Baok, Ciwaru, Kuningan
Baok adalah desa di kecamatan Ciwaru, Kuningan, Jawa Barat, Indonesia.
Baok | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Barat | ||||
Kabupaten | Kuningan | ||||
Kecamatan | Ciwaru | ||||
Kode pos | 45583 | ||||
Kode Kemendagri | 32.08.04.2005 | ||||
Luas | 3,3 km | ||||
Jumlah penduduk | - | ||||
Kepadatan | -100/km2 | ||||
|
Desa Baok terbagi atas 5 DUSUN, 5 RW, 14 RT yaitu:
- Dusun Wage
- Dusun Kaliwon
- Dusun Puhun
- Dusun Pahing
- Dusun Manis
Sejarah Singkat Desa Baok
suntingDalam arsip pemerintah Desa Baok, terdapat sebuah cerita rakyat terkait sejarah Baok atau Desa Baok. Sayangnya tulisan dimaksud sulit masuk dalam kategori Sejarah. Hal ini bukan tidak beralasan, karena tulisan dengan ketebalan + 5 halaman 1.5 spasi itu sulit untuk dikategorikan sejarah yang memenuhi unsur akademik (tidak setandar). Ini bisa memaklumi memang sulit untuk membuat sejarah dengan konteks yang sangat lokal pada saat kesadaran untuk melakukan itu baru muncul. Sementara perjalanan usia kampung itu semakin menua. Perlu upaya merangkai cerita seputar Baok. Setidaknya ini mengobati rasa penasaran ihwal gambaran nyata bagaimana aktivitas orang-orang di daerah itu pada awal 1700an. Ini menjadi bagian dari cerita tentang Baok dan sedikit mengenai asal-usulnya.
Sejarah Baok sebelum 1700an memang sangat sulit dilacak. Dokumentasi serta arsip mengenai hal ini masih belum sempat dicari. Kebanyakan para kasepuhan yang pernah saya “paksa” untuk memutar ingatan, tidak memiliki dokumentasi dalam bentuk arsip, foto atau tulisan. Walhasil, saya hanya mendapat tuturan oral dari dia. Tapi paling tidak, itu sangat bermanfaat untuk merunut cerita dengan menggabungkannya dengan buku atau tulisan yang serba sedikit.
Walaupun demikian, kita sangat mengapresiasi upaya pemerintah desa yang telah berusaha menuliskan sejarah itu. Dan ada beberapa kisah yang menurut saya agak make sense dari sejarah yang ditulis itu misalnya dikisahkan bahwa sekitar tahun 1616an sebelum menjadi sebuah desa dengan sebutan Baok, daerah ini masih berupa kampung dengan sebutan Kampung Babakan yang menginduk ke desa Garajati dan disana terdapat beberapa rumah gubuk saja, rumah pertama yang ada di kampung babakan saat itu adalah rumah yang kini didiami oleh keluarga Bapak Drs. Ayat. Pada saat itu, kampung babakan diketuai oleh seorang sesepuh kampung yang disebut Ngabei atau Ngabihi yang bernama Embah Bulu. Embah bulu adalah nama sebutan saja, sementara nama asli dia adalah Dalem Pasehan atau Gedeng Pasehan.
Dalem Pasehan atau Gedeng Pasehan disebut Embah bulu bukan tidak beralasan, konon menurut cerita para sesepuh desa Baok, bahwa Embah bulu merupakan sebutan bagi dia karena seluruh badannya ditumbuhi dengan bulu, bahkan jenggot dia pun konon sangat panjang (+ 2 meter). Wallahu’alam.
Dalem Pasehan atau Embah Bulu, terkenal sebagai orang yang bijaksana, berani membela yang benar dan tidak pantang menyerah pada keadaan, dia adalah keturunan seorang sakti yang bernama Astra Sara keturunan dari Imba Tara keturunan langsung dari Imba Kerta.
Dalem Pasehan mempunyai seorang anak laki-laki yang gagah dan berani yaitu Gagak Lumayung, ia sengaja diberi nama seperti itu sesuai dengan keinginan ayahnya biar gagah dan berani seperti gagak yang pantang menyerah dan tajam penglihatannya. Dan memang setalah dewasa Gagak Lumayung ini sangat terkenal dengan keberaniannya melawan segala bentuk kejahatan. Ia dilahirkan dari seorang itu yang bernama Nyi Kawung Anten.
Gagak Lumayung, itulah nama yang sangat disegani kala itu, siapapun yang mendengar namanya pasti akan terbayang kegagahan dan keberaniannya. Karena keberanian dan kegagahannya itulah maka Gagak Lumayung diangkat menjadi patih di sebuah kerajaan di daerah Indramayu. Enath berantah belum ada penelitian secara akademik tentang nama Gagak Lumayung ini ada kaitannya dengan nama Kiansantang atau tidak, yang jelas menurut cerita sesepuh desa Baok, Gagak lumayung adalah keturunan dari Embah Bulu. Artinya Gagak Lumayung yang satu ini sangat bisa diyakini tidak ada kaitannya dengan Gagak Lumayung Kiansantang. Tapi biarlah nanti ada seorang ahli sejarah (jika ini sejarah) yang akan membuktikan kebenarannya, atau kalaupun tidak, ini adalah sebuah cerita rakyat yang menjadi dasar secara social untuk mengetahui asal usul sebuah desa.
