Glukokortikoid
Glukokortikoid (bahasa Inggris: Glucocorticoids, GC) adalah golongan hormon steroid yang memberikan pengaruh terhadap metabolisme nutrisi.[1] Penamaan glukokortikoid (glukosa + korteks + steroid) menunjukkan keberadaan golongan ini sebagai regulator glukosa yang disintensis pada korteks adrenal dan mempunyai struktur steroid.
Efek
suntingMetabolik
suntingHormon glukokortikoid mengaktivasi konversi protein menjadi glukosa melalui lintasan glukoneogenesis di dalam hati dan menstimulasi konversi lebih lanjut menjadi glikogen.[2] Peningkatan senyawa nitrogen pada urin yang terjadi setelah peningkatan glukokortikoid merupakan akibat dari mobilisasi asam amino dari protein yang mengalami reaksi proteolitik dan adanya senyawa karbon yang terjadi sepanjang lintasan glukoneogenesis.
Sedangkan pada metabolisme lipid, glukokortikoid memberikan 2 efek regulasi. Efek yang pertama adalah redistribusi senyawa lipid dan yang kedua adalah aktivasi senyawa lipolitik. Dosis tinggi glukokortikoid seperti yang terjadi pada hiperkortisisme akan menyebabkan senyawa lipid bergerak menuju upper trunk dan wajah. Hal ini diperkirakan berkaitan dengan jumlah transporter glukosa yang terdapat pada adiposit. Sel lemak yang memiliki jumlah GLUT lebih banyak, akan merespon kadar glukokortikoid yang tinggi dengan menurunkan absorpsi glukosa sehingga tidak terjadi penimbunan trigliserida. Sedang sel dengan transporter lebih sedikit lebih tidak terpengaruh oleh kadar glukokortikoid sehingga lebih responsif terhadap insulin dan menyebabkan penumpukan glukosa dan trigliserida. Mobilisasi lipid dari tumpukan glukosa/trigliserida distimulasi oleh hormon adrenalin
Mekanisme yang terjadi pada jaringan akibat pengaruh glukokortikoid masih belum jelas benar, namun dosis kronis dapat mengakibatkan atrofi pada jaringan limfatik, jaringan otot, osteoporosis dan penipisan kulit.
Seperti halnya hormon lain dalam golongan kortikosteroid, glukokortikoid juga memengaruhi fungsi kelenjar tiroid. Pada dosis tinggi, glukokortikoid menurunkan laju konversi hormon T4 ke T3, menurunkan sekresi hormon TSH dari kelenjar hipofisis,[3] menginduksi hiperkatabolisme dan malagizi.[4]
Imun
suntingGlukokortikoid juga merupakan hormon steroid dari kelas kortikosteroid, yang memiliki kapasitas untuk membinasakan limfosit, mengembangkan timosit dan menginduksi apoptosis,[5] sehingga sering digunakan untuk penanganan peradangan seperti artritis, collagen vascular diseases, radang paru dan asma, beberapa jenis radang hati, beberapa penyakit kulit dan granulomatous diseases, sub-akut tiroiditis dan amiodarone-associated thyroiditis. Pada model tikus, glukokortikoid menyebabkan apoptosis pada prekursor sel T CD8+ yang disebut splenosit CD8+, tetapi tidak pada sel T CD8+ dewasa, yang disebut sel T pmel-1 CD8+, dan tidak menghambat aktivitas anti-tumor yang diemban sel T CD8+ tersebut.[6]
Perkembangan
suntingGlukokortikoid memiliki banyak efek pada perkembangan janin. Contoh penting yaitu peran glukokortikoid dalam mendorong pematangan paru-paru dan produksi surfaktan yang diperlukan untuk fungsi paru-paru ekstrauterin. Tikus dengan gangguan homozigot pada gen hormon yang melepaskan kortikotropin mati saat lahir karena paru belum matang. Selain itu, glukokortikoid diperlukan untuk perkembangan otak normal, dengan memulai pematangan terminal, remodeling akson dan dendrit, dan memengaruhi kelangsungan hidup sel[7] dan juga dapat berperan dalam perkembangan hippocampal. Glukokortikoid merangsang pematangan Na+/K+/ATPase, transporter nutrisi, dan enzim pencernaan, mendorong pengembangan sistem pencernaan-usus yang berfungsi. Glukokortikoid juga mendukung perkembangan sistem ginjal neonatus dengan meningkatkan filtrasi glomerulus.
Homeostasis cairan tubuh
suntingGlukokortikoid dapat berperan sentral, maupun periferal, untuk membantu normalisasi volume cairan ekstraseluler dengan mengatur aksi tubuh menjadi atrial natriuretic peptide (ANP). Secara terpusat, glukokortikoid dapat menghambat asupan air yang diinduksi dehidrasi;[8] dan secara perifer, glukokortikoid dapat menginduksi diuresis yang kuat.[9]
Mekanisme aksi
suntingSaat glukokortikoid masuk ke dalam sel melalui transporter yang terdapat pada membran sel, setelah berada di dalam sitosol, glukokortikoid akan terikat pada reseptor glukokortikoid yaitu NR3C1 (bahasa Inggris: nuclear receptor subfamily 3, group C, member 1; glucocorticoid receptor, GR, GCR) yang berfungsi sebagai faktor transkripsi yang akan mengaktivasi gen yang terdapat di dalam inti sel.
Ikatan yang terjadi antara hormon dan reseptor menyebabkan protein yang sebelumnya terikat pada reseptor, seperti protein HSP-90, menjadi lepas. Lepasnya protein tersebut akan memungkinkan dua reseptor saling mengikat dan membentuk dimer.
