[go: up one dir, main page]

Lompat ke isi

Herpes genital

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Herpes genitali)
Herpes genital
Herpes genital pada perempuan
Informasi umum
Nama lainInfeksi virus herpes anogenital, herpes genitalis
SpesialisasiPenyakit menular
PenyebabVirus herpes simplex (HSV-1, HSV-2)[1]
Aspek klinis
Gejala dan tandaTidak ada, lepuh kecil yang pecah membentuk ulkus yang menyakitkan, gejala mirip flu[1][2]
KomplikasiMeningitis aseptik, peningkatan risiko HIV/AIDS jika terpapar, herpes neonatus[1]
Awal muncul2–12 days after exposure[1]
DurasiUp to 4 weeks (first outbreak)[1]
DiagnosisMenguji lesi, tes darah untuk memeriksa antigen[1]
Kondisi serupaSyphilis, chancroid, molluscum contagiosum, hidradenitis suppurativa[3]
Tata laksana
PencegahanTidak berhubungan seks, menggunakan kondom, hanya berhubungan seks dengan orang yang tidak terinfeksi[2]
PerawatanObat antiviral[1]
Prevalensi846 juta (2015)[4]

Herpes genital atau herpes kelamin adalah infeksi yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (terutama HSV 2/Herpes Simplex virus type II), ditandai dengan timbulnya vesikula (vesikel = peninggian kulit berbatas tegas dengan diameter kurang dari 1 cm dan dapat pecah menimbulkan infeksi seperti koreng kecil) pada permukaan mukosa kulit (mukokutaneus), bergerombol di atas dasar kulit yang berwarna kemerahan.

Saat ini dikenal dua macam herpes yakni herpes zoster dan herpes simpleks. Kedua herpes ini berasal dari virus yang berbeda. Herpes zoster disebabkan oleh virus Varicella zoster. Zoster tumbuh dalam bentuk ruam memanjang pada bagian tubuh kanan atau kiri saja. Jenis yang kedua adalah herpes simpleks, yang disebabkan oleh herpes simplex virus (HSV). HSV sendiri dibedakan menjadi dua jenis, yaitu HSV-1 yang umumnya menyerang bagian badan dari pinggang ke atas sampai di sekitar mulut (herpes simpleks labialis), dan HSV-2 yang menyerang bagian pinggang ke bawah, terutama bagian kelamin. Sebagian besar herpes genitalis disebabkan oleh HSV-2, walaupun ada juga yang disebabkan oleh HSV-1 yang terjadi akibat adanya hubungan kelamin secara orogenital, atau yang dalam bahasa sehari-hari disebut dengan oral seks, serta penularan melalui tangan.

Bila seseorang terkena HSV, maka infeksi yang terjadi dapat berupa episode I infeksi primer (pertama kali terjadi pada dirinya), episode I non primer, infeksi rekurens (ulangan), asimtomatik atau tidak ada infeksi sama sekali. Pada episode I infeksi primer, virus dari luar masuk ke dalam tubuh hospes (penerima virus). Selanjutnya, terjadilah penggabungan virus dengan DNA hospes tersebut dan mengadakan multiplikasi atau replikasi sehingga menimbulkan kelainan pada kulit. Virus akan menjalar melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf dan berdiam secara permanen dan bersifat laten.

Pada episode I non infeksi primer, infeksi sudah lama berlangsung tetapi belum menimbulkan gejala klinis. Pada keadaan ini tubuh sudah membentuk antibodi sehingga pada waktu terjadinya episode I ini kelainan yang terjadi tidak seberat episode I dengan infeksi primer.

Sedangkan infeksi rekurens terjadi apabila HSV yang sudah ada dalam tubuh seseorang aktif kembali dan menggandakan diri. Hal ini terjadi karena adanya faktor pencetus, yaitu berupa trauma (luka), hubungan seksual yang berlebihan, demam, gangguan alat pencernaan, stress, kelelahan, makanan yang merangsang, alkohol serta obat-obatan yang menurunkan kekebalan tubuh seperti misalnya pada penderita kanker yang mengalami kemoterapi.

