[go: up one dir, main page]

Keuskupan Ketapang

wilayah administratif gereja di Indonesia

Keuskupan Ketapang adalah salah satu keuskupan di Indonesia dan merupakan keuskupan sufragan dari provinsi gerejawi yang dalam kesatuan dengan Keuskupan Agung Pontianak, Keuskupan Sanggau, dan Keuskupan Sintang. Keuskupan ini mencakup wilayah seluas 35.809 km2 di Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat.

Keuskupan Ketapang

Dioecesis Ketapangensis
Katolik
Lokasi
NegaraIndonesia
WilayahKabupaten Ketapang dan Kayong Utara, Kalimantan Barat
Pontianak
Kantor pusat
Jl. Ahmad Yani No. 74, Kel. Kantor, Kec. Delta Pawan, Kab. Ketapang 78811
Koordinat1°50′58″S 109°58′25″E / 1.849337°S 109.973647°E / -1.849337; 109.973647
Statistik
Luas35.809 km2 (13.826 sq mi)[1]
Populasi
- Total
- Katolik
(per 2021)
604.188
134.347 (22,2%)
Paroki23
Imam47 (30 imam diosesan, 1 diakon diosesan)
Informasi
DenominasiGereja Katolik
Gereja sui iuris
Gereja Latin
RitusRitus Roma
Pendirian14 Juni 1954; 70 tahun lalu (1954-06-14)
KatedralSanta Gemma Galgani, Ketapang
Pelindung Santa Gemma Galgani
BahasaBahasa Indonesia
Kepemimpinan kini
PausFransiskus
UskupPius Riana Prapdi
Vikaris jenderal
R.D. Laurensius Sutadi[2]
Vikaris yudisial
R.D. Zacharias Lintas
Sekretaris jenderal
R.D. Simon Anjar Yogatomo
EmeritusBlasius Pujaraharja
(Uskup, 1979–2012)
Peta
Situs web
keuskupanketapang.org

Umat di keuskupan ini berjumlah 134 ribu orang, yang tersebar di 23 paroki, dan dilayani oleh 47 imam. Uskup Keuskupan Ketapang saat ini adalah Mgr. Pius Riana Prapdi sejak tanggal 25 Juni 2012.

Sejarah

sunting

Kedatangan misionaris Katolik

sunting

Karya di Katolik dimulai oleh para imam dari Ordo Kapusin Provinsi Belanda yang menerima tanggungjawab atas Prefektur Apostolik Borneo Belanda yang baru saja didirikan tahun 1905. Pada tanggal 30 November 1905, para misionaris ini tiba di Singkawang, tahun 1906 Sejiram mendapat tenaga imam lagi, dan 1908 membuka stasi baru di Laham pinggir Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Pada saat inilah para misionaris mulai teratur berdatangan ke berbagai tempat di Kalimantan.

Per tahun 1910, di Ketapang terdapat lima keluarga Katolik keturunan Tionghoa. Mereka membawa dan menyebarkan agama Katolik pertama di wilayah Ketapang. Mereka berasal dari negeri Tiongkok yang meninggalkan tanah airnya, merantau melalui Singapura, Penang, Pontianak dan akhirnya sampai menetap di Ketapang. Tiga orang bersaudara Tionghoa pertama kali menyebarkan Agama Katholik yaitu Tan A Hak, Tan A Ni dan Tan Kau Pue. Tetapi Tan A Hak lah yan paling suka merantau. Mereka berhasil menarik perhatian Mgr. Jan Pacificus Bos, O.F.M.CAP, Prefek Apostolik Pontianak, berkunjung tahun 1911 yang memang waktu itu termasuk wilayahnya.

Sejak dikunjungi Mgr. Bos, Ketapang lalu dikunjungi dua kali setahun oleh imam-imam Kapusin, yakni Imam Salvator dan Imam Marcellus.

Misi Katolik sebelum kemerdekaan

sunting

Jumlah pendatang-pendatang Tionghoa Katolik semakin bertambah banyak, maka misi membeli sebidang tanah untuk mendirikan sebuah sekolah bagi anak-anak mereka dan rumah bagi gurunya, serta rumah ibadat kecil. Seorang guru agama didatangkan dari Singapura bernama Ng Liap Siang dari Swatow ayah dari Ng Ce Meng (Toko Budi). Beberapa keluarga Tionghoa Katolik tinggal menetap di daerah pantai seperti Suka Dana, Tolak, Telok Melanau dan Pulau Kumbang. Ada juga di pedalaman seperti Sandai, Simpang Dua dan Nanga Tayap. Di Sandai misionaris pernah membangun sebuah sekolah bagi "sengsang" Ng Song Po. Tetapi setelah gurunya pulang ke Tiongkok sekolah tersebut tutup. Tan A Hak atau Tan Teng Hak merantau dan menetap di Serengkah.

