Kasus Jatiwangi
Kasus Jatiwangi adalah kasus perampasan tanah oleh TNI AU pada tahun 1950-an di Kabupaten Majalengka. Jatiwangi adalah nama sebuah desa di Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka. Tahun 1942 ketika tentara Jepang merampas tanah seluas 1043 hektar milik kurang lebih 2247 orang warga di daerah Jatiwangi, Majalengka. Kemudian membangun markas pangkalan udara dan tempat penyimpanan logistik untuk Perang Dunia ke-2. Tahun 1943 pangkalan udara Jepang beroperasi namun lahan yang digunakan hanya sekitar 450 ha, sehingga sisa tanah yang dimanfaatkan kembali oleh para pemilik sebelumnya. Kekalahan perang dunia kedua berdampak tentara Jepang harus meninggalkan Indonesia. Dari tahun 1945 masyarakat kembali menggarap tanah tersebut. Tahun 1950 TNI AU dari lapangan udara Cibeureum Tasikmalaya menguasai lahan tersebut dan mengusir masyarakat yang bertani di lahan tersebut. Dimulailah konflik antara petani Jatiwangi dengan TNI AU.
Tahun 1960 petani mulai berorganisasi sebagai wadah perjuangan untuk merebut kembali tanah tersebut. Tahun 1986 TNI AU menyertifikatkan seluruh tanah di lokasi tersebut. Warga pun melakukan perlawanan dan mulai didampingi LBH Bandung. Aksi-aksi protes dilakukan oleh petani Jatiwangi beserta dengan jaringan petani lainnya. Petani Jatiwangi juga bergabung dengan Serikat Petani Jawa Barat untuk melakukan perjuangan bersama dengan kaum tani lainnya. Tahun 1998 ketika Soeharto jatuh warga memiliki semangat untuk lebih bangkit. Perlawanan-perlawanan dilakukan terus. Saat ini masyarakat telah menduduki lahan, namun pihak TNI AU masih menempatkan prajurit-prajuritnya untuk berjaga.[1]
Rujukan
[sunting | sunting sumber]- ^ Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia,. Catatan akhir tahun Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia tahun 2017 : demokrasi Indonesia dalam pergulatan. [Jakarta]. ISBN 9786021152188. OCLC 1084466979.