Perpecahan Tito-Stalin
Perpecahan Tito–Stalin,[a] atau disebut juga Perpecahan Yugoslavia–Soviet,[b] adalah puncak dari ketegangan antara Pemimpin Yugoslavia Josip Broz Tito dengan Pemimpin Uni Soviet Josef Stalin setelah Perang Dunia II. Meskipun kedua belah pihak menganggap bahwa kejadian ini merupakan perselisihan ideologi, konflik ini sebenarnya merupakan hasil dari perjuangan geopolitik di Balkan yang juga menerpa Albania, Bulgaria, serta pemberontakan komunis di Yunani yang didukung oleh Yugoslavianya Tito tetapi ditentang secara rahasia oleh Uni Soviet.
Tahun-tahun setelah Perang Dunia II digunakan Yugoslavia untuk mengejar keobjektifan kebijakan ekonomi, dalam negeri, dan luar negeri yang tidak sejalan dengan kepentingan Uni Soviet dan sekutu-sekutu Blok Timurnya. Utamanya, Yugoslavia ingin mengakui bahwa Albania, negara tetangganya, masuk ke dalam Federasi Yugoslavia. Hal ini menyebabkan atmosfer kegelisahan yang meningkat di kalangan pemimpin politik Albania dan memperparah ketegangan dengan Uni Soviet yang berupaya menghalangi integrasi Albania–Yugoslavia. Dukungan Yugoslavia kepada pemberontak komunis di Yunani yang bertentangan dengan keinginan Uni Soviet semakin memperparah situasi politik. Stalin berusaha menekan Yugoslavia dan mengendalikan kebijakannya melalui Bulgaria sebagai perantara. Ketika konflik antara Yugoslavia dan Uni Soviet menjadi terbuka pada tahun 1948, hal ini digambarkan sebagai perselisihan ideologi untuk menghindari pengaruh perebutan kekuasaan di dalam Blok Timur.
Perpecahan ini mengantarkan pada pembersihan periode Informbiro di dalam Partai Komunis Yugoslavia. Kejadian itu disertai dengan tingkat kekacauan yang signifikan di ekonomi Yugoslavia yang sebelumnya bergantung kepada Blok Timur. Konflik ini juga memicu kekhawatiran akan adanya ancaman invasi Soviet dan bahkan upaya kudeta oleh pemimpin militer senior yang memihak ke Soviet. Kekhawatiran ini dipicu oleh ribuan insiden dan penyerangan perbatasan yang direncanakan oleh Soviet dan sekutu-sekutunya. Tak lagi mendapat bantuan dari Uni Soviet dan negara-negara Blok Timur, Yugoslavia kemudian beralih ke Amerika Serikat untuk bantuan ekonomi dan militer.
Latar belakang
suntingKonflik Tito–Stalin selama Perang Dunia II
suntingSelama Perang Dunia II, aliansi Uni Soviet (URSS), keinginan Pemimpin Soviet Josef Stalin untuk memperluas lingkup pengaruh Soviet di luar perbatasan URSS, dan konfrontasi antara Partai Komunis Yugoslavia (KPJ) yang dipimpin Josip Broz Tito dengan pemerintahan dalam pengasingan Yugoslavia yang dikepalai Raja Petar II dari Yugoslavia memperburuk hubungan antara Tito dan Stalin.[1]
Kekuatan Poros menginvasi Kerajaan Yugoslavia pada 6 April 1941. Negara itu menyerah 11 hari kemudian dan pemerintahnya melarikan diri ke luar negeri, yaitu pada akhirnya dipindahkan ke London. Jerman Nazi, Fasis Italia, Bulgaria, dan Hungaria menganeksasi bagian-bagian negara. Wilayah negara yang tersisa dipecah, kebanyakannya diperintah oleh Negara Merdeka Kroasia (NDH), negara boneka yang dijaga oleh Jerman dan Italia, sementara ibu kota Beograd tetap berada di bawah wilayah Serbia yang diduduki Jerman.[1] URSS, yang masih menghormati Pakta Molotov–Ribbentrop, memutuskan hubungan dengan pemerintah Yugoslavia dan berusaha, melalui aset intelijennya, mendirikan organisasi komunis independen KPJ yang baru di NDH. USSR secara diam-diam juga menyetujui restrukturisasi Partai Pekerja Bulgaria. Pada khususnya, struktur organisasi baru partai dan wilayah operasinya diatur untuk memperhitungkan aneksasi wilayah Yugoslavia oleh Bulgaria. URSS hanya membalikkan dukungan aksi tersebut pada September 1941—jauh setelah dimulainya invasi URSS atas Blok Poros—setelah protes berulang dari KPJ.[2]
Bulan Juni 1941, Tito memberi tahu Komintern dan Stalin mengenai rencananya untuk kebangkitan melawan pendudukan Poros. Namun, Stalin melihat penggunaan simbol-simbol komunis oleh Partisan Yugoslavia sebagai masalah.[3] Ini karena Stalin melihat aliansinya dengan Britania Raya dan Amerika Serikat sebagai sesuatu yang bertentangan dengan penghancuran "kebebasan demokratis" oleh blok Poros. Dengan demikian Stalin merasa kekuatan komunis di Eropa yang diduduki Poros sebenarnya berkewajiban untuk berjuang mengembalikan kebebasan demokratis—walau untuk sementara. Dalam hal Yugoslavia, hal ini memiliki arti bahwa Stalin berekspektasi terhadap KPJ untuk berjuang mengembalikan pemerintahan dalam pengasingan. Sisa-sisa Angkatan Darat Kerajaan Yugoslavia yang dipimpin oleh Kolonel Draža Mihailović dan diorganisasikan sebagai pejuang gerilya Chetnik, telah berupaya merestorasi Raja Petar II.[4]
Pada Oktober 1941, Tito bertemu Mihailović dua kali untuk mengajak berjuang bersama melawan Poros. Tito menawarkannya jabatan kepala staf dari angkatan Partisan, tetapi Mihailović menolak tawaran itu.[5] Pada akhir bulan, Mihailović menyimpulkan bahwa para komunis adalah musuh sebenarnya. Pada awalnya, Chetniknya Mihailović melawan kekuatan Partisan dan Poros secara bersamaan, tetapi dalam beberapa bulan, mereka mulai bekerja sama dengan Poros untuk melawan Partisan.[6] Pada bulan November, Partisan melawan Chetnik sembari mengirimkan pesan ke Moskwa untuk memprotes propaganda Soviet yang memuji Mihailović.[5]