Pada bulan Januari 1918, Mgr.Pacificus Bos, OFM Cap berdasarkan informasi dari Tan Teng Hak (Tan A Hak) pedagang Cina bahwa di Serengkah banyak orang Dayak maka Pastor Bos berkunjung ke Ketapang langsung mudik ke Serengkah memberikan pelajaran agama kepada Gumalo Moerial punduhan Pesaguan selama 10 hari dan langsung membaptisnya dengan nama Yosef. Gomalo Moerial merupakan turunan ketujuh dari Demong Serengkah, ia merupakan Datuk (Kakek) P.F. Bantang dan Banding. Pada waktu itu juga Mgr.Pacifikus Bos berkeinginan serta minta izin untuk mendirikan sekolah Katolik. Sepulangnya dari Serengkah Mgr.Bos membawa pulang dua orang putra Dayak untuk disekolahkan di Pontianak. Mereka adalah Bantang bin Banjir dan Pakit bin Lebit. Hanya Pak Pakit kurang maju dalam bersekolah hingga pulang lagi ke kampung halamannya.

Pada tahun 1919 didirikanlah sekolah misionaris di Serengkah yang berlokasi di Laman Baru dengan atap daun lalang serta kursi bambu. Gurunya yang pertama orang Tionghoa Bapak Yohanes Amok. Guru yang pernah lagi mengajar Bapak Runtu dan Bapak Minokan (asal Manado). Pada tahun 1917 di Tumbang Titi, Nanga Tayap dan Sandai sudah didirikan sekolah rakyat (volksschool). Pada 25 Desember 1919 P.F.Bantang dibaptis di Sejiram.

Selesai studi P.F.Bantang diangkat menjadi guru dan Kepala sekolah di Ganjintan Singkawang tahun 1923 dan pengawasannya diberikan kepada seorang pastor. Pada tahun 1926 sampai dengan 30 Oktober 1942 P.F.Bantang menjadi kepala Sekolah misionaris di Serengkah merangkap guru agama Katolik. Tahun 1928 sekolah misi mendapat sekolah desa (volkschool) tiga tahun.

Tahun 1931 Gedung Gereja pertama di Serengkah didirikan di atas tanah yang disumbangkan penduduk kepada misionaris diberikan hak atas guna bangunan. Mulai saat itulah Serengkah menghadapi masa depan yang gemilang.

Di Riam Danau dan Tanjung tinggal pula orang-orang Tionghoa Katolik; mereka datang dari Mandor dan mendapat kunjungan dari Serengkah. Karena Riam Danau Kampung Melayu maka usaha misi tidak dapat berakar lebih lanjut.

Tahun 1927 Mgr.Pacificus Bos ke Tanjung dan mengangkat J.X.P.Rehal sebagai guru Sekolah Negeri Tanjung yang sudah dibuka sejak tahun 1921. J.F.X Rehal berasal dari Serengkah dan karena usahanya belajar sendiri (autodidak) ia diangkat mejadi guru di Semapau (Kec.Sungai Laur). Rehal menganut agama Katolik dan menyebar agama pertama di Tanjung. Salah satu muridnya yang giat menyebarkan agama Katolik adalah M.Tembirik, Dam. Hadir, dan Manggar ketiganya bersaudara.

Tahun 1934 gereja Tanjung berdiri, C.Ringkat seorang guru yang rajin bekerja asal Tanjung. Di daerah Matan Hulu 1929 mulai berkarya secara aktif misi di Kampung Randau didirikan dengan pelajaran agama katolik yang diajarkan J.F.X.Rehal di Semapau. Tanggal 1 Mei 1929 sekolah di Randau dibuka secara di Randau.

Tahun 1937 Mgr.Van Valenberg memutuskan membuka resmi stasi tetap di daerah Matan Hulu. Pilihan jatuh pada Tumbang Titi, mengingat tempat itu sangat strategis dan sentral. Tahun 1938 dua pastor Kapusin yaitu P.Leo De Jong dan P.Gerardus menetap di Tumbang Titi. Misi meyebarkan agama ke Sungai Laur, Kepari dan Sepotong. Rintangan misi selalu terhalang terutama oleh perselisihan antar kampung dan politik cerdik yang dilakukan penembahan dan orang Melayu. Orang Melayu selalu mengatakan kepada orang Dayak, Agama Katolik "Agama Penjajah". Kalau kamu masuk katolik berarti kita akan dijajah lagi. Tetapi berkat perjuangan tokoh awam dan para misionaris, semua itu dapat dilalui dengan baik. Tokoh awam itu diantaranya Pacifikus Bantang (alm) di Serengkah, Silvester Tjoroh di Randau, P.J.Denggol di Tumbang Titi dan JXP.Rehal di Semapau.

