[go: up one dir, main page]

Penyatuan kembali Jerman

Proses dimana Jerman Barat dan Timur kembali menjadi satu negara pada tahun 1990
(Dialihkan dari Reunifikasi Jerman)

Penyatuan kembali Jerman atau Reunifikasi Jerman (Jerman Deutsche Wiedervereinigung) berlangsung pada tanggal 3 Oktober 1990, ketika mantan daerah Republik Demokratis Jerman (Jerman Timur) digabungkan ke dalam Republik Federal Jerman (Jerman Barat).

Papan peringatan yang bertuliskan "Jerman dan Eropa dibagi di sini hingga 10 Desember 1989 pukul 10:15." Terletak di perbatasan Thüringen dan Niedersachsen.

Selepas pemilihan umum bebas pertama Jerman Timur pada tanggal 18 Maret 1990, perundingan di antara Jerman Timur dan Jerman Barat selesai dalam satu kesatuan perjanjian, manakala perundingan di antara Jerman Timur dan Jerman Barat serta empat kuasa pendudukan menghasilkan kononnya "Perjanjian Dua Plus Empat" yang menegaskan kedaulatan penuh kepada negara kesatuan Jerman.

Negara Jerman yang telah bersatu menjadi anggota Komunitas Eropa (kemudian Uni Eropa) dan NATO. Istilah "penyatuan kembali" digunakan berbeda dengan persatuan awal negara Jerman pada tahun 1871. Walaupun biasanya disebut dengan istilah "penyatuan kembali", ia sebenarnya suatu "penyatuan" bagi negeri Jerman kepada satu entitas yang lebih besar, yang tidak pernah ada sebelum ini (lihat Sejarah Jerman). Para politisi Jerman sendiri menghindari pemakaian istilah seperti ini dan lebih suka menyebutnya sebagai die Wende.

Latar belakang

sunting
 
Pemisahan Jerman Barat dan Jerman Timur

Setelah berakhirnya Perang Dunia II di Eropa, Negara Jerman dibagi-bagi menjadi empat zona pendudukan. Ibu kota lama Berlin sebagai pusat Dewan Kontrol Tentara Sekutu sendiri dibagi menjadi empat zona. Meskipun niat awal pendudukan adalah untuk mengawal Jerman bersama-sama dari tahun 1947, kedatangan Perang Dingin menyebabkan Prancis, Britania Raya, dan Amerika Serikat menggabungkan zona-zona mereka ke dalam Republik Federal Jerman (dan Berlin Barat) pada 1949, tidak termasuk zona Uni Soviet yang kemudian menjadi Republik Demokratik Jerman (termasuk Berlin Timur) pada tahun yang sama. Selain itu, sejajar dengan syarat-syarat Konferensi Yalta pada Februari 1945, wilayah-wilayah timur Pomerania dan Silesia, serta separuh daripada selatan Prusia Timur, diberikan kepada Polandia dan separuh daripada utara Prusia Timur (kini dikenal sebagai Kaliningrad Oblast) diberikan kepada Uni Soviet.

Jerman Barat dan Jerman Timur mengklaim sebagai pengganti sah Kerajaan Jerman yang lama (Deutsches Reich). Tetapi, Jerman Timur mengubah pendapatnya selepas itu dan menyatakan bahwa Negara Jerman telah berhenti ada pada tahun 1945 serta menyatakan bahwa Jerman Barat dan Jerman Timur adalah negara baru.

Rencana pertama untuk menyatukan bagian-bagian wilayah Jerman diajukan oleh Josef Stalin pada 1952 di bawah syarat-syarat sebagaimana yang kemudian diambil untuk Austria (lihat Perjanjian Negeri Austria). Ia memerlukan penciptaan satu Negara Jerman yang netral dengan sebuah perbatasan timur yang disebut sebagai Perbatasan Oder-Neisse dan semua pasukan bersekutu dipindahkan pada tahun yang sama. Pemerintahan Jerman Barat di bawah Kanselir Konrad Adenauer lebih menyukai integrasi lebih dekat dengan Eropa Barat dan meminta penyatuan kembali dirundingkan dengan syarat pemilihan umum seluruh Jerman dan dipantau dunia internasional. Syarat ini ditolak oleh Uni Soviet. Satu lagi rencana Stalin ialah melibatkan penyatuan kembali Negara Jerman dengan mengikuti perbatasan sesuai tanggal 31 Desember 1937 di bawah syarat bahwa Negara Jerman bergabung dengan Pakta Warsawa (Blok Timur).