Pada tahun 1943, Tito mengubah Dewan Antifasis untuk Pembebasan Nasional Yugoslavia (AVNOJ) menjadi badan penasihat dan legislatif seluruh Yugoslavia, menolak pemerintahan dalam pengasingan, dan melarang kepulangan sang raja ke negara tersebut. Keputusan ini menentang secara eksplisit saran dari Soviet yang menginstruksikan agar Tito tidak mengantagoniskan Raja Petar dan pemerintahan dalam pengasingan. Stalin berada di Konferensi Teheran pada saat itu dan memandang gerakan tersebut sebagai pengkhianatan terhadap URSS.[7] Pada 1944–1945, instruksi Stalin yang diperbarui untuk pemimpin-pemimpin komunis di Eropa untuk mendirikan koalisi dengan politikus burjois menemui ketidakpercayaan di Yugoslavia.[8] Keterkejutan ini diperkuat dengan pengungkapan Stalin mengenai Perjanjian Persentase untuk mengejutkan Edvard Kardelj, Wakil Presiden Pemerintahan Sementara Yugoslavia. Perjanjian tersebut, disimpulkan oleh Stalin dan Perdana Menteri Britania Raya Winston Churchill ketika Konferensi Moskwa 1944 memisahkan negara-negara Eropa Timur menjadi berlingkup pengaruh Britania dan Soviet—membagi Yugoslavia menjadi sama rata untuk kedua belah pihak.[9]
Persengketaan wilayah di Trieste dan Karintia
suntingPada hari-hari terakhir perang, Partisan merebut sebagian Karintia di Austria dan maju melintasi tanah Italia sebelum perang. Ketika Sekutu Barat percaya bahwa Stalin yang mengatur pergerakan ini,[10] ia sebenarnya menentangnya. Lebih spesifik lagi, Stalin khawatir kepada pemerintahan Austria Karl Renner yang didukung oleh Soviet. Ia juga takut konflik yang lebih luas dengan Sekutu atas Trieste akan terjadi.[11] Stalin meminta Tito untuk menarik diri dari Karintia dan Trieste, angkatan Partisan memenuhinya.[12]
Tidak peduli dengan penarikan diri itu, Yugoslavia mempertahankan klaimnya terhadap Italia dan Austria. Persengketaan wilayah di bagian barat laut Semenanjung Istria dan di sekitar Kota Trieste menyebabkan Traktat Perdamaian dengan Italia ditunda pelaksanaannya hingga 1947. Penundaan ini menyebabkan pendirian Wilayah Merdeka Trieste yang independen hingga 1954. Hal tersebut tidak memuaskan Tito saat ia meminta revisi perbatasan di sekitar Trieste dan Karintia yang mendorong Sekutu Barat untuk tetap menempatkan garnisun di Trieste untuk mencegah pengambilalihannya oleh Yugoslavia. Desakan Tito tetap berlanjut untuk mengakuisisi Trieste juga dipandang Stalin sebagai sebuah hal yang memalukan bagi Partai Komunis Italia.[13]
Situasi politik di Eropa Timur 1945–1948
suntingSegera setelah selesainya Perang Dunia II, URSS berusaha membangun dominasi politik di negara-negara luar negeri yang direbut oleh Tentara Merah, kebanyakan dengan cara membentuk koalisi pemerintahan di negara-negara Eropa Timur. Kekuasaan Partai Tunggal Komunis pada umumnya sulit untuk dicapai karena Partai Komunis biasanya cukup kecil. Pemimpin-pemimpin komunis melihat pendekatan strategis sebagai langkah sementara sebelum keadaan yang memperbolehkan Partai Komunis satu-satunya yang berkuasa meningkat.[14] KPJ dan Partai Komunis Albania (PKSh) memiliki dukungan rakyat yang signifikan yang berasal dari gerakan Partisan Tito dan Gerakan Pembebasan Nasional Albania.[15] Meskipun Republik Federal Sosialis Yugoslavia Tito berada di bawah pengaruh Soviet pada bulan-bulan akhir perang dan beberapa tahun pertama pascaperang, Stalin menyatakan bahwa negara itu berada di luar lingkup kepentingan Soviet pada beberapa kesempatan,[16] memperlakukannya seperti negara satelit.[17] Perbedaan dengan seluruh Eropa Timur digarisbawahi menjelang serangan Soviet pada Oktober 1944. Partisan-partisan Tito mendukung serangan itu, yang pada akhirnya mendorong Wehrmacht dan sekutu-sekutunya keluar dari Serbia utara dan merebut Beograd.[18] Front Ukraina Ketiga Marsekal Fyodor Tolbukhin telah meminta izin resmi dari Pemerintahan Sementara Tito untuk memasuki Yugoslavia dan telah menerima otoritas sipil Yugoslavia di wilayah yang dibebaskan.[19]
Hubungan memburuk
suntingKebijakan luar negeri Yugoslavia 1945–1947
suntingURSS dan Yugoslavia menandatangani perjanjian persahabatan ketika Tito bertemu Stalin di Moskwa pada April 1945.[11] Mereka mendirikan hubungan bilateral yang baik meski ada perbedaan cara mewujudkan masyarakat komunis atau sosialis.[21] Pada tahun 1945, Yugoslavia mengandalkan bantuan United Nations Relief and Rehabilitation Administration karena mengalami kekurangan makanan, tetapi mereka memberikan pemublikasian dalam negeri yang lebih besar untuk bantuan Soviet yang terhitung lebih kecil.[22] Pada 10 Januari 1945, Stalin menyebutkan bahwa kebijakan luar negeri Yugoslavia keterlaluan karena klaim wilayahnya terhadap sebagian besar tetangganya,[23] meliputi Hungaria,[24] Austria,[25] dan Wilayah Merdeka Trieste, yang diambil dari wilayah Italia sebelum perang.[26] Tito kemudian berpidato mengkritik Uni Soviet karena tidak membantu tuntutan teritorialnya.[22] Konfrontasi dengan Sekutu Barat menegang pada Agustus 1946 ketika pesawat tempur Yugoslavia memaksa sebuah Douglas C-47 Skytrain Angkatan Udara Amerika Serikat mendarat darurat di dekat Ljubljana dan menembak jatuh yang lain di atas Bled, menangkap sepuluh dan membunuh lima awak di udara dalam waktu sepuluh hari.[27] Sekutu Barat secara salah percaya bahwa Stalin yang mendorong kegigihan Tito; Stalin sebenarnya ingin menghindari konfrontasi dengan Barat.[12]
Tito juga berusaha membangun dominasi regional atas tetangga-tetangga selatan Yugoslavia—Albania, Bulgaria, dan Yunani. Penawaran pertama yang mengarah ke sana terjadi pada tahun 1943, ketika sebuah usulan membentuk sebuah kantor pusat regional untuk mengoordinasi aksi Partisan nasional gagal. Tito, yang memandang bahwa komponen Partisan Yugoslavialah yang superior, menolak melanjutkan dengan skema apa pun yang akan memberikan suara yang setara kepada komponen nasional lainnya. Pembagian Makedonia sebelum perang menjadi Vardar, Pirin, dan Aegea—yang masing-masing dikuasai oleh Yugoslavia, Bulgaria, dan Yunani—memperumit hubungan regional. Kehadiran populasi etnis Albania yang besar di wilayah Kosovo Yugoslavia semakin menghalangi hubungan. Pada 1943, PKSH mengusulkan penyerahan Kosovo kepada Albania, hanya untuk dihadapkan dengan kontraproposal: penggabungan Albania ke dalam federasi Yugoslavia masa depan.[28] Tito dan Sekretaris Pertama PKSH, Enver Hoxha, meninjau kembali gagasan itu pada tahun 1946, menyetujui penggabungan antara kedua negara.[29]