Akhir tahun 1941 pecahlah perang dengan Jepang. Tanggal 25 Mei 1942 tentara Jepang memanggil dan mengumpulkan para misionaris diangkut dan diinternir di Kuching (Serawak) sampai akhir perang. Jumlah Pastor dan Bruder 100 orang.[3] Pada tahun itu umat Katolik di Ketapang baru 300 orang.

Misi Katolik setelah kemerdekaan

sunting

Perkembangan Gereja semakin pesat sedangkan jumlah misionaris tidak terlalu banyak, maka bagian selatan Kalimantan Barat yaitu Kabupaten Ketapang belum dapat dilayani Prefektur Apostolik Pontianak secara maksimal. Baru setelah perang dunia II berakhir, ketika para Pater Pasionis datang membantu, daerah Ketapang mendapat perhatian penuh. Mulai saat itu ketapang menghadapi masa depan gemilang. Awal Mula Kongregasi Pasionis (CP) di Ketapang Atas permintaan Mgr.Van Valenberg, OFM Cap memohon agar Pater-Pater Pasionis nersedia berkarya di Kalimantan Barat. Maka permohonan ini disambut baik oleh Pater General dari Perserikatan Pasionis dan Vikaris Apostolik Pontianak memutuskan bahwa konggregasi Pasionis akan berkarnya dibawah vikariat Pontianak.

Wilayah karya pertama Passionis Belanda meliputi: Daerah Ketapang, Suka Dana dan Telok Melano. Kebanyakan penduduk terdiri atas orang Melayu, Tionghoa yang tinggal di daerah pantai dan orang Dayak di daerah pedalaman. Perjanjian dengan Kapusin dilaksanakan dengan Pater Clemens.

Tahun 1939 Pater Dominikus sebagai propinsial menunjuk P.Canisius Pijnappels, CP,P.Theophile Seesing, CP dan P.Bernadinus Knippenberg,CP untuk bersedia berkarya di Kalimantan Barat. Atas usul Mgr.Van Valenberg sebelum berangkat sebagai missionaris perlu dipesiapkan para missionaris dua orang belajar Bahasa Melayu selama 1 taun dan satu orang P.Bernadinus belajar bahasa Tionghoa selama 4 tahun.

Tanggal 18 Juni 1946 tiga missionaris pertama berangkat dengan kapal laut tentara negeri Belanda "Bolendam" ke Indonesia. Keberangkatan tiga misionaris ke Indonesia merupakan saat bersejarah bagi konggregasi Pasionis.P.Theo-phile Seesing, CP batal berangkat karena kondisi belum mengizinkannya diganti oleh P.Plechelmus Dullaert, CP.

Tanggal 26 Juli 1946 dengan pesawat Dakota berangkat menuju Pontianak, P.Plechelmus Dullaert, CP langsung ke Ketapang, P.Canisius Pijnappels, CP langsung ke Nyarumkop sedangkan P.Bernadinus Pijnappels, CP sebagai superior tinggal beberapa bulan di Pontianak mempelajari garis-garis besar karya pastoral, administrasi, kearsipan kebijakan misi, pemerintahan, dan agama lain serta memperdalam bahasa Tionghoa khususnya Bahasa Hok Lo.

Tanggal 1 Oktober 1946, P Bernardinus tiba di Ketapang. Bulan November 1946 ketiga misionaris sudah berada di Ketapang, dua pastor yaitu P.Canisius dan P.Plechelmus menetap di pedalaman yaitu Tumbang Titi. Sedangkan P.Bernardinus menetap di Ketapang kota untuk melayani orang-orang TiongHoa Katolik. Sampai bulan Juni 1947 ketiga Pater masih didampingi 2 Pater Kapusin yaitu Pater Martinus dan P.Leo De Jong. Umat Katolik waktu itu baru berjumlah kurang dari 600 orang. Umat Katolik di Ketapang berjumlah 140 orang yang terdiri dari 106 orang Tionghoa, 19 Dayak, 10 Belanda, selebihnya di stasi-stasi. Terdiri dari 133 orang di stasi. Mereka tinggal tersebar di Sungai Awan, Teluk Batang, Suka Dana dan Pulau Kumbang.

Tahun 1948, Misi membuka daerah baru di Randau dan permulaan tahun 1949 di Tanjung. Dengan demikian sudah empat daerah misi yaitu Tumbang Titi, Ketapang, Randau, dan Tanjung. Tahun 1953 misi membuka basis di Sepotong (Sungai Laur) dua Pater menetap di situ. Tanggal 1 Juli 1950 Mgr.Van Valenberg, Uskup Agung Pontianak mengangkat Pater Raphael Kleyne, CP sebagai vicarius delegatus untuk daerah misi Ketapang. Tanggal 27 Februari 1952, ia bersama bruder Caspard Ridder de can de Schueren meninggal dunia akibat kecelakaan kapal motor, tenggelam di Sungai Pesaguan. Tahun 1953 Pater Gabriel W. Silekens, CP diangkat menjadi superior religious Pasionis misi Ketapang dan vicarius delegatus (wakil vikaris).

