[go: up one dir, main page]

Rumah sakit

institusi perawatan kesehatan
(Dialihkan dari Hospital)

Rumah sakit (disingkat rumkit atau RS) adalah lembaga pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya.[1]

Seorang dokter merawat orang sakit di sebuah rumah sakit. Cetak tinggi dari Jerman pada 1682.

Perbandingan antara jumlah tempat tidur rumah sakit dengan jumlah penduduk Indonesia masih sangat rendah. Untuk 10 ribu penduduk cuma tersedia 6 ranjang rumah sakit.

RS Awal Bros, Batam, Kepulauan Riau
RS Puri Cinere, Depok, Jawa Barat

Etimologi

sunting

Rumah sakit dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan langsung dari istilah bahasa Belanda "ziekenhuis" yang secara harfiah berarti "rumah sakit" (zieken, 'sakit' + huis, 'rumah'). Penyerapan bahasa ini terjadi akibat masa kolonialisme Belanda di Indonesia dalam waktu yang cukup lama.

Terminologi

sunting

Selama abad pertengahan, rumah sakit juga melayani banyak fungsi di luar rumah sakit yang kita kenal pada zaman sekarang, misalnya sebagai penampungan orang miskin atau persinggahan musafir.[butuh rujukan]

Beberapa pasien bisa hanya datang untuk diagnosis atau terapi ringan untuk kemudian meminta perawatan jalan, atau bisa pula meminta rawat inap dalam hitungan hari, minggu, atau bulan. Rumah sakit dibedakan dari institusi kesehatan lain dari kemampuannya memberikan diagnosa dan perawatan medis secara menyeluruh kepada pasien.[butuh rujukan]

Rumah sakit menurut Komite Ahli Organisasi Kesehatan Dunia pada Organisasi Perawatan Medis, merupakan bagian integral dari organisasi kemasyarakatan dan kedokteran yang fungsinya memberikan pelayanan kesehatan yang lengkap baik secara penyembuhan maupun pencegahan, bagi penduduk, serta pelayanan rawat jalannya menjangkau keluarga dan lingkungan rumahnya; Rumah sakit juga menjadi pusat pelatihan tenaga kesehatan dan penelitian biososial.[butuh rujukan]

Tugas dan fungsi

sunting

Berikut merupakan tugas dan fungsi rumah sakit adalah:[1]

  • penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
  • pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
  • penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan
  • penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

Jenis-jenis rumah sakit

sunting

Rumah sakit umum

sunting

Rumah sakit umum biasanya merupakan fasilitas yang mudah ditemui di suatu negara, dengan kapasitas rawat inap sangat besar untuk perawatan intensif ataupun jangka panjang. Rumah sakit jenis ini juga dilengkapi dengan fasilitas bedah, bedah plastik, ruang bersalin, laboratorium, dan sebagainya. Tetapi kelengkapan fasilitas ini bisa saja bervariasi sesuai kemampuan penyelenggaranya.[butuh rujukan]

Rumah sakit yang sangat besar sering disebut sebagai pusat kesehatan, biasanya melayani seluruh pengobatan modern.[butuh rujukan]

Sebagian besar rumah sakit di Indonesia juga membuka pelayanan kesehatan tanpa menginap (rawat jalan) bagi masyarakat umum (klinik). Biasanya terdapat beberapa klinik/poliklinik di dalam suatu rumah sakit.[butuh rujukan]

Rumah sakit terspesialisasi

sunting
 
Sebuah rumah sakit spesialis di Johor, Malaysia.