Setelah perang, Tito terus berusaha mendominasi kawasan. Pada tahun 1946, Albania dan Yugoslavia menandatangani traktat bantuan timbal balik dan perjanjian pabean, hampir sepenuhnya mengintegrasikan Albania ke dalam sistem ekonomi Yugoslavia. Hampir seribu ahli pengembangan ekonomi Yugoslavia dikirimkan ke Albania dan seorang perwakilan KPJ ditambahkan ke Komite Pusat PKSH.[30] Militer kedua negara juga bekerja sama, setidaknya saat peranjauan Selat Kerkira pada Oktober 1946—tindakan yang merusakkan dua kapal perusak Angkatan Laut Kerajaan dan menyebabkan 44 korban jiwa dan 42 luka-luka.[31] Meskipun URSS telah mengindikasikan sebelumnya bahwa hanya akan berurusan dengan Albania melalui Yugoslavia, Stalin memperingatkan orang Yugoslavia untuk memperlambat penyatuan dengan Albania.[30]
Bulan Agustus 1947, Bulgaria dan Yugoslavia menandatangani traktat persahabatan dan bantuan timbal balik di Bled tanpa berkonsultasi dengan Uni Soviet, membuat Menteri Luar Negeri Soviet Vyacheslav Molotov mengecam perbuatan itu.[32] Meskipun demikian, ketika Kominform didirikan bulan September untuk memfasilitasi kegiatan dan komunikasi komunis internasional,[33] Soviet secara terbuka memuji Yugoslavia sebagai contoh yang patut ditiru Blok Timur.[34] Sejak 1946, laporan internal dari Kedutaan Besar Soviet di Beograd telah menggambarkan para pemimpin Yugoslavia dalam hal yang semakin tidak bagus.[35]
Integrasi dengan Albania dan dukungan untuk pemberontak Yunani
suntingURSS mulai mengirimkan penasihatnya sendiri ke Albania pada pertengahan 1947, yang dipandang Tito sebagai ancaman bagi integrasi Albania ke Yugoslavia yang lebih lanjut. Ia mengaitkan pergerakan tersebut dengan perebutan kekuasaan di dalam Komite Pusat PKSH yang melibatkan Hoxha, Menteri Dalam Negeri Koçi Xoxe, dan Menteri Ekonomi dan Industri Nako Spiru. Spiru dipandang sebagai penentang utama hubungan dengan Yugoslavia dan penyokong hubungan yang lebih dekat antara Albania dan URSS. Didorong dengan tuduhan Yugoslavia, ditambah desakan oleh Xoxe, Hoxha melancarkan investigasi terhadap Spiru. Beberapa hari kemudian, Spiru meninggal dalam keadaan yang tidak jelas, secara resmi dinyatakan karena bunuh diri.[36] Menyusul kematian Spiru, terdapat serangkaian pertemuan antara diplomat dan pejabat Yugoslavia dengan Soviet dalam rangka integrasi, berpuncak pada pertemuan antara Stalin dengan pejabat Yugoslavia Milovan Djilas pada Desember 1947 dan Januari 1948. Dari pertemuan ini, disimpulkan bahwa Stalin mendukung integrasi Albania ke Yugoslavia, asalkan ditunda hingga saat yang tepat dan dilakukan atas persetujuan orang-orang Albania. Masih diperdebatkan apakah Stalin sungguh-sungguh dalam dukungannya, atau ia hanya melakukan taktik penundaan. Tak peduli dengan itu, Djilas merasa dukungan Stalin tersebut sungguh-sungguh.[37]
Yugoslavia mendukung Partai Komunis Yunani (KKE) dan Tentara Demokratis Yunani (DSE) yang dipimpin KKE dalam Perang Saudara Yunani yang secara tidak langsung mendorong dukungan Albania untuk mendekatkan hubungan dengan Yugoslavia. Perang saudara di Yunani memperkuat persepsi orang Albania bahwa perbatasan Yugoslavia dan Albania terancam oleh Yunani.[38] Terdapat sebuah operasi pengumpulan intelijen Amerika Serikat di negara tersebut.[39] Pada tahun 1947, dua belas agen yang dilatih oleh Secret Intelligence Service Britania diterjunkan di Albania Tengah untuk memulai pemberontakan, yang tidak terwujud.[40] Yugoslavia berharap bahwa ancaman Yunani yang terlihat akan meningkatkan dukungan orang Albania untuk berintegrasi dengan Yugoslavia. Utusan Soviet ke Albania menganggap upaya tersebut berhasil menanamkan rasa takut orang Albania terhadap Yunani bersamaan dengan persepsi bahwa Albania tidak dapat mempertahankan dirinya sendiri,[38] meskipun sumber-sumber Soviet mengindikasikan bahwa tidak ada ancaman nyata Yunani akan menginvasi Albania.[41] Tito beranggapan, karena banyaknya pejuang DSE adalah orang Slavia Makedonia, bekerja sama dengan DSE mungkin dapat membuat Yugoslavia menganeksasi wilayah Yunani dengan memperluas ke Makedonia Aegea walau DSE tak dapat merebut kekuasaan sekalipun.[38]
Tak lama setelah pertemuan Djilas dan Stalin, Tito menyarankan Hoxha agar memberikan izin kepada Yugoslavia untuk menggunakan pangkalan militer di dekat Korçë, dekat dengan perbatasan Albania–Yunani, untuk bertahan melawan potensi serangan Yunani dan Inggris–Amerika. Akhir bulan Januari, Hoxha menyetujui gagasan itu. Selain itu, Xoxe mengindikasikan bahwa integrasi militer Albania dengan Yugoslavia telah disetujui. Meskipun tindakan ini seharusnya dilakukan secara rahasia, Soviet mengetahui skema tersebut dari seorang sumber di pemerintah Albania.[42]
Federasi dengan Bulgaria