Herpes genitalis primer memiliki masa inkubasi antara 3–7 hari. Gejala yang timbul dapat bersifat berat tetapi bisa juga tidak tampak, terutama apabila lukanya berada di daerah mulut rahim pada perempuan. Pada awalnya, gejala ini didahului oleh rasa terbakar beberapa jam sebelumnya pada daerah di mana akan terjadi luka. Setelah luka timbul, penderita akan merasakan gejala seperti tidak enak badan, demam, sakit kepala, kelelahan, serta nyeri otot. Luka yang terjadi berbentuk vesikel atau gelembung-gelembung. Kemudian kulit tampak kemerahan dan muncullah vesikel yang bergerombol dengan ukuran sama besar. Vesikel yang berisi cairan ini mudah pecah sehingga menimbulkan luka yang melebar. Bahkan adakalanya kelenjar getah bening di sekitarnya membesar dan terasa nyeri bila diraba.

Pada pria gejala akan tampak lebih jelas karena tumbuh pada kulit bagian luar kelenjar penis, batang penis, buah zakar, atau daerah anus. Sebaliknya, pada wanita gejala itu sulit terdeteksi karena letaknya tersembunyi. Herpes genitalis pada wanita biasanya menyerang bagian labia majora, labia minora, klitoris, malah acap kali leher rahim (serviks) tanpa gejala klinis. Gejala itu sering disertai rasa nyeri pada saluran kencing.

Penularan dan pencegahan

[sunting | sunting sumber]

Baik HSV-1 maupun HSV-2 menular melalui kontak kulit, ciuman, hubungan seks dan oral seks. Herpes paling mudah ditularkan pada masa terjadinya luka aktif. Akan tetapi virus juga dapat menyebar selama tidak ada gejala yang tampak, dan ditularkan dari daerah yang kelihatannya tidak aktif. Sebagian besar penularan herpes genitalis ini terjadi melalui kontak seksual. Sulitnya, kadang-kadang penderita tidak sadar bahwa ia sedang kambuh, sehingga dengan melakukan hubungan seks yang tidak terlindungi, ia menularkan virus ini ke pasangannya.

Memang akibat infeksi HSV-2 jarang sampai menimbulkan kematian pada orang dewasa. Namun herpes genitalis perlu penanganan serius, karena selain belum ada obat atau vaksin yang efektif, perkembangan akibatnya pun sulit diramalkan. Infeksi primer dini yang segera diobati besar kemungkinan akan dapat mencegah penyakit ini kambuh, sedangkan infeksi rekuren (ulangan) hanya dapat dibatasi frekuensi kambuhnya.

Suami atau istri dengan pasangan yang pernah terinfeksi herpes genitalis perlu melakukan proteksi individual dengan cara menggunakan dua macam alat perintang, yaitu spermicidal foam (busa pembasmi sperma) dan kondom. Spermicidal foam mampu mematikan virus, sedangkan kondom berfungsi untuk menghambat atau mengurangi masuknya virus. Sementara itu si pengidap harus berusaha menyingkirkan faktor-faktor pencetus seperti yang sudah diungkapkan di atas.

Yang juga dikhawatirkan adalah penularan ibu yang mengidap HSV kepada bayi yang dikandung/dilahirkannya. Bila penularan (transmisi) terjadi pada trimester I kehamilan, hal itu cenderung mengakibatkan abortus. Sedangkan pada trimester II bisa terjadi kelahiran prematur. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita herpes genitalis dapat menderita kelainan yang sangat beragam, mulai dari hepatitis, ensefalitis bahkan bisa lahir dalam keadaan mati.

Selain pencegahan terhadap penularan serta menghindari faktor pencetus bagi penderita, yang perlu juga diperhatikan adalah kondisi kejiwaan bagi penderita herpes genitalis ini. Anggapan bahwa herpes adalah penyakit kotor, tidak dapat disembuhkan, menular dengan mudah, dll, membuat orang yang terkena herpes akan malu dan takut melakukan pemeriksaan dan berobat. Padahal apabila pengobatan dilakukan sedini mungkin, maka penyakit ini lebih bisa dikendalikan.