Jenis ini mencakup trauma center, rumah sakit anak, rumah sakit manula, atau rumah sakit yang melayani kepentingan khusus seperti (rumah sakit jiwa), rumah sakit penyakit khusus seperti pernapasan atau kanker, dan lain-lain.[butuh rujukan]

Rumah sakit bisa terdiri atas gabungan ataupun hanya satu bangunan.[butuh rujukan]

Rumah sakit pendidikan

sunting

Rumah sakit penelitian/pendidikan adalah rumah sakit umum yang terkait dengan kegiatan penelitian dan pendidikan di fakultas kedokteran pada suatu universitas/lembaga pendidikan tinggi. Biasanya rumah sakit ini dipakai untuk pelatihan dokter-dokter muda, uji coba berbagai macam obat baru atau teknik pengobatan baru. Rumah sakit ini diselenggarakan oleh pihak universitas/perguruan tinggi sebagai salah satu wujud pengabdian masyararakat / Tri Dharma perguruan tinggi.[butuh rujukan]

Rumah sakit lembaga

sunting

Rumah sakit yang didirikan oleh suatu lembaga/perusahaan untuk melayani pasien-pasien yang merupakan anggota lembaga tersebut/karyawan perusahaan tersebut. Alasan pendirian bisa karena penyakit yang berkaitan dengan kegiatan lembaga tersebut (misalnya rumah sakit militer, lapangan udara), bentuk jaminan sosial/pengobatan gratis bagi karyawan, atau karena letak/lokasi perusahaan yang terpencil/jauh dari rumah sakit umum. Biasanya rumah sakit lembaga/perusahaan di Indonesia juga menerima pasien umum dan menyediakan ruang gawat darurat untuk masyarakat umum.[butuh rujukan]

Klinik

sunting
 
Sebuah klinik di Pulau Pinang, Malaysia.

Fasilitas medis yang lebih kecil yang hanya melayani keluhan tertentu. Biasanya dijalankan oleh lembaga swadaya masyarakat atau dokter-dokter yang ingin menjalankan praktik pribadi. Klinik biasanya hanya menerima rawat jalan. Bentuknya bisa pula berupa kumpulan klinik yang disebut poliklinik.[2][3]

Sebuah klinik (atau rawat jalan klinik atau klinik perawatan rawat jalan) adalah fasilitas perawatan kesehatan yang dikhususkan untuk perawatan pasien rawat jalan. Klinik dapat dioperasikan, dikelola dan didanai secara pribadi atau publik, dan biasanya meliputi perawatan kesehatan primer kebutuhan populasi di masyarakat lokal, berbeda dengan rumah sakit yang lebih besar yang menawarkan perawatan khusus dan mengakui pasien rawat inap untuk menginap semalam.[butuh rujukan]

Sejarah

sunting

Dalam sejarah kuno, kepercayaan dan pengobatan berhubungan sangat erat. Salah satu contoh institusi pengobatan tertua adalah kuil Mesir. Kuil Asclepius di Yunani juga dipercaya memberikan pengobatan kepada orang sakit, yang kemudian juga diadopsi bangsa Romawi sebagai kepercayaan. Kuil Romawi untuk Æsculapius dibangun pada tahun 291 SM di tanah Tiber, Roma dengan ritus-ritus hampir sama dengan kepercayaan Yunani.[butuh rujukan]

Institusi yang spesifik untuk pengobatan pertama kali, ditemukan di India. Rumah sakit Brahmanti pertama kali didirikan di Sri Lanka pada tahun 431 SM, kemudian Raja Ashoka juga mendirikan 18 rumah sakit di Hindustan pada 230 SM dengan dilengkapi tenaga medis dan perawat yang dibiayai anggaran kerajaan.[butuh rujukan]

Rumah sakit pertama yang melibatkan pula konsep pengajaran pengobatan, dengan mahasiswa yang diberikan pengajaran oleh tenaga ahli, adalah Akademi Gundishapur di Kerajaan Persia.[butuh rujukan]

Bangsa Romawi menciptakan valetudinaria untuk pengobatan budak, gladiator, dan prajurit sekitar 100 SM. Adopsi kepercayaan Kristiani turut memengaruhi pelayanan medis di sana. Konsili Nicea I pada tahun 325 memerintahkan pihak Gereja untuk juga memberikan pelayanan kepada orang-orang miskin, sakit, janda, dan musafir. Setiap satu katedral di setiap kota harus menyediakan satu pelayanan kesehatan. Salah satu yang pertama kali mendirikan adalah Saint Sampson di Konstantinopel dan Basil, bishop of Caesarea. Bangunan ini berhubungan langsung dengan bagunan gereja, dan disediakan pula tempat terpisah untuk penderita lepra.