suntingPada akhir 1944, Stalin mengusulkan untuk pertama kalinya sebuah federasi Yugoslavia-Bulgaria, melibatkan dua negara dualis dengan Bulgaria menjadi setengah dari federasi dan Yugoslavia (yang kemudian terpisah menjadi beberapa negara) menjadi setengah yang lain. Posisi Yugoslavia sebagai federasi itu mungkin, tetapi hanya jika Bulgaria menjadi salah satu dari tujuh unit federal, dan jika Makedonia Pirin diserahkan kepada unit federal Makedonia Yugoslavia yang baru dibentuk. Semenjak kedua belah pihak tidak bersetuju, Stalin mengundang mereka ke Moskwa pada Januari 1945 untuk mengarbitrase—pada awalnya mendukung pandangan Bulgaria—dan berhari-hari kemudian memindahkan dukungannya ke pihak Yugoslavia. Akhirnya, pada 26 Januari, pemerintah Britania memperingati otoritas Bulgaria untuk melawan segala bentuk pengaturan federasi oleh Yugoslavia sebelum Bulgaria menandatangani traktat perdamaian dengan Sekutu. Rencana federasi pun diberhentikan, yang membuat Tito lega.[43]
Tiga tahun kemudian, tahun 1948, ketika Tito dan Hoxha bersiap untuk menyebarkan Tentara Rakyat Yugoslavia ke Albania, Pemimpin Partai Pekerja Bulgaria Georgi Dimitrov berbicara kepada jurnalis Barat mengenai perubahan Blok Timur menjadi negara yang diperintah secara federal. Ia kemudian menyimpulkan bahwa Yunani termasuk dalam daftar "demokrasi rakyat", yang menyebabkan kekhawatiran di Barat dan URSS. Tito berusaha menjauhkan Yugoslavia dari gagasan itu, tetapi URSS menginterpretasikan bahwa perkataan Dimitrov dipengaruhi oleh tujuan Yugoslavia di Balkan. Pada 1 Februari 1948, Molotov menginstruksikan pemimpin Yugoslavia dan Bulgaria untuk mengutus perwakilan ke Moskwa pada 10 Februari untuk berdiskusi.[44] Pada tanggal 5 Februari, tepat beberapa hari sebelum pertemuan terjadwal dengan Stalin, DSE melancarkan serangan umumnya, menembaki Thessaloniki empat hari kemudian.[45]
Pertemuan Februari 1948 dengan Stalin
suntingUntuk memenuhi panggilan Molotov, Tito mengutus Kardelj dan Presiden Dewan Eksekutif Republik Rakyat Kroasia ke-1 Vladimir Bakarić ke Moskwa, yang bergabung dengan Djilas di sana. Stalin mencaci maki Yugoslavia dan Dimitrov yang mengabaikan URSS dalam penandatanganan Persetujuan Bled dan atas seruan Dimitrov untuk memasukkan Yunani ke dalam federasi hipotesis dengan Bulgaria dan Yugoslavia. Ia juga meminta pengakhiran pemberontakan di Yunani, berpendapat bahwa dukungan lebih lanjut kepada gerilyawan komunis mungkin akan mengarah ke konflik yang lebih luas dengan Amerika Serikat dan Britania Raya.[45] Dengan membatasi dukungannya terhadap DSE, Stalin mematuhi Perjanjian Persentase, kesepakatan informal yang dibuat Stalin dan Winston Churchill di Moskwa bulan Oktober 1944, yang menempatkan Yunani di bawah lingkup pengaruh Britania.[46]
Stalin juga meminta pembentukan federasi segera yang terdiri atas Yugoslavia dan Bulgaria.[47] Menurut Stalin, Albania akan bergabung nanti. Pada saat yang sama, ia menyatakan dukungan kepada perserikatan serupa di Hungaria dan Rumania serta di Polandia dan Cekoslowakia. Peserta pertemuan dari Yugoslavia dan Bulgaria menyadari kesalahan mereka, Stalin membuat Kardelj dan Dimitrov menandatangani traktat kewajiban Yugoslavia dan Bulgaria untuk berkonsultasi dengan Uni Soviet di segala urusan kebijakan luar negeri.[48] Politbiro KPJ mengadakan rapat secara rahasia pada 19 Februari dan memutuskan untuk melawan segala bentuk federasi dengan Bulgaria. Dua hari kemudian, Tito, Kardelj, dan Djilas bertemu dengan Nikos Zachariadis, Sekretaris Jenderal KKE. Mereka memberi tahu Zachariadis bahwa Stalin menentang perjuangan bersenjata KKE tetapi berjanji akan tetap mempertahankan dukungan Yugoslavia, meskipun demikian.[49]
Komite Pusat KPJ bertemu pada 1 Maret dan mencatatkan bahwa Yugoslavia akan tetap independen hanya jika menolak rancangan Soviet untuk pembangunan ekonomi Blok Timur.[50] URSS memandang bahwa rencana pembangunan lima tahunan Yugoslavia tidak menjanjikan karena tidak sesuai dengan kebutuhan Blok Timur tetapi memprioritaskan pembangunan yang hanya berdasarkan kebutuhan pembangunan daerah.[51] Komite Pusat juga menolak kemungkinan federasi dengan Bulgaria, menginterpretasikan itu sebagai sebuah bentuk taktik Kuda Troya, dan memutuskan untuk tetap melanjutkan kebijakan yang telah ada terhadap Albania.[50] Anggota Politbiro dan Menteri Keuangan Sreten Žujović yang tidak hadir pada rapat 19 Februari, menghadiri rapat 1 Maret ini dan memberi tahu Soviet.[35]
Di Albania, Xoxe membersihkan seluruh kekuatan anti-Yugoslavia dari Komite Pusat PKSH dalam sebuah pleno pada 26 Februari–8 Maret.[52] Komite Pusat PKSH mengambil sebuah resolusi bahwa kebijakan resmi Albania adalah pro-Yugoslavia. Otoritas Albania mengadopsi sebuah dokumen rahasia tambahan yang merinci penggabungan terencana Angkatan Bersenjata Albania dengan Tentara Yugoslavia, mengutip ancaman invasi Yunani dan berpendapat bahwa memiliki pasukan Yugoslavia di perbatasan Albania-Yunani adalah sebuah "kebutuhan mendesak".[35] Merespons pergerakan ini, penasihat militer Soviet ditarik dari Yugoslavia pada tanggal 18 Maret.[52]
Surat Stalin dan konflik terbuka
suntingSurat pertama
suntingPada 27 Maret 1948, Stalin mengirimkan surat pertamanya, ditujukan kepada Tito dan Kardelj, yang merumuskan ini sebagai konflik ideologis.[53] Dalam suratnya, Stalin mencela Tito dan Kardelj, juga Djilas, Svetozar Vukmanović, Boris Kidrič, dan Aleksandar Ranković, sebagai "Marxis yang meragukan" yang bertanggung jawab atas atmosfer anti-Soviet di Yugoslavia. Stalin juga mengkritik kebijakan keamanan, ekonomi, dan penunjukan jabatan politik Yugoslavia. Secara khusus, Stalin merasa sakit hati dengan anggapan bahwa Yugoslavia lebih revolusioner daripada Uni Soviet, menggambarkan perbandingan dengan posisi dan nasib Leon Trotski. Tujuan dari surat ini adalah untuk mendesak para komunis loyal untuk menyingkirkan para "Marxis yang meragukan".[54] Soviet mempertahankan kontak dengan Žujović dan mantan Menteri Industri Andrija Hebrang serta, pada awal tahun 1948, memerintahkan Žujović untuk menggulingkan Tito dari jabatannya. Mereka berharap akan mengamankan jabatan Sekretaris Jenderal KPJ kepada Žujović dan Hebrang akan mengisi jabatan perdana menteri.[55]