Penelitian

[sunting | sunting sumber]

Riset pembuatan vaksin telah dilakukan untuk mencegah dan mengobati penyakit ini. Percobaan klinis terhadap vaksin yang berkenaan dengan glycoprotein dinyatakan tidak berhasil. Untuk penyembuhan, hingga saat ini hanya HSV vaksin yang telah diujicoba pada manusia. Pada tahun 2011, satu replikasi-tak kompeten vaksin diajukan, sementara dua replikasi-kompeten vaksin masih membutuhkan tes lanjutan pada binatang.[5]

Para peneliti pada University of Florida telah membuat sebuah hammerhead ribozyme yang menargetkan dan memotong mRNA dari gene inti pada HSV-1. The hammerhead, menargetkan mRNA dari UL20 gene, mengurangi secara mencolok HSV-1 infeksi mata pada kelinci, dan mengurangi virus in vivo.[6] Pendekatan target gene menggunakan enzym RNA khusus untuk menghindari strains dari herpes simplex virus. Enzym tersebut melumpuhkan gene yang bertanggungjawab untuk memproduksi protein pada proses pendewasaan dan melepaskan partikel-partikel virus ke dalam sel yang terinfeksi. Teknik ini berhasil dalam percobaan terhadap tikus dan kelinci, tetapi penelitian lebih lanjut diperlukan sebelum dapat diterapkan pada manusia yang terinfeksi virus herpes.[7]

Kemungkinan lain untuk mengeradikasi varian HSV-1 sedang dibidik oleh kelompok dari Duke University. Dengan membuat bagaimana mengubah semua kopi/tindasan virus pada inang dari posisi laten menjadi pada posisi aktif secara bersamaan, daripada membiarkan virus mengkopi dirinya sendiri secara normal tindas berurutan (stagger) pada tingkat aktifnya, dan membiarkan beberapa dorman dimanapun pada setiap waktu, kemudian obat anti-viral konvensional mungkin akan membunuh seluruh populasi virus, sejak dorman tersebut tak dapat lagi bersembunyi pada sel-sel saraf. Obat golongan antagomir dapat melaksanakannya. Obat ini adalah hasil rekayasa kimia dari oligonucleotides atau bagian kecil dari RNA yang dapat berfungsi sebagai cermin dari materi target genetik, dinamai herpes microRNAs. Mereka dapat direkayasa untuk menempel dan 'membungkam' microRNA, sehingga menyebabkan virus tak dapat tetap diam laten di dalam inang.[8] Professor Cullen percaya obat ini dapat dibuat untuk membendung microRNA yang bertugas menekan HSV-1 menjadi laten.[9]

Studi tentang gene (genomic) dari herpes simplex type 1 virus mengkonfirmasi bahwa teori pola penyebaran manusia adalah 'out-of-Africa hypothesis'.[10]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e f g Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama CDC2017Fact
  2. ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama CDC2017Bas3
  3. ^ Ferri, Fred F. (2010). Ferri's Differential Diagnosis: A Practical Guide to the Differential Diagnosis of Symptoms, Signs, and Clinical Disorders (dalam bahasa Inggris). Elsevier Health Sciences. hlm. 230. ISBN 978-0323076999. 
  4. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama GBD2015Pre
  5. ^ Johnston C, Koelle DM, Wald A (Dec 2011). "HSV-2: in pursuit of a vaccine". J Clin Invest. 121 (12): 4600–9. doi:10.1172/JCI57148. PMID 22133885. 
  6. ^ Liu J, Tuli SS, Bloom DC, Schultz GS, Ghivizzani SC, Lewin AS (2006). "801. RNA Gene Therapy Targeting Herpes Simplex Virus". Molecular Therapy. 13: S310. doi:10.1016/j.ymthe.2006.08.890. 
  7. ^ "Potential new herpes therapy studied". University of Florida News. 2009-02-03. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-19. Diakses tanggal 2011-04-12. 
  8. ^ Fox, Maggie (2008-07-02). "New approach offers chance to finally kill herpes". Reuters. Diakses tanggal 2011-04-12. 
  9. ^ Kingsbury, Kathleen (2008-07-02). "A Cure for Cold Sores?". Time. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-04-17. Diakses tanggal 2010-05-04. 
  10. ^ Foley, James A. (21 Oct 2013). "Hitchhiking Herpes Virus Aligns with Spread of Human Civilization". NatureWorldNews.com. Diakses tanggal 22 October 2013.