[go: up one dir, main page]

Suku Sentani

suku bangsa di Indonesia

Suku Sentani adalah kelompok etnis yang mendiami wilayah Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua.[1] Terutama di sekitar danau Sentani dan sebagian kotamadya Jayapura. Jumlah populasinya sekitar 30.000 jiwa.[1]

Sentani
Orang sentani dari Kampung Yoka, 1903
Jumlah populasi
30.000[1]
Daerah dengan populasi signifikan
Papua (Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura)
Bahasa
Sentani, Melayu Papua, dan Indonesia
Agama
Kekristenan (terutama Protestan), Islam
Kelompok etnik terkait
Demta • Nafri • Tabla

Distribusi

sunting

Permukiman suku Sentani terpusat di tiga wilayah geografis. Pertama, kelompok barat yang terkonsentrasi di Pulau Yonokom. Di pulau ini terdapat beberapa kampung seperti Doyo, Sosiri, Yakonde, dan Dondai. Di daratan sebelah barat pulau ini berdiam suku Moy di kampung-kampung, seperti Sabron Yaru, Dosai, Waibon, dan Maribu. Mereka memiliki dialek sendiri.

Kedua, kelompok timur yang terkonsentrasi di Pulau Asei. Kelompok ini tersebar dalam empat kampung, yaitu Ayapo, Asei Kecil, Waena, dan Yoka. Ketiga, kelompok tengah yang terkonsentrasi di Pulau Ifar. Kampung-kampung mereka adalah Kabetrow, Ifar Besar, Ifar Kecil, dan Yoboi.[1]

Budaya

sunting

Perlu diketahui bahwa suku Sentani menggunakan bahasa yang termasuk Rumpun bahasa Trans-Nugini dan bukanlah Austronesia. Akan tetapi beberapa contoh budaya Sentani adalah budaya Austronesia.[2]

Rumah tradisional

sunting
 
Kombo, rumah panggung sentani untuk inisiasi laki-laki di Asei, 1903
 
Khogo, rumah tinggal Sentani pada masa lampau

Suku Sentani memiliki tiga jenis rumah Kombo (rumah inisiasi laki-laki, berbentuk limas), Obee (balai adat, berbentuk persegi empat dengan atap pelana), dan Khogo (rumah tinggal, berbentuk persegi empat dengan sisi tertutup unsur atap). Konstruksi rumah Sentani merupakan rumah panggung yang menggunakan kayu sowang (Xanthostemon sp.) yang ditancapkan ke dasar danau, berdinding pelepah sagu, memiliki lantai dari papan batang sagu, dan beratap daun sagu.[2] Bentuk Kombo beragam dengan bentuk dasar seperti rumah Kariwari (persegi delapan), di Kampung Ifale, berbentuk peresegi empat, sedangkan di Kampung Asei berbentuk persegi duabelas. Berhubungan dengan jumlah 12 klan di Kampung Asei. Atap bangunan tersebut berbentuk limasan bertingkat, untuk Kampung Ifale bersusun dua, tiga untuk Kampung Asei. Atap bangunan (yam) ditopang oleh tiang sentral pada bangunan yang disebut orolu. Pada bubungan akan diberi tutupan mali, yang pada puncaknya dapat dihias dengan stupa emas rara atau patung pada masa lampau. Kemudian banguan akan dihias oleh totem klan atau ukiran, yang membedakannya dengan rumah milik ondofolo lain.[3]

Gerabah

sunting

Penggunaan gerabah tidak ditemukan di daerah lain di Papua kecuali di pesisir utara Papua, khususnya suku sentani dan Kurudu. Pusat kebudayaan gerabah Sentani terletak di Abar. Gerabah Abar ini dibuat menggunakan pasir dan tanah liat dan bisa berupa tempayan besar yang disebut hele untuk menyimpan tepung sagu atau air, atau berbentuk tempayan kecil yang disebut helai yang digunakan untuk memasak ikan, belut, siput, dan lain lain. Sedangkan kende merupakan piring lonjong untuk tempat hidangan.[2]

 
Cetakan Tato yang ditemukan saat Ekspedisi Wichmann di utara pulau Papua, 1903, ditekankan ke kulit untuk memberi bekas dan alur tato.

Budaya Tato juga merupakan contoh budaya Austronesia yang dimiliki oleh suku Sentani yang biasanya dipakai di wajah, tangan dan kaki. Tato adalah simbol kekuasaan, kecantikan, dan status sosial dalam masyarakat. Jenis tato akan bervariasi bergantung pada status sosial seperti Ondofolo, pemimpin adat tertinggi; kotekol, kepala suku; yobu/yoholom, masyarakat biasa. Cara pentatoan menggunakam duri sagu atau duri umbi yang menggunakan campuran getah dan arang. Pria akan menggunakan tato pada hidung dan dahi dengan desain simpel, sedangkan wanita menggunakan desain lebih rumit pada dahi, punggung, lengan dan betis.[2]


Galeri

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d Zulyani,, Hidayah,. Ensiklopedia suku bangsa di Indonesia (edisi ke-Edisi kedua). Jakarta. ISBN 9789794619292. OCLC 913647590. 
  2. ^ a b c d Suroto, Hari (2017-07-31). "BUDAYA AUSTRONESIA Dl KAWASAN DANAU SENTANI". Jurnal Penelitian Arkeologi Papua Dan Papua Barat. 8 (2): 121–128. doi:10.24832/papua.v8i2alt=Dapat diakses gratis . ISSN 2085-9767. Diakses tanggal 2023-02-1. 
  3. ^ Mahmud, M. Irfan (2010). Arsitektur Rumah Tradisional Sentani Papua (PDF). Jakarta: Direktorat Tradisi, Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni, dan Film. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. ISBN 9789794619292.