[go: up one dir, main page]

Bolshevik

faksi dari Partai Buruh Demokrat Sosial Rusia Marxis

Bolshevik (bahasa Rusia: Большевики; Bol'sheviki) adalah semacam fraksi pecahan dari Partai Sosial Demokrat Rusia yang muncul dalam konferensi di Brussel pada tahun 1903.[1] Partai itu pecah menjadi dua fraksi, yakni Bolshevik ( fraksi mayoritas yang bergaris keras) dan Menshevik (fraksi minoritas yang lebih moderat).[1]

Pertemuan Partai Bolshevik. Lenin terlihat di samping kanan gambar.

Kaum Bolshevik berpikir perubahan masyarakat menuju ke arah yang lebih baik harus dimenangkan dengan revolusi[2] Dalam sejarah terbukti bahwa kelompok ini merupakan nucleus (inti perkembangan) dari Partai Komunis Rusia.[2] Sedangkan kelompok kedua, kaum Menshevik, merupakan kelompok minoritas yang kemudian menjadi kelompok sosialis moderat yang membentuk sikap bahwa perubahan harus dilakukan dengan damai.[3]

Baik Bolshevik maupun Menshevik memiliki misi yang sama; menggulingkan pemerintahan Tsar, tetapi keduanya bergerak secara terpisah karena perbedaan ideologis.[4][5] Meski demikian, pada gilirannya Bolshevik pernah berhasil memperoleh kursi pemerintahan yang direbut secara kudeta dari Kaum Menshevik.[6] Namun beberapa tahun berikutnya partai Bolshevik sendiri pecah karena perbedaan pendapat di dalam kubu partai itu sendiri.[6]

Ideologi

sunting

Sandaran ideologi dan politik kaum Bolshevik adalah Marxisme dan Leninisme seperti: “Shto Delat?” (Apa yang harus dilakukan?), “Satu Langkah ke Depan, Dua Langkah ke Belakang”, “Dua Taktik Sosial-Demokrat dalam Revolusi Demokratis.”, “Materialisme dan Empiriokritisme” dan sebagainya.[6] Dengan paham ini, Uni Soviet saat itu berhasil menjajah sebagian dari Finlandia, Estonia, Latvia, Lithuania, Cekoslowakia, Polandia, Jerman Timur, dan menguasai negara-negara di Eropa Selatan dan Timur, seperti Hungaria, Bulgaria, Rumania, dan Albania.[7]

Sejarah Kemunculan

sunting

Bolshevik terbentuk dari pertemuan yang dihadiri oleh 57 anggota utusan Partai Sosial Demokrat Rusia di kota Brussel, Belgia pada tahun 1903. Dalam pertemuan tersebut terdapat dua pemahaman yang dianut oleh masing-masing utusan: Marxisme dan Leninisme. Hal ini mengakibatkan perselisihan pemahaman dan cara pandang anggota hingga mempengaruhi proses pemilihan umum ketua partai. Lalu diselenggarakan lah pemilu secara internal dalam rapat tersebut dengan dua nama kandidiat yakni Karensky dan Lenin. Setelah itu diketahui bahwa Lenin kalah dalam pemilihan tersebut. Perpecahan pun tak terhindarkan, parati itu pun terbagi menjadi dua yaitu tu Menshevik (yang moderat) dan Bolshevik (yang radikal).[4]


Kegagalan Bolshevik dalam Revolusi Februari

sunting

Sebelum meletus Revolusi Februari 1917, terjadi beberapa situasi yang membuat suasana gerakan kaum revolusioner mengalami kesulitan. Perang Dunia I, pecah pada tahun 1914, membuat pemerintah Rusia mengeluarkan kebijakan wajib militer bagi para buruh untuk menjadi pasukan dan bertempur di medan perang. Kondisi itu juga diperparah dengan adanya pertikaian yang dipicu oleh Partai Sosial Demokrat Jerman yang mendukung pemerintahan yang berperang.[8]


 
Alexander Kerensky, Pemimpin pemerintahan sementara Rusia sebelum Bolshevik menyerang