Tito mengadakan sidang Komite Pusat KPJ pada 12 April untuk menyusun surat balasan kepada Stalin. Tito membantah klaim Stalin dan menyebutnya sebagai fitnah dan misinformasi. Ia juga menekankan pencapaian KPJ atas kemerdekaan dan kesetaraan nasional. Žujović menjadi satu-satunya yang menentang Tito pada rapat itu. Ia menganjurkan untuk menjadikan Yugoslavia sebagai sebuah bagian dari URSS, ia juga mempertanyakan bagaimana posisi masa depan negara di hubungan internasional apabila aliansi dengan Soviet tidak dipertahankan.[56] Tito menyerukan aksi untuk menentang Žujović dan Hebrang. Ia mencela Hebrang, mengklaim bahwa tindakan Hebranglah alasan utama dari ketidakpercayaan Soviet. Untuk mendiskreditkannya, dibuat tuduhan yang menyatakan tanpa bukti bahwa Hebrang telah menjadi mata-mata untuk Ustaše Kroasia yang ultranasionalis dan fasis selama penahanannya pada tahun 1942 dan bahwa ia kemudian diperas dengan informasi itu oleh Soviet. Keduanya, Žujović maupun Hebrang ditahan dalam waktu seminggu.[57]
Surat kedua
suntingPada tanggal 4 Mei, Stalin mengirimkan surat kedua kepada KPJ. Ia membantah para pemimpin Soviet telah menerima misinformasi mengenai situasi di Yugoslavia dan mengklaim bahwa perbedaan itu hanyalah masalah prinsip. Ia juga membantah bahwa Hebrang merupakan sumber informasi Soviet di KPJ tetapi mengonfirmasi bahwa Žujović memang salah satu di antaranya. Stalin mempertanyakan skala pencapaian KPJ, menyatakan tanpa bukti bahwa kesuksesan dari banyak partai komunis bergantung pada bantuan Tentara Merah—menunjukkan bahwa militer Soviet penting bagi KPJ dalam melanjutkan kekuasaannya atau tidak. Pada akhirnya, ia menyarankan agar masalah ini selesai sebelum Kominform diadakan.[58] Dalam respons mereka untuk surat kedua ini, Tito dan Kardelj menolak arbitrase oleh Kominform dan menuduh Stalin melobi partai komunis yang lain untuk memengaruhi hasil dari perselisihan ini.[59]
Surat ketiga dan Resolusi Kominform
suntingPada tanggal 19 Mei, Tito menerima undangan untuk delegasi Yugoslavia menghadiri sebuah rapat Kominform untuk mendiskusikan situasi tentang KPJ. Namun, Komite Pusat KPJ menolak undangan tersebut keesokan harinya. Stalin kemudian mengirimkan surat ketiganya, kini ditujukan untuk Tito dan Hebrang, menyatakan bahwa kegagalan untuk berbicara atas nama KPJ sebelum Kominform akan berarti pengakuan bersalah secara diam-diam. Pada 19 Juni, KPJ menerima undangan resmi untuk menghadiri rapat Kominform di Bukares yang diadakan dua hari kemudian. Para pemimpin KPJ memberitahukan Kominform bahwa mereka tidak akan mengirimkan delegasi manapun.[60]
Kominform menerbitkan Resolusinya atas KPJ pada 28 Juni yang membongkar konflik ini dan mengkritik KPJ atas anti-Sovietisme dan kesalahan ideologis, ketiadaan demokrasi di dalam partai, serta ketidakmampuan untuk menerima kritikan.[61] Selain itu, Kominform menuduh KPJ atas menentang partai-partai di dalam organisasi, memisahkan diri dari front sosialis bersatu, mengkhianati solidaritas masyarakat pekerja internasional, dan mengambil sikap yang nasionalis. Pada akhirnya, KPJ dideklarasikan keluar dari Kominform. Resolusi tersebut mengklaim bahwa ada anggota KPJ "yang sehat" yang keloyalannya dapat dinilai dari kesiapan mereka untuk menggulingkan Tito dan kepemimpinannya—berekspektasi ini akan tercapai semata-mata karena karisma Stalin. Stalin berekspektasi KPJ untuk mundur, mengorbankan "Marxis yang meragukan", dan membuat KPJ kembali mengarah kepada dirinya.[61]
Akibat
suntingDihadapkan pada pilihan untuk melawan atau menurut pada Stalin, Tito memilih yang pertama, mungkin mengandalkan basis organik KPJ yang luas, yang dibangun melalui gerakan Partisan, untuk mendukungnya. Diperkirakan lebih dari 20% anggota KPJ mendukung Stalin dan bukan Tito. Para pemimpin partai memperhatikan hal ini, yang membawa kepada pembersihan luas yang jauh melampaui target yang paling terlihat seperti Hebrang dan Žujović. Pembersihan ini kemudian disebut sebagai periode Informbiro, yang berarti "periode Kominform". Orang-orang yang benar-benar maupun yang dianggap sebagai pendukung Stalin disebut dengan "Kominformis" atau "ibeovci" sebagai sebutan mengejek yang diambil dari dua kata pertama nama resmi Kominform—Biro Informasi Partai Buruh dan Komunis. Ribuan orang dipenjara, dibunuh, atau diasingkan.[62] Menurut Ranković, 51.000 orang telah dibunuh, dipenjara, atau dihukum kerja paksa.[63] Berbagai tempat, termasuk penjara asli maupun kamp penjara di Stara Gradiška dan bekas kamp konsentrasi Ustaše di Jasenovac, digunakan untuk menahan para tahanan. Pada tahun 1949, kamp penjara bertujuan khusus untuk Kominformis laki-laki dan perempuan telah dibangun masing-masing di Pulau Adriatik Goli Otok dan Sveti Grgur.[64]
Bantuan AS kepada Yugoslavia
suntingYugoslavia menghadapi kesulitan ekonomi signifikan sebagai akibat dari perpecahan ini, karena ekonomi terencananya bergantung kepada perdagangan tanpa hambatan dengan Soviet dan Blok Timur. Potensi perang dengan URSS mengakibatkan pengeluaran militer yang tinggi—naik hingga 21,4% dari pendapatan nasional pada tahun 1952.[65] Amerika Serikat menganggap perpecahan ini sebagai kesempatan untuk mencetak kemenangan dalam Perang Dingin, tetapi dengan pendekatan yang hati-hati, karena tidak pasti apakah keretakan hubungan ini akan permanen atau kebijakan luar negeri Yugoslavia akan berganti.[66]
