[go: up one dir, main page]

Shafiyah binti Huyay

istri ke-11 nabi Muhammad

Shafiyah binti Huyay (Bahasa Arab صفية بنت حيي, Shafiya/ Shafya/ Safiyyah/ Sofiya) (sekitar 612 - 672 M) adalah salah satu istri Nabi Muhammad (ﷺ) yang berasal dari suku Bani Nadhir. Ketika dinikahi Rasulullah, ia belum genap berumur 17 tahun atau baru saja berumur 17 tahun.[1] Ia mendapatkan gelar "Ummul mu'minin".[2] Ayahnya adalah ketua suku Bani Nadhir, salah satu Bani Israel yang bermukim di sekitar Madinah.

Shafiyah binti Huyay
Ummul Mu'minin
Kelahiran612 M
Madinah
Kematian672 M
Madinah
SuamiKinanah bin al-Rabi (menikah th 627 - meninggal th 628)
Muhammad (menikah th 628 sampai akhir hayat beliau di th 632)
Nama lengkap
صفية بنت حيي
WangsaBanu Nadhir
AyahHuyay bin Akhtab
IbuBarra binti Samawal
AgamaIslam
Yahudi (sebelumnya)

Genealogi

sunting

Shafiyah binti Huyay bin Akhtab bin Sa’yah bin Amir bin Ubaid bin Kaab bin al-Khazraj bin Habib bin Nadhir bin al-Kham bin Yakhurn, termasuk keturunan Harun bin Imran bin Qahits bin Lawi bin Israel bin Ishaq bin Ibrahim. Ibunya bernama Barrah binti Samawal dari Bani Quraizhah. Shafiyah dilahirkan pada Rabiul Awal, sepuluh tahun sebelum hijrah.[1]

Kehidupan Awal

sunting

Shafiyah lahir di Madinah dan mempunyai seorang ayah bernama Huyay bin Akhtab, kepala suku Yahudi, Banu Nadhir. Ibunya, Barra binti Samawal, berasal dari Banu Quraidhah. Dia merupakan cucu dari Samawal bin Adiya. Menurut sebuah sumber, dia menikah dengan Sallam bin Mishkam, yang mana kemudian keduanya bercerai.[3][4]:134-135

Ketika Banu Nadhir diusir dari Madinah oleh Nabi Muhammad pada tahun 625 karena berkhianat dalam perjanjian,[5] keluarganya pun bermukim di Khaybar, sebuah oasis dekat Madinah.[3] Ayahnya dan saudara laki-lakinya lalu pergi dari Khaybar untuk bergabung dengan pasukan Makkah dan Badui dalam perang menghadapi pasukan Nabi Muhammad di Madinah pada Pertempuran Khandaq. Ketika orang-orang Makkah mundur, Nabi Muhammad pun mengepung Banu Qurayza. Setelah kekalahan Banu Qurayza di tahun 627, ayah Shafiyah, Huyay bin Akhtab yang merupakan musuh lama Nabi Muhammad, ditangkap dan dieksekusi atas perintah beliau.[6]

Di tahun 627 M atau awal 628 M, Shafiyah menikah dengan Kinanah bin al-Rabi yang merupakan bendaharawan Banu Nadhir.[3]

Pertempuran Khaybar

sunting

Pada tahun 628 M, umat muslim menaklukkan berbagai suku yahudi (termasuk Banu Nadhir) pada pertempuran Khaybar. Orang-orang yahudi menyerah, dan diperbolehkan untuk tetap menempati Khaybar dengan syarat mereka wajib memberikan setengah dari hasil panen mereka ke Nabi Muhammad.[7] Tanah tersebut sendiri menjadi bagian dari wilayah Islam.[8] Namun perjanjian ini tidak mencakup Banu Nadhir yang tidak diberi ampun.[9] [10][11]

Pernikahan dengan Nabi Muhammad

sunting

Pasca perang Khandaq, Shafiyah menjadi salah satu tawanannya kaum muslimin. Salah seorang sahabat Nabi Muhammad, yaitu Dihyah, meminta kepada Nabi supaya dirinya diperbolehkan mengambil salah satu tawanan untuk dijadikan budak olehnya.[12] Nabi pun mengizinkan dan Dihyah mengambil Shafiyah. Mengetahui hal itu para sahabat Nabi lainnya melapor kepada Nabi, bahwa Dihyah telah mengambil putri dari kepala suku Banu Nadhir yang kecantikannya begitu luar biasa dan belum pernah mereka lihat sebelumnya. Nabi pun memanggil Dihyah dan mengambil Shafiyah untuk diri beliau. Nabi kemudian mengirimkan Shafiyah ke ibu dari Anas bin Malik untuk dihiasi.[13] Dan malamnya dikembalikan kepada Rasulullah untuk beliau nikahi.[12] Shafiyah mengatakan bahwa dirinya belum genap berusia 17 tahun atau baru saja berusia 17 tahun pada saat ia dibawakan ke kamar Nabi.[1] Kekurang-pastian ini dapat disebabkan oleh dirinya mengetahui pada bulan dan tahun berapa ia dibawakan ke kamar Nabi, namun tidak tahu pasti pada tanggal berapanya.


Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terlibat dalam Perang Khaibar (pada bulan Muharram tahun tujuh Hijriyah), Shafiyyah ketika itu jadi tawanan perang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan pada Shafiyyah pilihan, masuk Islam dan menikah dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ataukah merdeka dan kembali ke kaumnya. Ketika itu Shafiyyah memilih untuk masuk Islam dan menikah dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Pada tahun tujuh Hijriyah tersebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Shafiyyah binti Huyay. Ketika menikah dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, umur Shafiyyah sekitar 17 tahun.

Shafiyyah terkenal cerdas, cantik, punya kedudukan mulia. Ketika ia berpindah ke rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia mendapati ada dua hizb (kelompok), yaitu hizb ‘Aisyah, Saudah dan Hafshah; lalu hizb Ummu Salamah dan istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya.

Shafiyyah meninggal dunia pada bulan Ramadhan tahun 50 Hijriyah pada masa khilafah Mu’awiyah. Inilah pendapat jumhur ulama, sebagaimana disetujui pula oleh Ibnu Hajar dengan menukil perkataan Al-Waqidi, disebutkan dalam Al-Ishabah (4:348). Usianya ketika meninggal dunia adalah 60 tahun.

Para ulama sepakat bahwa Shafiyyah binti Huyay dikuburkan di Baqi’. Ketika meninggal dunia, ia meninggalkan harta peninggalan sekitar 100.000 dirham dalam bentuk tanah dan barang-barang (sekitar 3 Milyar, pen.). Ia telah mewasiatkan sebelumnya wafatnya kepada saudara laki-lakinya yang masih beragama Yahudi, bahwa sepertiga hartanya untuknya.  Awalnya, para sahabat tidak mau menjalankan wasiat tersebut, namun akhirnya dengan saran dari ‘Aisyah wasiat tersebut tetap dijalankan.[1]

Catatan kaki

sunting
  1. ^ a b c Al Tabari. The History of Al-Tabari Volume 39: Biographies of the Prophet's Companions and Their Successors. hlm. 185. ISBN 0-7914-2820-6. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-18. Diakses tanggal 2021-08-18. 
  2. ^ a b c d Stowasser, Barbara. The Mothers of the Believers in the Hadith. The Muslim World, Volume 82, Issue 1-2: 1-36.
  3. ^ a b c Vacca, V (1995). "Safiyya". Dalam P. J. Bearman; Th. Bianquis; C. E. Bosworth; E. van Donzel; W. P. Heinrichs. Encyclopaedia of Islam. 8 (edisi ke-2nd). Brill Academic Publishers. hlm. 817. ISBN 9004098348. ISSN 1573-3912. 
  4. ^ Muhammad ibn Jarir al-Tabari. Tarikh al-Rusul wa'l-Muluk. Translated by Poonawala, K. I. (1990). The History of al-Ṭabarī Volume 9: Last Years of the Prophet. Albany: State University of New York Press.
  5. ^ "Sahih Muslim 1765". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-02-23. Diakses tanggal 2022-04-14. 
  6. ^ Ibn Ishaq. The Life of Muhammad: Translation of Ibn Ishaq's Sirat Rasul Allah. hlm. 184. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-18. Diakses tanggal 2021-07-17. 
  7. ^ "Sahih al-Bukhari 3152". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-17. Diakses tanggal 2021-07-17. 
  8. ^ Veccia Vaglieri, L. "Khaybar". Dalam P.J. Bearman; Th. Bianquis; C.E. Bosworth; E. van Donzel; W.P. Heinrichs. Encyclopaedia of Islam Online. Brill Academic Publishers. ISSN 1573-3912. 
  9. ^ Stillman (1979) p. 18
  10. ^ Al Tabari. The History of Al-Tabari Volume 39: Biographies of the Prophet's Companions and Their Successors. hlm. 185. ISBN 0-7914-2820-6. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-11-22. Diakses tanggal 2021-08-18. 
  11. ^ Al Tabari. The History of al-Tabari, Vol. 8 - The Victory of Islam. hlm. 122–123. ISBN 0-7914-3150-9. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-11-22. Diakses tanggal 2021-08-13. 
  12. ^ a b "Sahih al-Bukhari 371". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-17. Diakses tanggal 2021-07-17. 
  13. ^ "Sahih Muslim 1365f". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-07-17. Diakses tanggal 2021-07-17. 

Referensi

sunting

Lihat pula

sunting