Pembentukan

sunting

Tanggal 14 Juni 1954 Misi Ketapang oleh Paus Pius XII diubah statusnya menjadi Prefektur Apostolik. Prefek pertama P.Gabriel W.Sillekens, CP yang selama dua tahun menjabat sebagai superior religious. Atas permintaan Roma, daerah Sekadau dan Meliau yang termasuk Kab.Sanggau digabungkan menjadi Prefektur Apostolik Ketapang. Maka dengan tambahan tersebut, luasnya menjadi 42.800 km².

Tahun 1960 para Pater Passionis Italia datang membantu kerja Pater Passionis Belanda di Wilayah Sekadau dan Meliau. Sejak tahun 1954 tenaga bantuan dari Belanda dilarang lagi ke Indonesia sedangkan imam pribumi belum ada. Tahun 1960 Pastor Dr.TH.Lumanauw,Pr anggota MPRS menyumbangkan tenaganya untuk keuskupan Ketapang, ia dari keuskupan Manado. Ia menjabat Vikaris Jendral, Pengurus Yayasan, Pastor Paroki, St. Gemma. Pada tahun 1961 Pastor asal Jawa, Yogyakarta P.Canisio Setiardjo,CP yang ditahbiskan 1959 menyumbangkan tenaganya di ketapang.

Tanggal 3 Januari 1961 Prefektur Apostolik Ketapang diubah statusnya menjadi Keuskupan. Mgr.Sillekens,CP diangkat menjadi Administrator Apostolik Ketapang. Tanggal 28 April 1962 Gabriel W.Sillekens,CP diangkat menjadi Uskup Ketapang. Tanggal 10 Juni 1962 Pemberkatan Gedung Gereja Katedral Santa Gemma pelindung Missi Ketapang.

Garis waktu

sunting
  • Didirikan sebagai Prefektur Apostolik Ketapang pada tanggal 14 Juni 1954, memisahkan diri terpisah dari Vikariat Apostolik Pontianak.
  • Ditingkatkan menjadi Keuskupan Ketapang pada tanggal 3 Januari 1961.

Waligereja

sunting
Uskup petahana:
Mgr. Pius Riana Prapdi
Lambang
Foto diri

Ordinaris

sunting
Prefek Apostolik Ketapang
Uskup Ketapang
  • Gabriel Willem Sillekens, C.P. (2 April 1962 – 15 Maret 1979, mengundurkan diri)
  • Blasius Pujaraharja (15 Maret 1979 – 25 Juni 2012, pensiun)
  • Pius Riana Prapdi (25 Juni 2012 – sekarang)

Prelat tituler

sunting
Administrator Apostolik Keuskupan Ketapang
  • Gabriel Willem Sillekens, C.P. (3 Januari 1961 – 2 April 1962, pengembalian)

Tarekat

sunting

Sejak berdirinya Prefektur Apostolik Ketapang pada Juni 1954 oleh Paus Pius XII sudah ada beberapa ordo/konggregasi/tarekat religius yang berkarya di Ketapang. Terdiri atas Imam OFM Cap, CP, MSP, Projo, Bruder CP, FIC, Suster OSA, BKK dan PIJ. Pada tahun-tahun permulaan, semua Imam, Bruder, Suster berasal dari luar negeri atau misionaris. Tetapi dalam, perkembangannya, tidak semua tarekat tersebut bertahan sampai saat ini.

Sesuai dengan perkembangan Gereja dan situasi politik Indonesia, di Keuskupan Ketapang khususnya yang mengarah pada "Indonesianisasi" maka kini banyak dari anggota tarekat-tarekat religius berasal dari putra-putri Indonesia. Ini berarti tarekat itu sudah tertanam dan berakar.

Berikut ini adalah tarekat-tarekat yang masih berkarya di Keuskupan Ketapang.

Paroki

sunting
Kabupaten Ketapang
Kabupaten Kayong Utara
  • Paroki Sukadana – Emmanuel

Referensi

sunting
  1. ^ "Ketapang (Diocese) [Catholic-Hierarchy]". www.catholic-hierarchy.org. Diakses tanggal 2024-01-05. 
  2. ^ admin. "Situasi Keuskupan | Website Resmi Keuskupan Ketapang" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-03-25. 
  3. ^ Hulten, 27: 1993

Pranala luar

sunting