Yugoslavia pertama kali meminta bantuan kepada AS pada musim panas 1948.[67] Pada bulan Desember, Tito mengumumkan bahwa bahan-bahan mentah strategis akan dikirimkan ke Barat sebagai imbalan atas peningkatan perdagangan.[68] Bulan Februari 1949, AS memutuskan untuk memberikan bantuan ekonomi kepada Tito. Sebagai balasannya, AS menuntut penghentian bantuan Yugoslavia kepada DSE ketika situasi dalam negeri memperbolehkan tindakan semacam itu tanpa membahayakan posisi Tito.[69] Pada akhirnya, Menteri Luar Negeri Dean Acheson mengambil posisi bahwa rencana lima tahunan Yugoslavia harus berhasil jika Tito ingin menang melawan Stalin. Acheson juga berpendapat bahwa mendukung Tito termasuk kepentingan Amerika Serikat, terlepas dari sifat rezim Tito.[70] Bantuan AS membantu Yugoslavia menanggulangi panen buruk tahun 1948, 1949, dan 1950,[71] tetapi hampir tidak ada pertumbuhan ekonomi sebelum 1952.[72] Tito juga mendapatkan dukungan dari AS atas kesuksesan Yugoslavia mendapatkan kursi di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1949,[73] meskipun ditentang oleh Soviet.[71]
Pada tahun 1949, Amerika Serikat memberikan pinjaman kepada Yugoslavia, menaikkannya pada tahun 1950, dan kemudian memberikan hibah dalam jumlah besar.[74] Yugoslavia awalnya menghindari mencari bantuan militer dari AS, yakin bahwa ini akan memberikan alasan bagi Soviet untuk menginvasi. Pada tahun 1951, otoritas Yugoslavia menjadi yakin bahwa serangan Soviet tidak dapat dihindari sehingga Yugoslavia tidak dapat terlepas dengan bantuan militer dari Barat. Akhirnya, Yugoslavia dimasukkan ke dalam Undang-Undang Bantuan Pertahanan Timbal Balik.[75]
Aksi Soviet dan kudeta militer
suntingKetika konflik menjadi terbuka pada tahun 1948, Stalin memulai sebuah propaganda melawan Tito.[76] Sekutu-sekutu Uni Soviet memblokade perbatasan mereka dengan Yugoslavia; terjadi 7.877 insiden perbatasan.[77] Pada 1953, serangan Soviet atau yang didukung oleh Soviet menyebabkan kematian 27 personel keamanan Yugoslavia.[78] Tidak jelas apakah URSS merencanakan intervensi militer terhadap Yugoslavia setelah perpecahan. Mayor Jenderal Hungaria Béla Király, yang membelot ke Amerika Serikat pada tahun 1956, mengklaim bahwa rencana semacam itu ada.[79] Penelitian selanjutnya oleh sejarawan Hungaria László Ritter meragukan klaim Király.[80] Ritter mendasarkan pendapatnya dengan tidak adanya barang arsip dari bekas negara-negara Soviet atau Pakta Warsawa manapun yang mendokumentasikan rencana seperti itu, menambahkan bahwa tentara Soviet dan Hungaria membuat rencana yang menduga akan adanya serangan Barat melalui Yugoslavia, yang berpotensi didukung oleh tentara Yugoslavia. Komponen utama dari persiapan tersebut adalah pembangunan benteng berskala besar di sepanjang perbatasan Hungaria–Yugoslavia.[81] Ini juga mungkin dikarenakan Stalin dibujuk untuk tidak ikut campur oleh respons Amerika Serikat terhadap pecahnya Perang Korea.[82] Orang Yugoslavia yakin bahwa invasi Soviet sangat mungkin atau bahkan sangat dekat sehingga orang Yugoslavia membuat rencana pertahanan yang sesuai dengan itu.[83] Sebuah pesan Stalin dikirimkan kepada Presiden Cekoslowakia Klement Gottwald tak lama setelah rapat Kominform Juni 1948 yang menunjukkan bahwa tujuan Stalin adalah untuk mengisolasi Yugoslavia—yang menyebabkan kemunduran Yugoslavia—bukannya menjatuhkan Tito.[84] Dalam upaya untuk mendiskreditkan Tito, Soviet membantu Bulgaria untuk mendirikan tiga pos operasi intelejen di sepanjang perbatasannya dengan Yugoslavia, yaitu di Vidin, Slivnitsa, dan Dupnitsa. Tujuan mereka adalah untuk membangun saluran distribusi materi propaganda melawan Tito dan mempertahankan koneksi dengan pendukung Kominform di Yugoslavia.[85]
Segera setelah terjadinya perpecahan, ada setidaknya satu percobaan kudeta militer Yugoslavia yang didukung oleh Soviet gagal. Upaya tersebut dipimpin oleh Kepala Staf Umum, Kolonel Jenderal Arso Jovanović, Mayor Jenderal Branko Petričević Kadja , dan Kolonel Vladimir Dapčević. Rencana tersebut digagalkan dan penjaga perbatasan membunuh Jovanović di dekat Vršac ketika ia mencoba melarikan diri ke Rumania. Petričević ditangkap di Beograd dan Dapčević ditangkap tepat saat ia akan melintasi perbatasan Hungaria.[86] Pada tahun 1952, Kementerian Keamanan Negara Soviet berencana untuk membunuh Tito dengan agen biologi dan sebuah racun yang bernama sandi Scavenger, tetapi Stalin meninggal sebelum rencana tersebut dieksekusi.[87]
Dalam politik Blok Timur, perpecahan dengan Yugoslavia membawa kepada penuduhan terang-terangan dan persekusi orang-orang yang diduga Titois tanpa bukti. Hal ini direncanakan untuk menguatkan kontrol Soviet atas partai-partai komunis di Blok Timur. Hal ini juga menyebabkan pengadilan tontonan pejabat tinggi seperti Xoxe, Sekretaris Jenderal Partai Komunis Cekoslowakia Rudolf Slánský, Menteri Dalam dan Luar Negeri Hungaria László Rajk, dan Sekretaris Jenderal Komite Pusat Partai Pekerja Bulgaria Traicho Kostov. Lebih jauh lagi, Albania dan Bulgaria berbalik arah dari Yugoslavia dan berpihak ke URSS sepenuhnya.[88] Tanpa memedulikan DSE yang bergantung kepada dukungan Yugoslavia, KKE juga memihak kepada Kominform,[89] mendeklarasikan dukungannya atas pemecahan Yugoslavia dan kemerdekaan Makedonia.[90] Bulan Juli 1949, Yugoslavia memutus dukungan kepada gerilyawan Yunani dan DSE bubar segera setelahnya.[91]
Lihat pula
suntingCatatan kaki
sunting- ^ bahasa Serbo-Kroasia: Raskol Tito–Staljin, Раскол Тито–Стаљин
- ^ bahasa Rusia: Советско-югославский конфликт
Referensi
suntingKutipan
sunting- ^ a b Banac 1988, hlm. 4.
