Muhammad Amrullah
Syekh Haji Muhammad Amrullah bin Tuanku Muhammad Abdullah Saleh (Jawi: محمد أمر الله بن توانکو محمد عبد الله صالح), disematkan gelar Tuanku al-Kisa'i (1840 – 1909) adalah seorang ulama asal Minangkabau. Ia merupakan ayah dari Haji Rasul sekaligus kakek dari Hamka.
Syekh Haji Muhammad Amrullah Tuanku Al-Kisa'i | |
---|---|
Nama | Muhammad Amrullah |
Nasab | bin Muhammad Abdullah Saleh |
Lahir | Agustus 1840 Maninjau, Agam, Hindia Belanda |
Meninggal | 1840 (umur -70–-69) Sungai Batang, Agam, Hindia Belanda |
Dimakamkan di | Makam Syekh Muhammad Amrullah, Sungai Batang |
Kebangsaan | Hindia Belanda |
Etnis | Minangkabau |
Jabatan | Ulama |
Firkah | Suni |
Istri | Tarwasa, Siti Salamah |
Keturunan | 46 anak (termasuk Muhammad Rasul) |
Orang tua | Muhammad Abdullah Saleh (ayah) Siti Saerah (ibu) |
Muhammad Amrullah salah seorang pengikut Tarekat Naqsyabandiyah.[butuh rujukan]
Asal usul
suntingAyahnya bernama Tuanku Abdullah Saleh yang bergelar "Tuanku Syeikh Guguk Katur" dan digelar juga "Ungku Syeikh Tanjung", sedangkan ibunya bernama Siti Saerah binti AbduIlah Arif. Tuanku Abdullah Saleh adalah seorang murid Abdullah Arif (Tuanku Pariaman) atau Tuanku Nan Tuo di Koto Tuo, IV Koto, Agam.[1]
Tuanku Abdullah Saleh itu adalah seorang ulama yang sangat besar perhatiannya kepada ilmu Tasawuf sehingga kitab Hikam Ibnu 'Athaillah ia hafal di luar kepala. Ia pun seorang cerdik ahli adat, sehingga bukan saja urusan agama yang ditanyakan orang kepadanya, bahkan juga urusan adat. Pelajaran Imam al-Ghazali tentang khalawat sangat termakan olehnya. Lantaran itu ia lebih suka berkhalawat di suraunya di Guguk Katur.[2] Kepada murid yang soleh inilah tertarik hati gurunya Tuanku Nan Tuo, sehingga setelah anaknya Siti Saerah menjadi gadis remaja, ia ambilah Tuanku Abdullah Saleh itu menjadi menantu.[3]
Pendidikan
suntingIa mendapatkan pendidikan awal dari datuk atau nenek sendiri secara tradisi Minangkabau. Kemudian ia belajar agama dari kakeknya Tuanku Syeikh Pariaman di Koto Tuo.[butuh rujukan] Dari neneknya, Muhammad Amrullah belajar Nahwu, Sharaf, Manthiq, Ma'ani, Tafsir dan Fiqh.[butuh rujukan]
Di Mekah ia berguru kepada Sayid Zaini Dahlan, ulama Mekah yang terkenal, dan berguru juga kepada Syeikh Muhammad Hasbullah dan beberapa ulama yang lain.[butuh rujukan] Ia juga belajar dengan Ahmad Khatib Al-Minangkabawi dan Tahir Jalaluddin yang usianya lebih muda daripadanya.[butuh rujukan] Pada usia 26 tahun, Syeikh Muhammad Amrullah telah diberi ijazah dan tugas mengajar oleh datuknya, Abdullah Arif atau Tuanku Nan Tuo di kampungnya.[butuh rujukan] Ilmu-ilmu yang diajarkan ialah Ilmu Tafsir, Fiqh, Tasawuf, dan ilmu-ilmu alat, yaitu Nahwu, Sharaf, Manthiq, Ma'ani, Bayan, Badi'.[4]
Keturunan
suntingSyeikh Muhammad Amrullah mengalami delapan kali perkawinan, dan jumlah semua anaknya ialah 46 orang. 15 di antaranya adalah laki-laki.[4]
Referensi
sunting- ^ https://books.google.co.id/books?id=pKd_DAAAQBAJ&pg=PA44&lpg=PA44&dq=%22Guguk+Katur%22&source=bl&ots=nIhCDONU3L&sig=ACfU3U2kL9TOnN9YI_rCYitPQcafUoQUuQ&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwjEtoDBmOXoAhWB4XMBHaaiD1kQ6AEwBHoECAsQLw#v=onepage&q=%22Guguk%20Katur%22&f=false
- ^ Hamka (1963). Ayahku. Jakarta: Djajamurni. hlm. 46.
- ^ Hamka (1963). Ayahku. Jakarta: Djajamurni. hlm. 46-47.
- ^ a b Hamka (1963). Ayahku. Jakarta: Djajamurni. hlm. 48.