Gunung Galunggung
Gunung Galunggung | |
---|---|
Titik tertinggi | |
Ketinggian | 2,168 m (7,113 ka) |
Senarai | Ribu |
Koordinat | 7°15′24″S 108°04′37″E / 7.2567315°S 108.0770588°EKoordinat: 7°15′24″S 108°04′37″E / 7.2567315°S 108.0770588°E |
Geografi | |
Lokasi | Jawa Barat, Indonesia |
Geologi | |
Jenis gunung | Stratovolkano |
Letusan terakhir | Januari 1982 |
Gunung Galunggung (Aksara Sunda Baku: ᮌᮥᮔᮥᮀ ᮍᮜᮥᮀᮍᮥᮀ) merupakan sebuah gunung berapi yang terletak di Jawa di negara Indonesia. Gunung ini mempunyai ketinggian setinggi 2,168 meter daripada aras laut.
Kawasan sekelilinng hutan ini mempunyai hutan Montane pada ketinggian 1,200 - 1,500 meter dan hutan ericaceous pada ketinggian melebihi 1,500 meter. Terdapat juga beberapa daya tarikan wisata yang ditawarkan antara lain objek wisata dan daya tarik wanawisata dengan areal seluas kurang lebih 120 hektare di bawah pengelolaan Perum Perhutani. Objek yang lainnya seluas kurang lebih 3 hektar berupa pemandian air panas (Cipanas) lengkap dengan kemudahan kolam renang, kamar mandi dan bak rendam air panas.
Sejarah peletusan
[sunting | sunting sumber]Sebahagian kandungan di laman rencana ini menggunakan istilah atau struktur ayat yang terlalu menyebelahi gaya bahasa negara tertentu hasil penggunaan semula kandungan sumber tanpa pengubahsuaian. Anda diminta mengolah semula gaya bahasa rencana ini supaya penggunaan istilah di rencana ini seimbang, selaras serta mudah difahami secara umum dalam kalangan pengguna bahasa Melayu yang lain menggunakan laman Istilah MABBIM kelolaan Dewan Bahasa dan Pustaka. Silalah membantu. Kata nama khas dan petikan media tertentu (seperti daripada akhbar-akhbar atau dokumen rasmi) perlu dikekalkan untuk tujuan rujukan. Sumber perkamusan dari Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia juga disediakan. Anda boleh rujuk: Laman Perbincangannya • Dasar dan Garis Panduan Wikipedia • Manual Menyunting |
Gunung Galunggung tercatat pernah meletus pada tahun 1822 (VEI=5). Tanda-tanda awal letusan diketahui pada bulan Julai 1822, di mana air Cikunir menjadi keruh dan berlumpur. Hasil pemeriksaan kawah menunjukkan bahwa air keruh tersebut panas dan kadang muncul kolom asap dari dalam kawah. Kemudian pada tanggal 8 Oktober s.d. 12 Oktober, letusan menghasilkan hujan pasir kemerahan yang sangat panas, abu halus, awan panas, serta lahar. Aliran lahar bergerak ke arah tenggara mengikuti aliran-aliran sungai. Letusan ini menewaskan 4.011 jiwa dan menghancurkan 114 desa, dengan kerusakan lahan ke arah timur dan selatan sejauh 40 km dari puncak gunung.
Letusan berikutnya terjadi pada tahun 1894. Di antara tanggal 7-9 Oktober, terjadi letusan yang menghasilkan awan panas. Lalu tanggal 27 dan 30 Oktober, terjadi lahar yang mengalir pada alur sungai yang sama dengan lahar yang dihasilkan pada letusan. Letusan kali ini menghancurkan 50 desa, sebagian rumah ambruk karena tertimpa hujan abu.[1]
Pada tahun 1918, di awal bulan Juli, letusan berikutnya terjadi, diawali gempa bumi. Letusan tanggal 6 Juli ini menghasilkan hujan abu setebal 2–5 mm yang terbatas di dalam kawah dan lereng selatan. Dan pada tanggal 9 Juli, tercatat pemunculan kubah lava di dalam danau kawah setinggi 85m dengan ukuran 560x440 m yang kemudian dinamakan Gunung Jadi.[1]
Letusan terakhir terjadi pada tanggal 5 Mei 1982 (VEI=4) disertai suara dentuman, pijaran api, dan kilatan halilintar. Kegiatan letusan berlangsung selama 9 bulan dan berakhir pada 8 Januari 1983. Selama periode letusan ini, sekitar 18 orang meninggal, sebagian besar karena sebab tidak langsung (kecelakaan lalu lintas, usia tua, kedinginan dan kekurangan pangan). Perkiraan kerugian sekitar Rp 1 juta dan 22 desa ditinggalkan tanpa penghuni.
Letusan pada periode ini juga telah menyebabkan berubahnya peta wilayah pada radius sekitar 20 km dari kawah Galunggung, yaitu mencakup Kecamatan Indihiang, Kecamatan Sukaratu dan Kecamatan Leuwisari. Perubahan peta wilayah tersebut lebih banyak disebabkan oleh terputusnya jaringan jalan dan aliran sungai serta areal perkampungan akibat melimpahnya aliran lava dingin berupa material batuan-kerikil-pasir.
Pada periode pasca letusan (yaitu sekitar tahun 1984-1990) merupakan masa rehabilitasi kawasan bencana iaitu dengan menata kembali jaringan jalan yang terputus, pengerukan lumpur/pasir pada beberapa aliran sungai dan saluran irigasi (khususnya Cikunten I), kemudian dibangunnya check dam (kantong lahar dingin) di daerah Sinagar sebagai 'benteng' pengaman melimpahnya banjir lahar dingin ke kawasan Kota Tasikmalaya. Pada masa tersebut juga dilakukan eksploitasi pemanfaatan pasir Galunggung yang dianggap bermutu untuk bahan material bangunan maupun konstruksi jalan raya. Pada tahun-tahun kemudian hingga saat ini usaha pengerukan pasir Galunggung tersebut semakin berkembang, bahkan pada awal perkembangannya (sekitar 1984-1985) dibangun jaringan jalan Kereta Api dari dekat Stasiun Indihiang (Kp. Cibungkul-Parakanhonje) ke check dam Sinagar sebagai jalur khusus untuk mengangkut pasir dari Galunggung ke Jakarta. Letusannya juga menyebabkan British Airways Penerbangan 9 terpaksa mendarat darurat di Bandara Halim Perdanakusuma, setelah keempat mesinnya mati total.
Rujukan
[sunting | sunting sumber]- ^ a b PVMBG. 2014. http://vsi.esdm.go.id/index.php/gunungapi/data-dasar-gunungapi/523-g-galunggung?start=1. diakses pada 25 Februari 2017
Pautan luar
[sunting | sunting sumber]- Media berkenaan Gunung Galunggung di Wikimedia Commons
- (Inggeris) S. Brantley & H. Glicken (1986). "Volcanic Debris Avalanches". Earthquakes & Volcanoes. 18 (6): 195–206. Dicapai pada 2011-08-20.