Perang Dunia l memberikan dampak kerugian besar bagi Rusia baik secara militer dan ekonomi.[2] Akibatnya tingkat ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintahan Tsar bertambah tinggi.[2] Pemerintahan Tsar pun akhirnya digulingkan oleh kaum Menshevik di bawah pimpinan Alexander Kerensky pada Maret 1917 walaupun kaum Menshevik dan Karensky sendiri telah menduduki kursi pemerintahan sejak bulan Februari 1917.[2][5] Sampai beberapa bulan Rusia dikuasai oleh pemerintah sementara dengan pimpinan Alexander Kerensky.[3] Tokoh ini dengan partainya percaya, sikap hati-hati dan perubahan perlahan akan membawa pembaharuan tidak hanya bagi kelas pekerja, tetapi juga bagi rakyat Rusia seluruhnya.[3]

Mengetahui fenomena yang terjadi pada pemerintahan Tsar di Rusia, Lenin segera pulang dari Zurich Swiss. Tiba di St. Petersburg, Lenin terkejut ketika mengetahui bahwa Bolshevik ikut bekerjasama dengan Karensky untuk menggulingkan Tsar.[5] Segera Lenin mengorganisasi kaum Bolshevik untuk menggulingkan pemerintahan sementara Karensky.[5] Lenin melakukan penyerangan pada Karensky dengan keyakinan bahwa pemerintahan sementara yang dijalankan Karensky sama sekali belum memiliki kekuatan yang cukup walaupun pemerintahan mereka telah menyentuh hingga tingkat provinsi.[4] Oleh karena itu, dia mendesak para Bolshevik untuk berusaha mengambil alih pemerintahan provinsi dan menggantinya dengan anggota komunis.[2] Mengetahui usaha Lenin beserta kaum Bolshevik yang berusaha menjatuhkan pemerintahan Menshevik, Karensky lantas memerintahkan penangkapannya.[3] Usaha yang Bolshevik lakukan pada bulan Juni pun gagal dan Lenin kabur menyembunyikan diri.[2]

Revolusi Oktober

sunting

Meski gagal dalam gerakan revolusi pada bulan Juni, Bolshevik tetap tidak menyerah.[3] Pemimpin Bolshevik, Lenin, berseru kepada para anggota partai tersebut untuk menyadari krisis yang terjadi di Rusia.[3] Semangat kaum Bolshevik pun semakin terpacu dengan pidato Lenin sekitar beberapa minggu sebelum melakukan Revolusi Oktober.[9] Dalam pidatonya Lenin menyerang Pemerintahan Peralihan (Provisional Government) di bawah Karensky dan kelompok-kelompok koalisi politiknya.[9]

 
Para tahanan Bolshevik
 
Keadaan Petrograd waktu itu

Bersama dengan Leon Trotsky, pemimpin Soviet Petrograd, Lenin dan para tokoh Bolshevik lainnya segera menyusun rencana perjuangan bersenjata.[9] Akhirnya, Pada tanggal 26 Oktober 1917, revolusi pecah di kota Petrograd.[5] Pada malam November 1917, Lenin memerintahkan Pasukan Merah untuk mengambil-alih institusi-institusi penting di Petrograd, termasuk kantor pusat Pemerintahan Peralihan di Istana Musim Dingin. Dan tanpa banyak perlawan, kaum Bolshevik berhasil merebut kekuasaan dalam Revolusi Oktober, yakni revolusi kedua bagi Rusia.[9] Pemberontakan berhasil dan Karensky melarikan diri. Dan pada bulan November tahun 1917 Lenin jadi kepala baru.[2] Sebagai pimpinan pertama Soviet, Lenin sukses membawa negara Soviet melewati tahun-tahun pertamanya termasuk melewati perang saudara antara tahun 1918 dan 1921.[9]

Perubahan Nama dan Program Pembangunan Ekonomi

sunting

Dalam sidang III Dewan Pekerja, Militer dan Petani di Petrograd pada pertengahan Januari 1918, kaum Bolshevik mengubah nama Republik Soviet Rusia menjadi RSFSR (Rossiiskaya Sovietskaya Federativnaya Sotsialisticheskaya Republika) atau Republik Sosialis Federasi Soviet Rusia.[6] Setelah meraih kesuksesan dan membentuk pemerintahan RSFSR, Bolshevik menyusun berbagai kebijakan baik politik maupun ekonomi untuk memperbaiki keadaan akibat revolusi dan perang.[6]