- ^ Banac 1988, hlm. 4–5.
- ^ Banac 1988, hlm. 6–7.
- ^ Banac 1988, hlm. 9.
- ^ a b Banac 1988, hlm. 10.
- ^ Tomasevich 2001, hlm. 142.
- ^ Banac 1988, hlm. 12.
- ^ Reynolds 2006, hlm. 270–271.
- ^ Banac 1988, hlm. 15.
- ^ Reynolds 2006, hlm. 274–275.
- ^ a b Banac 1988, hlm. 17.
- ^ a b Tomasevich 2001, hlm. 759.
- ^ Judt 2005, hlm. 141–142.
- ^ Judt 2005, hlm. 130–132.
- ^ Perović 2007, hlm. 59.
- ^ Perović 2007, hlm. 61.
- ^ McClellan 1969, hlm. 128.
- ^ Ziemke 1968, hlm. 375–377.
- ^ Banac 1988, hlm. 14.
- ^ Josipovič 2012, hlm. 40–42.
- ^ Perović 2007, hlm. 36–37.
- ^ a b Ramet 2006, hlm. 176.
- ^ Banac 2008, hlm. xl.
- ^ Klemenčić & Schofield 2001, hlm. 12–13.
- ^ Ramet 2006, hlm. 173.
- ^ Judt 2005, hlm. 142.
- ^ Jennings 2017, hlm. 239–240.
- ^ Perović 2007, hlm. 42–43.
- ^ Banac 1988, hlm. 219.
- ^ a b Perović 2007, hlm. 43–44.
- ^ Kane 2014, hlm. 76.
- ^ Perović 2007, hlm. 52.
- ^ Judt 2005, hlm. 143.
- ^ Perović 2007, hlm. 40.
- ^ a b c Perović 2007, hlm. 57.
- ^ Perović 2007, hlm. 46–47.
- ^ Perović 2007, hlm. 47–48.
- ^ a b c Perović 2007, hlm. 45–46.
- ^ Lulushi 2014, hlm. 121–122.
- ^ Theotokis 2020, hlm. 142.
- ^ Perović 2007, note 92.
- ^ Perović 2007, hlm. 48–49.
- ^ Banac 1988, hlm. 31–32.
- ^ Perović 2007, hlm. 50–52.
- ^ a b Banac 1988, hlm. 41.
- ^ Banac 1988, hlm. 32–33.
- ^ Banac 1988, hlm. 41–42.
- ^ Perović 2007, hlm. 55.
- ^ Perović 2007, hlm. 56.
- ^ a b Banac 1988, hlm. 42.
- ^ Lees 1978, hlm. 408.
- ^ a b Banac 1988, hlm. 43.
- ^ Perović 2007, hlm. 58.
- ^ Banac 1988, hlm. 43–45.
- ^ Ramet 2006, hlm. 177.
- ^ Banac 1988, hlm. 117–118.
- ^ Banac 1988, hlm. 119–120.
- ^ Banac 1988, hlm. 123.
- ^ Banac 1988, hlm. 124.
- ^ Banac 1988, hlm. 124–125.
- ^ a b Banac 1988, hlm. 125–126.
- ^ Perović 2007, hlm. 58–61.
- ^ Woodward 1995, p. 180, note 37.
- ^ Banac 1988, hlm. 247–248.
- ^ Banac 1988, hlm. 131.
- ^ Lees 1978, hlm. 410–412.
- ^ Lees 1978, hlm. 411.
- ^ Lees 1978, hlm. 413.
- ^ Lees 1978, hlm. 415–416.
- ^ Lees 1978, hlm. 417–418.
- ^ a b Auty 1969, hlm. 169.
- ^ Eglin 1982, hlm. 126.
- ^ Woodward 1995, p. 145, note 134.
- ^ Brands 1987, hlm. 41.
- ^ Brands 1987, hlm. 46–47.
- ^ Perović 2007, hlm. 33.
- ^ Banac 1988, hlm. 130.
- ^ Banac 1988, hlm. 228.
- ^ Perović 2007, note 120.
- ^ Mehta 2011, note 111.
- ^ Laković & Tasić 2016, hlm. 116.
- ^ Ramet 2006, hlm. 199–200.
- ^ Perović 2007, hlm. 58–59.
- ^ Perović 2007, hlm. 60.
- ^ Laković & Tasić 2016, hlm. 116–117.
- ^ Banac 1988, hlm. 129–130.
- ^ Ramet 2006, hlm. 200; Jennings 2017, hlm. 251.
- ^ Perović 2007, hlm. 61–62.
- ^ Banac 1988, hlm. 138.
- ^ Judt 2005, hlm. 505.
- ^ Banac 1988, hlm. 138; Judt 2005, hlm. 141.
