[go: up one dir, main page]

Madonna (seni rupa)

Madonna adalah citra-citra Maria dalam seni rupa, baik yang menampilkan Maria seorang diri maupun yang menampilkan Maria bersama putranya, kanak-kanak Yesus. Citra-citra ini merupakan ikon-ikon yang sangat dihargai dalam Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks.[1] Istilah Madonna berasal dari frasa Italia, Ma Donna, yang berarti "Tuan Putriku". Madonna dan Anak (Bunda Maria dan Kanak-Kanak Yesus) adalah jenis citra yang sangat umum dijumpai dalam ikonografi Kristen. Citra-citra semacam ini masih dibeda-bedakan lagi menjadi berbagai subjenis, khususnya dalam ikonografi Ortodoks Timur, dan sering kali diberi sebutan menurut nama lokasi penyimpanan ikon sejenisnya yang terkenal (misalnya Teotokos dari Vladimir, Agiosoritissa, dan Blachernitissa) atau menurut postur tubuh dalam ikon (misalnya Hodegetria dan Eleousa).

Madonna del Libro (Madonna dari Kitab) karya Sandro Botticelli, 1480.
Bunda Maria Penolong Abadi, ikon Bunda Maria dari abad ke-16. Biara Santa Katarina, Sinai.
Ikon Salus Populi Romani (Pengayom Rakyat Romawi), abad ke-5 atau abad ke-6.
Madonna col Bambino (Madonna dan Anak) karya Filippo Lippi, abad ke-15.

Istilah Madonna dalam arti "gambar atau patung Bunda Maria" lebih sering digunakan sebagai sebutan bagi citra-citra Maria buatan Italia pada Abad Pembaharuan. Dalam konteks Ortodoks Timur, citra-citra semacam ini lazimnya disebut dengan istilah Teotokos (Bunda Allah). Istilah "Madonna" dapat pula digunakan sebagai sebutan umum bagi segala macam citra Maria, dengan atau tanpa disertai kanak-kanak Yesus, yang memposisikan Maria sebagai sosok sentral di tengah-tengah para malaikat atau orang-orang kudus. Jenis-jenis citra Maria lainnya yang berdimensi naratif, yakni citra-citra yang menggambarkan adegan-adegan dari Riwayat Hidup Sang Perawan, misalnya turunnya kabar sukacita kepada Maria, lazimnya tidak disebut "Madonna".

Citra-citra Maria tertua berasal dari zaman Gereja perdana (abad ke-2 sampai abad ke-3), ditemukan di katakomba-katakomba Roma.[2] Citra-citra ini bersifat naratif. Citra "Madonna" atau "Teotokos" gaya klasik berkembang sejak abad ke-5, seiring meningkatnya devosi kepada Bunda Maria setelah Konsili Efesus secara resmi meneguhkan statusnya sebagai "Bunda Allah" atau Teotokos ("Yang Melahirkan Allah") pada 431.[3] Ikonografi Theotokos berkembang pada abad ke-6 sampai abad ke-8 dan menempati posisi yang sangat penting pada puncak Abad Pertengahan (abad ke-12 sampai abad ke-14), baik di kalangan Ortodoks Timur maupun Latin. Menurut sebuah riwayat yang dicatat pada abad ke-8, ikonografi Maria bermula dari sebuah potret yang dilukis oleh Penginjil Lukas secara langsung di hadapan Maria semasa hidupnya. Sejumlah ikon (misalnya Panagia Portaitissa) diklaim sebagai ikon karya Lukas yang asli atau karya tiruan yang dibuat berdasarkan ikon asli.

Dalam tradisi seni rupa dunia Barat, bermacam-macam citra Madonna telah dihasilkan oleh para maestro Abad Pembaharuan seperti Duccio, Leonardo da Vinci, Michelangelo, Raffaello, Giovanni Bellini, Caravaggio, dan Rubens (dan kelak dihasilkan pula oleh beberapa seniman beraliran modern, seperti Salvador Dalí dan Henry Moore), sementara ikonografi Ortodoks Timur masih berkukuh pada tradisi warisan lama.

Terminologi

sunting

Liturgi yang menyanjung-nyanjung Maria sebagai seorang pengantara yang berkuasa (misalnya Akatistos) berasal dari tradisi liturgi Yunani dan dimasukkan ke dalam tradisi liturgi Latin pada abad ke-8. Gelar Yunani, δεσποινα (despoina) diterjemahkan ke dalam bahasa Latin menjadi Domina yang berarti "Tuan Putri". Istilah Italia dari Abad Pertengahan, Ma Donna (pelafalan [maˈdɔnna], "Tuan Putriku") adalah terjemahan dari frasa Latin Mea Domina, sementara frasa Latin Nostra Domina (δεσποινίς ἡμῶν, despoinís imón) digunakan di Prancis, dan diterjemahkan menjadi Notre Dame yang berarti "Tuan Putri Kita".[4] Istilah yang lazim digunakan sebagai padanan Madonna di Indonesia adalah "Bunda Maria", terjemahan dari frasa Latin Mater Maria.

Sebutan-sebutan ini adalah tanda dari semakin berkembangnya devosi dan seni rupa yang digunakan sebagai sarana devosi kepada Sang Perawan pada penghujung Abad Pertengahan. Teristimewa pada abad ke-13, seiring bertambah besarnya pengaruh dari budaya bersikap kesatria dan keningrat-ningratan terhadap syair, lagu, dan seni rupa, Madonna pun ditampilkan sebagai Ratu Surga, sering kali dalam posisi duduk di atas singgasana. Tujuan utama pembuatan citra Madonna adalah untuk mengingatkan orang akan konsep teologi yang sangat mengagung-agungkan kemurnian atau keperawanan. Hal ini juga tampak pada warna pakaian Madonna. Warna biru melambangkan kemurnian, keperawanan, dan kebangsawanan.

Istilah Madonna digunakan dalam seni rupa sebagai sebutan khusus bagi citra-citra Maria buatan Italia pada Abad Pembaharuan. Dalam lingkup makna ini, istilah "Madonna", atau "Madonna dan Anak" digunakan pula sebagai sebutan bagi citra-citra Maria tertentu, yang sebagian besar dalam sejarah adalah buatan Italia. Sebuah "Madonna" dapat pula disebut "Sang Perawan" atau "Bunda Maria", akan tetapi istilah "Madonna" tidak lazim digunakan sebagai sebutan bagi karya-karya serupa yang dihasilkan oleh Gereja Timur; sebagai contoh, Teotokos dari Vladimir yang dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi "Bunda Maria dari Vladimir", kadang-kadang disebut pula "Madonna dari Vladimir", meskipun tidak lazim.[5]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Doniger, Wendy, Merriam-Webster's encyclopedia of world religions, 1999, ISBN 0-87779-044-2 hlm. 696.
  2. ^ Mary in Western Art oleh Timothy Verdon, Filippo Rossi 2005 ISBN 0-9712981-9-X hlm. 11
  3. ^ Burke, Raymond, Mariology: A Guide for Priests, Deacons, Seminarians, and Consecrated Persons 2008 ISBN 1-57918-355-7
  4. ^ Johannes Schneider, Virgo Ecclesia Facta, 2004, hlm. 74. Michael O'Carroll, Theotokos: A Theological Encyclopedia of the Blessed Virgin Mary, 2000, hlm. 127.
  5. ^ "Madonna of Vladimir" misalnya dalam Hans Belting, Edmund Jephcott; Edmund Jephcott (terj.) Likeness and Presence: A History of the Image Before the Era of Art, University of Chicago Press, 1996, hlm. 289.

Pranala luar

sunting