Adapun program-program Pembangunan Ekonomi Bolshevik adalah; nasionalisasi perbankan (penggabungan ke dalam bank tunggal pemerintah), nasionalisme ''trust'' (sindikat yang menguasai industri-industri besar), pembentukan kontrol pekerja atas produksi dan pembagian kerja sebagai langkah persiapan nasionalisasi industri dan perdagangan.[6]

Kemudian program yang lain adalah pembentukan monopoli pemerintah atas perdagangan luar negeri, penyitaan tanah-tanah milik tuan tanah, nasionalisasi seluruh tanah, serta pembentukan Sovkhos ( perekonomian Soviet dari perkebunan-perkebunan sitaan milik tuan-tuan tanah yang berskala besar, dan mengejar ketertinggalan ekonomi negara dengan cara memacu perkembangan kekuatan produksi.[6]

Perpecahan dalam Bolshevik

sunting

Berbagai pergolakan dan pertentangan terjadi menyusul Revolusi Oktober 1917.[6] Peristiwa ini dipicu oleh perbedaan dalam memandang situasi yang terjadi di dalam negeri.[6] Perbedaan cara pandang ini pada gilirannya mengakibatkan polarisasi kekuatan di dalam partai yang terbagi menjadi dua yaitu kubu Merah (Bolshevik) dan kubu Putih (kaum sosialis lainnya).[6] Perseteruan antar fraksi-fraksi sosialis itu pada gilirannya memecah rakyat (petani).[6] Peristiwa ini kemudian dikenal dengan nama Perang Saudara (Grazhdanskaya Voina).[6] Perang saudara yang berlangsung selama sekitar dua tahun itu telah menelan korban sedikitnya tujuh setengah juta jiwa.[6] Selain tingginya korban, akibat perseteruan dua pihak, kerugian materiil yang diderita bangsa Rusia juga sangat besar.[6] Sebagai akibat dari kebijakan penghapusan kelas Borjuis yang dilancarkan kaum Bolshevik, Rusia kehilangan kelas potensial yang harusnya bisa menopang kekuatan industri.

Referensi

sunting
  1. ^ a b Jamal (2004). Rakkaustarina. Jakarta:PT Grasindo.Hal. 157.
  2. ^ a b c d e f g h (Indonesia)Michael Hart (2009). 100 Orang Paling Berpengaruh di Dunia Sepanjang Sejarah.Jakarta:PT Mizan Publika.Terj. Ken Ndaru. Hal 439-440, Cet. 2.
  3. ^ a b c d e f (Indonesia) Archer, Jules (2007).Kisah Para Diktator: Biografi Politik Para Penguasa Fasis, Komunis, Despotis, dan Tiran.Yogyakarta: Penerbit Narasi. Terj. Dimyati As Hal 33-56,Cet.17.
  4. ^ a b c Syamdani (2009).Kisah Diktator-diktator Psikopa.Yogyakarta:Penerbit Narasi. Hal 107-118
  5. ^ a b c d e Zazuli, Mohammad (2009)."60 Tokoh Dunia Sepanjang Mas".Yogyakarta: Penerbit Narasi. Hal 91-92.
  6. ^ a b c d e f g h i j k l m n Fahrurrodji, A (2005). “Rusia Baru Menuju Demokrasi”.Jakarta:Yayasan Obor Indonesia. Hal 128-135
  7. ^ Muljana, Slamet (2008).Kesadaran nasional dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan.Yogyakarta:LKiS. Hal 156 Jilid II
  8. ^ Saputra, Andi (2014). Dari Uni Soviet Hingga Rusia. Yogyakarta:Penerbit Palapa. Hal 22-23
  9. ^ a b c d e (Indonesia)Montefiere (2007).”Speeches that changed the world”. Terj. Haris Munandar. Semarang:Penerbit Erlangga. Hal 63-64