Daftar pustaka
suntingBuku
sunting- Auty, Phyllis (1969). "Yugoslavia's International Relations (1945–1965)". Dalam Vucinich, Wayne S. Contemporary Yugoslavia: Twenty Years of Socialist Experiment. Berkeley, California: University of California Press. hlm. 154–202. ISBN 978-0-520-33110-5.
- Banac, Ivo (1988). With Stalin against Tito: Cominformist Splits in Yugoslav Communism. Ithaca, New York: Cornell University Press. ISBN 0-8014-2186-1.
- Banac, Ivo (2008). "Introduction". Dalam Banac, Ivo. The Diary of Georgi Dimitrov, 1933–1949. New Hven: Yale University Press. hlm. xv–xlviii. ISBN 978-0-300-13385-1.
- Eglin, Darrel R. (1982). "The Economy". Dalam Nyrop, Richard F. Yugoslavia, a Country Study (edisi ke-2). Washington, DC: U.S. Government Printing Office. hlm. 113–168. LCCN 82011632.
- Jennings, Christian (2017). Flashpoint Trieste: The First Battle of the Cold War. London, UK: Bloomsbury Publishing. ISBN 978-1-5126-0172-5.
- Judt, Tony (2005). Postwar: A History of Europe Since 1945. New York, New York: Penguin Press. ISBN 1-59420-065-3.
- Kane, Robert B. (2014). "Corfu Channel Incident, 1946". Dalam Hall, Richard C. War in the Balkans (edisi ke-2). Santa Barbara, California: ABC-Clio. hlm. 76–77. ISBN 978-1-61069-030-0.
- Klemenčić, Mladen; Schofield, Clive H. (2001). War and Peace on the Danube: The Evolution of the Croatia-Serbia Boundary. Durham, UK: International Boundaries Research Unit. ISBN 978-1-897643-41-9.
- Laković, Ivan; Tasić, Dmitar (2016). The Tito–Stalin Split and Yugoslavia's Military Opening toward the West, 1950–1954: In NATO's Backyard. Lanham, Maryland: Lexington Books. ISBN 978-1-4985-3934-0.
- Lulushi, Albert (2014). Operation Valuable Fiend: The CIA's First Paramilitary Strike Against the Iron Curtain. New York City, New York: Skyhorse Publishing. ISBN 978-1-62872-394-6.
- McClellan, Woodford (1969). "Postwar Political Evolution". Dalam Vucinich, Wayne S. Contemporary Yugoslavia: Twenty Years of Socialist Experiment. Berkeley, California: University of California Press. hlm. 119–153. ISBN 978-0-520-33110-5.
- Ramet, Sabrina P. (2006). The Three Yugoslavias: State-building and Legitimation, 1918–2005. Bloomington, Indiana: Indiana University Press. ISBN 978-0-253-34656-8.
- Reynolds, David (2006). From World War to Cold War: Churchill, Roosevelt, and the International History of the 1940s. Oxford, UK: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-928411-5.
- Theotokis, Nikolaos (2020). Airborne Landing to Air Assault: A History of Military Parachuting. Barnsley, UK: Pen and Sword Military. ISBN 978-1-5267-4702-0.
- Tomasevich, Jozo (2001). War and Revolution in Yugoslavia, 1941–1945: Occupation and Collaboration. Stanford, California: Stanford University Press. ISBN 978-0-8047-0857-9.
- Woodward, Susan L. (1995). Socialist Unemployment: The Political Economy of Yugoslavia, 1945–1990. Princeton, New Jersey: Princeton University Press. ISBN 0-691-08645-1.
- Ziemke, Earl F. (1968). Stalingrad to Berlin: The German Defeat in the East. Washington, D.C.: United States Army Center of Military History. ISBN 978-0-88029-059-3. LCCN 67-60001.
Jurnal
sunting- Brands, Henry W. Jr (1987). "Redefining the Cold War: American Policy toward Yugoslavia, 1948–60". Diplomatic History. Oxford University Press. 11 (1): 41–53. doi:10.1111/j.1467-7709.1987.tb00003.x. ISSN 0145-2096. JSTOR 24911740.
- Josipovič, Damir (2012). "Slovenian–Croatian Boundary: Backgrounds of Boundary-Making and Boundary-Breaking in Istria Regarding the Contemporary Boundary Dispute". Geoadria. Zadar: Croatian Geographic Society, Geography Department of the University of Zadar. 17 (1): 25–43. ISSN 1331-2294.
- Lees, Lorraine M. (1978). "The American Decision to Assist Tito, 1948–1949". Diplomatic History. Oxford University Press. 2 (4): 407–422. doi:10.1111/j.1467-7709.1978.tb00445.x. ISSN 0145-2096. JSTOR 24910127.
- Mehta, Coleman (2011). "The CIA Confronts the Tito-Stalin Split, 1948–1951". Journal of Cold War Studies. Cambridge, Massachusetts: MIT Press. 13 (1): 101–145. doi:10.1162/JCWS_a_00070. ISSN 1520-3972. JSTOR 26923606.
- Perović, Jeronim (2007). "The Tito–Stalin Split: A Reassessment in Light of New Evidence". Journal of Cold War Studies. MIT Press. 9 (2): 32–63. doi:10.5167/uzh-62735. ISSN 1520-3972.
Bacaan lanjutan
sunting- Banac, Ivo (1995). "The Tito–Stalin Split and the Greek Civil War". Dalam Iatrides, John O.; Wrigley, Linda. Greece at the Crossroads: The Civil War and Its Legacy. University Park, Pennsylvania: Penn State University Press. ISBN 978-0-271-02568-1.
- Dimić, Ljubodrag (2011). "Yugoslav-Soviet Relations: The View of the Western Diplomats (1944–1946)". The Balkans in the Cold War: Balkan Federations, Cominform, Yugoslav-Soviet Conflict. Belgrade, Serbia: Institute for Balkan Studies. hlm. 109–140. ISBN 978-86-7179-073-4.
- Karchmar, Lucien (1982). "The Tito-Stalin Split in Soviet and Yugoslav Historiography". Dalam Vucinich, Wayne S. At the Brink of War and Peace: The Tito-Stalin Split in a Historic Perspective. New York, New York: Brooklyn College Press. hlm. 253–271. ISBN 978-0-914710-98-1.
- Stokes, Gale, ed. (1996). "The Expulsion of Yugoslavia". From Stalinism to Pluralism: A Documentary History of Eastern Europe Since 1945 (edisi ke-2). Oxford, UK: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-509446-6.
- West, Richard (1994). "The Quarrel with Stalin". Tito: And the Rise and Fall of Yugoslavia. London, UK: Faber and Faber. ISBN 978-0-571-28110-7.