Dimer kemudian masuk ke dalam inti sel melalui pori-pori inti sel dan mengikat area tertentu pada deret DNA yang disebut GRE (bahasa Inggris: glucocorticoid response elements). GRE berperan sebagai aktivator transkripsi dari gen target.
Penggunaan terapetik
suntingGlukokortikoid dapat digunakan dalam dosis rendah pada insufisiensi adrenal. Dalam dosis yang jauh lebih tinggi, glukokortikoid oral atau inhalasi digunakan untuk menekan berbagai gangguan alergi, inflamasi, dan autoimun. Glukokortikoid inhalasi merupakan pengobatan lini kedua untuk asma. Glukokortikoid juga diberikan sebagai imunosupresan pasca transplantasi untuk mencegah penolakan transplantasi akut dan penyakit graft-versus-host. Namun demikian, glukokortikoid tidak mencegah infeksi dan juga menghambat proses reparatif di kemudian hari. Bukti yang baru muncul menunjukkan bahwa glukokortikoid dapat digunakan dalam pengobatan gagal jantung untuk meningkatkan respon ginjal terhadap diuretik dan peptida natriuretik. Glukokortikoid secara historis digunakan untuk menghilangkan nyeri dalam kondisi peradangan.[10][11][12] Namun, kortikosteroid menunjukkan kemanjuran terbatas dalam menghilangkan nyeri dan potensi efek samping untuk penggunaannya dalam tendinopati.[13]
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ (Inggris) "Action of Glucocorticoid hormone". GLENCOE Online Learning Center. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-07-08. Diakses tanggal 2010-03-10.
- ^ Weston, Ainsley; Harris, Curtis C. (2003). "Multistage Carcinogenesis". Holland-Frei Cancer Medicine. 6th edition (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-10. Diakses tanggal 2020-05-25.
- ^ (Inggris) "Glucocorticoids". Daniel J. Drucker. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-24. Diakses tanggal 2010-02-26.
- ^ (Inggris) "Mitochondrial energy metabolism in a model of undernutrition induced by dexamethasone". Expression des gènes des phosphorylations oxydatives mitochondriales; Jean-François Dumas, Gilles Simard, Damien Roussel, Olivier Douay, Françoise Foussard, Yves Malthiery, dan Patrick Ritz. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-05-02. Diakses tanggal 2010-12-01.
- ^ (Inggris) Janeway, Charles A.; Travers, Paul; Walport, Mark; Shlomchik, Mark (2001). Immunobiology. Garland Science. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-06-13. Diakses tanggal 2010-03-10.
- ^ (Inggris) "Glucocorticoids do not inhibit antitumor activity of activated CD8+ T cells". National Cancer Institute (NCI), National Institutes of Health (NIH), Hinrichs CS, Palmer DC, Rosenberg SA, Restifo NP. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-05-02. Diakses tanggal 2010-08-05.
- ^ Lupien SJ, McEwen BS, Gunnar MR, Heim C (Jun 2009). "Effects of stress throughout the lifespan on the brain, behaviour and cognition". Nature Reviews. Neuroscience. 10 (6): 434–45. doi:10.1038/nrn2639. PMID 19401723.
- ^ Liu C, Guan J, Kang Y, Xiu H, Chen Y, Deng B, Liu K (2010). "Inhibition of dehydration-induced water intake by glucocorticoids is associated with activation of hypothalamic natriuretic peptide receptor-A in rat". PLOS One. 5 (12): e15607. Bibcode:2010PLoSO...515607L. doi:10.1371/journal.pone.0015607. PMC 3004933 . PMID 21187974.
- ^ Liu C, Chen Y, Kang Y, Ni Z, Xiu H, Guan J, Liu K (Oct 2011). "Glucocorticoids improve renal responsiveness to atrial natriuretic peptide by up-regulating natriuretic peptide receptor-A expression in the renal inner medullary collecting duct in decompensated heart failure". The Journal of Pharmacology and Experimental Therapeutics. 339 (1): 203–9. doi:10.1124/jpet.111.184796. PMID 21737535. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-29. Diakses tanggal 2020-05-25.
- ^ Tarner IH, Englbrecht M, Schneider M, van der Heijde DM, Müller-Ladner U (2012). "The role of corticosteroids for pain relief in persistent pain of inflammatory arthritis: a systematic literature review". The Journal of Rheumatology. Supplement. 90: 17–20. doi:10.3899/jrheum.120337. PMID 22942324.
- ^ Haywood A, Good P, Khan S, Leupp A, Jenkins-Marsh S, Rickett K, Hardy JR (2015). "Corticosteroids for the management of cancer-related pain in adults" (PDF). The Cochrane Database of Systematic Reviews (4): CD010756. doi:10.1002/14651858.CD010756.pub2. PMID 25908299.
- ^ Chowdhury R, Naaseri S, Lee J, Rajeswaran G (2014). "Imaging and management of greater trochanteric pain syndrome". Postgraduate Medical Journal. 90 (1068): 576–81. doi:10.1136/postgradmedj-2013-131828. PMID 25187570.
- ^ Mohamadi A, Chan JJ, Claessen FM, Ring D, Chen NC (January 2017). "Corticosteroid Injections Give Small and Transient Pain Relief in Rotator Cuff Tendinosis: A Meta-analysis". Clinical Orthopaedics and Related Research. 475 (1): 232–243. doi:10.1007/s11999-016-5002-1. PMC 5174041 . PMID 27469590.