Rumah sakit abad pertengahan di Eropa juga mengikuti pola tersebut. Di setiap tempat peribadahan biasanya terdapat pelayanan kesehatan oleh pendeta dan suster (Frase Prancis untuk rumah sakit adalah hôtel-Dieu, yang berarti "hostel of God."). Namun beberapa di antaranya bisa pula terpisah dari tempat peribadahan. Ditemukan pula rumah sakit yang terspesialisasi untuk penderita lepra, kaum miskin, atau musafir.

Rumah sakit dalam sejarah Islam memperkenalkan standar pengobatan yang tinggi pada abad 8 hingga 12. Rumah sakit pertama dibangun pada abad 9 hingga 10 mempekerjakan 25 staff pengobatan dan perlakuan pengobatan berbeda untuk penyakit yang berbeda pula. Rumah sakit yang didanai pemerintah muncul pula dalam sejarah Tiongkok pada awal abad 10.

Perubahan rumah sakit menjadi lebih sekuler di Eropa terjadi pada abad 16 hingga 17. Tetapi baru pada abad 18 rumah sakit modern pertama dibangun dengan hanya menyediakan pelayanan dan pembedahan medis. Inggris pertama kali memperkenalkan konsep ini. Guy's Hospital didirikan di London pada 1724 atas permintaan seorang saudagar kaya Thomas Guy. Rumah sakit yang dibiayai swasta seperti ini kemudian menjamur di seluruh Inggris Raya. Di koloni Inggris di Amerika kemudian berdiri Pennsylvania General Hospital di Philadelphia pada 1751. Setelah terkumpul sumbangan £2,000, di Eropa Daratan biasanya rumah sakit dibiayai dana publik. Namun secara umum pada pertengahan abad 19 hampir seluruh negara di Eropa dan Amerika Utara telah memiliki keberagaman rumah sakit.

Rumah sakit dan perkembangannya di Indonesia

sunting

Sejarah perkembangan rumah sakit di Indonesia pertama kali didirikan oleh VOC tahun 1626 dan kemudian juga oleh tentara Inggris pada zaman Raffles terutama ditujukan untuk melayani anggota militer beserta keluarganya secara gratis. Jika masyarakat pribumi memerlukan pertolongan, kepada mereka juga diberikan pelayanan gratis. Hal ini berlanjut dengan rumah sakit-rumah sakit yang didirikan oleh kelompok agama. Sikap karitatif ini juga diteruskan oleh rumah sakit CBZ di Jakarta. Rumah sakit ini juga tidak memungut bayaran pada orang miskin dan gelandangan yang memerlukan pertolongan. Semua ini telah menanamkan kesan yang mendalam di kalangan masyarakat pribumi bahwa pelayanan penyembuhan di rumah sakit adalah gratis. Mereka tidak mengetahui bahwa sejak zaman VOC, orang Eropa yang berobat di rumah sakit VOC (kecuali tentara dan keluarganya) ditarik bayaran termasuk pegawai VOC.

Komite Etik Rumah Sakit

sunting

Komite Etik Rumah Sakit (KERS), dapat dikatakan sebagai suatu badan yang secara resmi dibentuk dengan anggota dari berbagai disiplin perawatan kesehatan dalam rumah sakit yang bertugas untuk menangani berbagai masalah etik yang timbul dalam rumah sakit. KERS dapat menjadi sarana efektif dalam mengusahakan saling pengertian antara berbagai pihak yang terlibat seperti dokter, pasien, keluarga pasien dan masyarakat tentang berbagai masalah etika hukum kedokteran yang muncul dalam perawatan kesehatan di rumah sakit.