Gagak Lumayung adalah seorang patih ksatria kerajaan di Indramayu yang gagah berani, konon ksatria ini pada tahun 1717an pernah melakukan penyerangan ke daerah Kuningan barat (entah daerah mana…?) dengan bermodalkan keberanian saja.
Seiring berjalannya waktu, entah kenapa Gagak Lumayung teringat kembali ke kampung halamannya, dan sekitar tahun 1735 (dari catatan sejarah desa) bahwa dia kembali ke kampung halaman (sekarang desa baok). Dengan bekal pengalaman selama menjadi patih, dia kembali mengolah dan menata kampung halaman bersama ayahnya Embah Bulu. Karena jasa-jasa dan keahliannya, maka atas kesepakatan bersama, nama Gagagak Lumayung dijadikan Lambang Desa sebagai penghargaan dan untuk mengenak jasa-jasa dia.
Pada masa kejayaan kampung babakan (sekrang baok), di mana Islam belum masuk ke daerah ini, maka diduga Embah Bulu dan putranya Gagak Lumayung bukan beragama Islam, bisa saja mereka beragama Hindu atau Budha. Islam baru dikenal di daerah itu (menurut cerita sesepuh desa) ketika adanya kehadiran seorang ulama yang berma Eyang Kalamuddin. Dia dikenal sebagai ulama yang cerdas, bijaksana, dan penuh dengan charisma keilmuan yang dimilikinya. Dengan perjuangan dia, maka daerah itu dalam kurun waktu + 7 tahun saja semuanya sudah memeluk agama Islam. Memang tidak dimungkiri, walaupun 100% sudah menganut agama Islam, tetap saja paham-paham kepercayaan animism dan dinamisme masih melekat disebagian masyarakat. Tidak heran sisa-sisa kepercayaan masih tampak jelas terlihat pada kegiatan tertentu masyarakat desa baok. Namun kelak paham-paham itu akan terkikis habis dengan sendirinya oleh kayakinan keislaman yang semakin mendalam pula.
Pada akhirnya dengan segala kekompakan, dan semangat persatuan, maka tokoh masyarakat bersama –sama dengan para ulama dan kiayi sepakat untuk mendirikan sebuah desa. Maka pada tanggal 20 April 1832, bertepatan dengan tanggal 18 Dzul Qo’dah 1247 Hijriyah.
Jadi jika merujuk pada cerita ini, maka pendirian desa baok tidak bertepatan dengan peringatan Isra Mi’raj (seperti tertulis pada beberapa lembaran cerita desa baok), karena tanggal 27 Rajab 1247 H, justru bertepatan dengan tanggal 1 Januari 1832 M.
Terlepas dari sama atau tidaknya konversi tanggal seperti disebutkan di atas, yang jelas pada leluhur baok saat itu bertekad untuk mendirikan sebuah desa, di mana pada awalnya hanya berstatus sebagai sebuah kampung babakan yang menginduk ke desa Garajati, walhasil sejak tanggal 20 April 1832 itu, kampung babakan berubah dan berdiri sendiri menjadi sebuah desa dengan seorang kuwu pada masa itu.
Sampai dengan tulisan ini dibuat, belum ada keterangan yang bisa dipertanggungjawabkan secara akademik (karena pendukung data yang kurang akurat), siapa yang menjadi Kepala desa atau kuwu pada saat pertama desa itu didirikan, (mungkin suatu saat akan ada jawaban). Tetapi yang jelas perjalanan desa baok menurut sesepuh desa berjalan dengan aman dan sejahtera pada masanya.
Pada masa kepemimpinan desa dipegang oleh Sura Perwata tepatnya pada tahun 1952, nama Baok sempat diganti dengan sebuah nama yang lain yaitu Tanjunganom, tetapi karena satu dan lain hal, entah kenapa nama Tanjunganom tidak bisa bertahan lama, tetapi kembali diubah namanya menjadi Baok pada tahun 1962.
Sayang, tidak ada foto atau lukisan dari tokoh ulama yang bernama Kalamudin itu. Hanya ada beberapa bukti fisik berupa sebuah makam saja. Tetapi dengan adanya bukti tersebut, sudah bisa dijadikan dasar bahwa benar adanya seorang tokoh agama yang bernama Eyang Kalamudin. Untuk mengenang nama Ulama tersebut, maka di desa baok didirikan sebuah sekolah agama (Madrasah Ibtidaiyah) yang didirikan oleh tokoh desa pada saat itu, dengan menggunakan nama MI Kalamuddin, dan sampai saat ini Madrasah tersebut masih eksis bahkan menjadi Madrasah kebanggan di Kecamatan Ciwaru.
Kira-kira demikianlah awal kisah tentang sebuah desa yang sekarang bernama Baok. Satu bagian dari percikan kisah masyarakat Baok sampai awal tahun 1960an.
BATAS WILAYAH
- SELATAN dengan desa Garajati
- TIMUR dengan desa Andamui
- UTARA dengan desa Digedang Kecamatan Luragung
- BARAT dengan desa Dukuhpicung dan desa Cigedang
Di bagian barat dan utara ada sungai, masyarakat menyebutnya Sungai Citaal, di desa baok kini terdapat 5 dusun yang dusun WAGE, KLIWON, PUHUN, PAHING dan MANIS, lalu ada jembatan yang memisahkan desa Baok dengan Kecamatan Luragung berada di sebelah utara desa baok.
>>By: Solehudin<<
Selengkapnya kunjungi > http://baok.desa.id/[pranala nonaktif permanen]
Kepada yang peduli, dan mau menambah atau edit untuk perbaikan --> SILAHKAN