 
Pendudukan Jerman pada 1945

Mulai 1949 dan seterusnya, Republik Federal Jerman dibangun menjadi suatu negara barat kapitalis dengan sebuah "ekonomi pasar sosial" dan pemerintahan demokratis berparlemen. Pertumbuhan ekonomi berkepanjangan bermula pada 1950 dan menghasilkan satu "keajaiban ekonomi" 30 tahun (Wirtschaftswunder). Manakala di Republik Demokratis Jerman menubuhkan suatu pemerintahan otoriter dengan meniru gaya ekonomi Uni Soviet. Walaupun Jerman Timur menjadi negara paling kaya dan maju di Blok Timur, banyak dari warganya yang masih melihat ke Barat untuk kebebasan politik dan kemakmuran ekonomi. Pelarian orang Jerman Timur ke negara non-komunis melalui Berlin Barat menyebabkan Jerman Timur menegakkan satu sistem penjagaan perbatasan ketat (yang mana Tembok Berlin adalah bagian darinya) pada 1961 untuk mencegah pelarian massal ini.

Pemerintahan Jerman Barat dan sekutu NATO-nya pada mulanya tidak mengakui Republik Demokratis Jerman (Jerman Timur) atau Republik Rakyat Polandia, mengikut Doktrin Hallstein. Hubungan antara Jerman Timur dan Jerman Barat senantiasa dingin sehingga Kanselir Barat Willy Brandt melancarkan pemulihan hubungan baik yang kontroversial dengan Jerman Timur (Ostpolitik) pada tahun 1970-an.

Berakhirnya pemisahan (die Wende)

sunting

Pada pertengahan tahun 1980-an, penyatuan kembali Jerman oleh rakyat Jerman Barat dan Timur secara luas dianggap sebagai suatu cita-cita atau harapan tinggi tak terhingga yang sulit dicapai. Namun harapan untuk penyatuan Jerman tiba-tiba muncul kembali dengan reformasi politik yang digelindingkan oleh pemimpin Soviet, Mikhail Gorbachev pada tahun 1985. Setelah ini, angin perubahan mulai berhembus di Blok Timur dan memunculkan harapan baru di dalam Jerman Timur.

Pada bulan Agustus 1989, pemerintahan reformis Hungaria menghilangkan peraturan ketat di perbatasannya dengan Austria dan pada September lebih dari 13.000 warga Jerman Timur bisa melarikan diri ke Barat melalui Hungaria. Ribuan warga Jerman Timur berusaha mencapai Jerman Barat dengan mengadakan aksi pendudukan kantor-kantor perwakilan diplomatik Jerman Barat di ibu kota negara-negara Eropa Timur, terutama di Praha, Cekoslowakia. Pemerintahan Republik Demokratis Jerman (Jerman Timur) lalu mengumumkan akan memberikan fasilitas dengan mengoperasikan kereta-kereta api ekstra yang membawa mereka ke Jerman Barat dan menyatakan bahwa mereka mengusir "para pengkhianat antisosial yang tak bertanggung jawab dan kaum kriminal".[1] Sementara itu, demonstrasi menentang rezim Jerman Timur berawal di tanah air sendiri, terutama yang paling penting adalah demonstrasi-demonstrasi Senin di Leipzig.

Pada tanggal 6–7 Oktober 1989, Gorbachev melawat ke Jerman Timur untuk memperingati hari ulang tahun Jerman Timur yang ke-40 dan mendorong para pemimpin Jerman Timur untuk menerima perubahan. Berhadapan dengan huru-hara, pemimpin Jerman Timur Erich Honecker telah dipaksa untuk meletakkan jabatan pada 18 Oktober 1989 oleh anggota Politburonya sendiri dan digantikan oleh Egon Krenz. Hal ini diikuti dengan pengunduran diri besar-besaran anggota kabinet Jerman Timur yang akhirnya jatuh pada tanggal 7 November. Gunther Schwabowski sebagai juru bicara pemerintahan Jerman Timur pada tanggal 9 November malam mengumumkan di televisi bahwa semua restriksi perjalanan ke Jerman Barat dihilangkan. Semula, warga Jerman Timur kurang mengerti maksud pernyataannya. Setelah itu, jutaan warga Jerman Timur berbondong-bondong pergi ke pos-pos perbatasan yang kemudian dibuka oleh para penjaga perbatasan. Setelahnya, banyak warga Jerman baik Barat dan Timur memberanikan diri merusak Tembok Berlin. Peristiwa ini menjadi salah satu peristiwa berita mengesankan pada abad ke-20.