Ada tiga fungsi KERS ini yaitu pendidikan, penyusun kebijakan dan pembahasan kasus. Jadi salah satu tugas KERS adalah menjalankan fungsi pendidikan etika. Dalam rumah sakit ada kebutuhan akan kemampuan memahami masalah etika, melakukan diskusi multidisiplin tentang kasus mediko legal dan dilema etika biomedis dan proses pengambilan keputusan yang terkait dengan permasalahan ini. Dengan dibentuknya KERS, pengetahuan dasar bidang etika kedokteran dapat diupayakan dalam institusi dan pengetahuan tentang etika diharapkan akan menelurkan tindakan yang profesional etis. Komite tidak akan mampu mengajari orang lain, jika ia tidak cukup kemampuannya. Oleh sebab itu tugas pertama komite adalah meningkatkan pengetahuan anggota komite.

Etika kedokteran dewasa ini berkembang sangat pesat. Di Indonesia etika kedokteran relatif baru dan yang berminat tidak banyak sehingga lebih sulit mencari bahan bacaan yang berkaitan dengan hal ini. Pendidikan bagi anggota komite dapat dilakukan dengan belajar sendiri, belajar berkelompok, dan mengundang pakar dalam bidang agama, hukum, sosial, psikologi, atau etika yang mendalami bidang etika kedokteran. Para anggota komite setidaknya harus menguasai berbagai istilah/konsep etika, proses analisis dan pengambilan keputusan dalam etika. Pengetahuan tentang etik akan lebih mudah dipahami jika ia diterapkan dalam berbagai kasus nyata. Semakin banyak kasus yang dibahas, akan semakin jelaslah bagi anggota komite bagaimana bentuk tatalaksana pengambilan keputusan yang baik.

Pendidikan etika tidak tebatas pada pimpinan dan staf rumah sakit saja. Pemilik dan anggota yayasan, pasien, keluarga pasien, dan masyarakat dapat diikutsertakan dalam pendidikan etika. Pemahaman akan permasalahan etika akan menambah kepercayaan masyarakat dan membuka wawasan mereka bahwa rumah sakit bekerja untuk kepentingan pasien dan masyarakat pada umumnya.

Selama ini dalam struktur rumah sakit di Indonesia dikenal subkomite/panitia etik profesi medik yang merupakan struktur dibawah komite medik yang bertugas menangani masalah etika rumah sakit. Pada umumnya anggota panitia ini adalah dokter dan masalah yang ditangani lebih banyak yang berkaitan dengan pelanggaran etika profesi. Mengingat etika kedokteran sekarang ini sudah berkembang begitu luas dan kompleks maka keberadaan dan posisi panitia ini tidak lagi memadai. Rumah sakit memerlukan tim atau komite yang dapat menangani masalah etika rumah sakit dan tanggung jawab langsung kepada direksi. Komite memberikan saran di bidang etika kepada pimpinan dan staf rumah sakit yang membutuhkan. Keberadaan komite dinyatakan dalam struktur organisasi rumah sakit dan keanggotaan komite diangkat oleh pimpinan rumah sakit atau yayasan rumah sakit.

Proses pembentukan KERS ini, rumah sakit memulainya dengan membentuk tim kecil yang terdiri dari beberapa orang yang memiliki kepedulian mendalam dibidang etika kedokteran, bersikap terbuka dan memiliki semangat tinggi. Jumlah anggota disesuaikan dengan kebutuhan. Keanggotaan komite bersifat multi disiplin meliputi dokter (merupakan mayoritas anggota) dari berbagai spesialisasi, perawat, pekerja sosial, rohaniawan, wakil administrasi rumah sakit, wakil masyarakat, etikawan, dan ahli hukum.

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
  2. ^ Jannah, Raudhatul (2011). "Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Rekam Medis pada Klinik Aisha-23 Tungkop Aceh Besar" (PDF). STMIK U’Budiyah Indonesia. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2023-05-17. Diakses tanggal 2023-05-17. 
  3. ^ Firdaus, Muhammad; Angella, Shelly; Syahada, Jihan; Azhari, Mey Sarah (2021-12-29). "Penyuluhan rentang Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan pada Warga Kelurahan Kulim". Awal Bros Journal of Community Development. 2 (2): 43–47. ISSN 2746-0142. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-17. Diakses tanggal 2023-05-17. 

Pranala luar

sunting