mereka kembali ke Indonesia, mereka tetap merasakan perlunya koneksi internet untuk membantu komunikasi dan pertukaran informasi / data, namun kala itu perguruan tinggi di Indonesia belum memiliki infrastruktur yang memadai bagi akses internet. Baru beberapa perguruan tinggi yang mencoba membangun jaringan komunikasi / network local kampus, dan itupun masih menggunakan radio paket link, dengan kecepatan akses yang sangat lambat. Di antara perguruan-perguruan tinggi tersebut adalah ITB, UI, dan UGM.

Maka kemudian, sejumlah mahasiswa/akademisi yang baru kembali dari studi di luar negeri tersebut mulai melakukan berbagai penelitian dan kemudian berupaya membangun jaringan komunikasi (data), mula-mula di kampus mereka masing-masing, dan pada akhirnya, mereka akan mencoba menyambungkan jaringan local kampus tersebut dengan kampus lain, lembaga-lembaga pemerintah, dan pada akhirnya dengan jaringan internet global. Perkembangan tersebut akan diceritakan di bagian lain dari tulisan ini.