Pada tanggal 18 Maret 1990, pemilihan umum bebas pertama dan satu-satunya dalam sejarah Jerman Timur telah dilaksanakan. Pemerintahan yang dipilih diberi mandat utama untuk berunding dengan Jerman Barat mengenai masalah persatuan dan membubarkan dirinya sendiri. Seorang ahli ideologi ternama Jerman Timur pada 1989 menyatakan "Polandia akan tetap menjadi Polandia meskipun komunisme runtuh, tetapi tanpa komunisme negara Jerman Timur tidak mempunyai alasan untuk tetap berdiri."[2]

Di bawah Perdana Menteri Lothar de Maizière, Jerman Timur berunding dengan Jerman Barat, Britania Raya, Prancis, Amerika Serikat, dan Uni Soviet mengenai syarat-syarat untuk penyatuan kembali Jerman. Karena Uni Soviet keberatan jika Jerman Timur diangkat menjadi anggota NATO, sebuah perjanjian dibuat bahwa Jerman yang bersatu tetap boleh menjadi anggota NATO, namun tentara NATO tidak boleh ditaruh di Jerman Timur. Selain itu, Kanselir Helmut Kohl meyakinkan para pemimpin Prancis dan Britania Raya bahwa mereka tidak perlu khawatir bahwa sebuah Jerman yang bersatu akan mengancam mereka dengan berjanji bahwa sebuah Negara Jerman bersatu akan lebih berusaha berintegrasi dengan Uni Eropa.

Paralel dengan perundingan multilateral, perundingan bilateral antara pemerintahan Timur dan Barat berlangsung dan menuju pada penandatanganan perjanjian pada tanggal 18 Mei 1990 untuk uni ekonomi, sosial, dan moneter yang berlaku mulai tanggal 1 Juli 1990. Pada tanggal 23 Agustus, 𝘝𝘰𝘭𝘬𝘴𝘬𝘢𝘮𝘮𝘦𝘳 (Parlemen Jerman Timur) mengesahkan tanggal 3 Oktober 1990 sebagai tanggal bergabungnya Jerman Timur dengan Jerman Barat.

𝘌𝘪𝘯𝘪𝘨𝘶𝘯𝘨𝘴𝘷𝘦𝘳𝘵𝘳𝘢𝘨 (Perjanjian Persatuan) telah ditandatangani pada tanggal 31 Agustus 1990 oleh wakil-wakil Jerman Barat dan Jerman Timur. Pada tanggal 12 September 1990, Perjanjian Penyelesaian Akhir yang Berkenaan dengan Negara Jerman (Perjanjian Dua Plus Empat) telah ditandatangani dan secara resmi mendirikan ulang kedaulatan kedua negara Jerman.

Penyatuan kembali

sunting

Negara Jerman secara resmi dipersatukan kembali pada tanggal 3 Oktober 1990 ketika enam negara bagian Jerman Timur (𝘉𝘶𝘯𝘥𝘦𝘴𝘭ä𝘯𝘥𝘦𝘳); Brandenburg, Mecklenburg-Vorpommern, Sachsen, Sachsen-Anhalt, Thüringen, dan Berlin bersatu secara resmi bergabung dengan Republik Federal Jerman (Jerman Barat) dengan memilih salah satu dari dua opsi yang diterapkan dalam Konstitusi Jerman Barat (𝘎𝘳𝘶𝘯𝘥𝘨𝘦𝘴𝘦𝘵𝘻). Dengan masuknya secara resmi lima negara bagian Jerman yang kembali didirikan ke Jerman Barat sesuai Pasal 23, wilayah di mana 𝘎𝘳𝘶𝘯𝘥𝘨𝘦𝘴𝘦𝘵𝘻 (Undang-undang Dasar) berlaku diperluas untuk memuat mereka. Alternatifnya ialah Jerman Timur bergabung secara keseluruhan dalam rangka persatuan resmi antara dua negara Jerman, yang antara lain harus membuat konstitusi baru bagi negara yang baru saja didirikan. Meski opsi yang dipilih lebih sederhana, hal ini telah menjadi alasan adanya sentimen-sentimen tertentu di Timur bahwa mereka telah "diduduki" atau "dianeksasi" oleh Republik Federal Jerman yang lama (Jerman Barat).

Untuk memudahkan proses ini dan untuk meyakinkan negara-negara lain, Jerman Barat membuat beberapa perubahan terhadap Undang-undang Dasar. Pasal 146 diubah sehingga Pasal 23 dari konstitusi yang berlaku bisa dipakai untuk penyatuan kembali. Lalu, jika lima negara bagian yang telah didirikan ulang di Jerman Timur sudah bergabung, maka Undang-Undang Dasar bisa diubah lagi untuk menyatakan bahwa tidak ada daerah Jerman lainnya yang ada di luar wilayah negara kesatuan yang belum bergabung. Namun konstitusi ini bisa diubah lagi di masa depan dan hal ini masih memungkinkan diambilnya sebuah konstitusi lain di masa depan oleh bangsa Jerman.

Pada tanggal 14 November 1990, pemerintah Jerman menandatangani sebuah perjanjian dengan Polandia yang menyangkut perbatasan mereka yang dikenal sebagai Perbatasan Oder-Neisse, dan demikian, melepaskan tuntutan mereka untuk Silesia, Pomerania, Danzig (Gdańsk), dan Prusia Timur. Bulan berikutnya, pemilihan umum bebas pertama bagi seluruh rakyat Jerman semenjak tahun 1932 diadakan. Hasil pemilu ialah mayoritas yang bertambah besar bagi pemerintahan koalisi Helmut Kohl.

Efek persatuan ulang

sunting
 
Di seantero mantan wilayah Jerman Timur ditemukan banyak fasilitas-fasilitas militer yang telah ditinggalkan. Barak Nedlitz dekat Potsdam, seperti dilihat pada bulan Agustus 2002, sedang dikembangkan kembali.

Biaya persatuan ulang telah menimbulkan suatu beban yang berat kepada ekonomi Jerman dan telah mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Jerman menjadi tersendat-sendat dalam tahun-tahun terakhir ini. Biaya persatuan ulang diperkirakan berjumlah lebih dari €15 triliun (pernyataan 𝘍𝘳𝘦𝘪𝘦 𝘜𝘯𝘪𝘷𝘦𝘳𝘴𝘪𝘵ä𝘵 𝘉𝘦𝘳𝘭𝘪𝘯). Jumlah ini lebih besar daripada hutang negara Jerman.

Sebab utama untuk biaya yang sangat besar ini adalah lemahnya ekonomi Jerman Timur, khususnya jika dibandingkan dengan Jerman Barat; lalu nilai tukar di antara mata uang Jerman Timur dan Jerman Barat yang secara artifisial ditinggikan demi alasan politik, dengan hasil Jerman Barat harus melunasi rekening ini.

Walaupun dilakukan investasi besar-besaran oleh Jerman Barat, banyak perusahaan Jerman Timur hancur ketika harus bersaing dengan Jerman Barat. Malah sampai sekarang, pemerintah Jerman memberikan lebih dari €10 miliar demi perkembangan negara-negara bagian yang terletak di eks Jerman Timur.

Selama tahun 1980-an, ekonomi kapitalis Jerman Barat menjadi makmur, sedangkan ekonomi komunis Jerman Timur merosot. Sesudah itu, suplai barang-barang dan jasa ke Jerman Timur menegangkan sumber penghasilan Barat.

Industri yang dulu tidak perlu bersaing karena didukung oleh pemerintah Jerman Timur harus diswastanisasikan yang sering kali menghasilkan kebangkrutan mereka.

Sebagai akibat dari persatuan ulang, kebanyakan eks daerah Jerman Timur telah kehilangan industrinya dan menyebabkan pengangguran sebesar kira-kira 25% di beberapa daerah. Semenjak itu, ratusan ribu mantan warga Jerman Timur secara berkesinambungan hijrah ke wilayah barat untuk mencari pekerjaan. Hal ini menyebabkan wilayah timur kehilangan tenaga-tenaga kerja profesional.

Menurut Bank Sentral Jerman (𝘉𝘶𝘯𝘥𝘦𝘴𝘣𝘢𝘯𝘬), sebab dari banyak masalah di ekonomi Jerman sejatinya berakar pada persatuan ulang ini dan bukannya introduksi mata uang Euro pada tahun 2002 seperti dinyatakan oleh banyak ekonom.[3]

Catatan kaki dan referensi

sunting
  1. ^ "World Book - Events of 1989". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-06-10. Diakses tanggal 2021-05-18. 
  2. ^ Mark Almond, 2002, Uprising: Political Upheavals that have Shaped the World. London: Mitchell Beazley.
  3. ^ "Deutsche Bundesbank: Public finances in crisis - the causes and the need for action" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2006-10-13. Diakses tanggal 2006-09-20. 

Lihat pula

sunting