[go: up one dir, main page]

Lompat ke isi

Epoksida

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Struktur epoksida.

Epoksida adalah suatu eter siklik dengan cincin beranggota-tiga. Cincin ini kira-kira membentuk suatu segitiga sama sisi, yang membuatnya tegang, dan karenanya sangat reaktif, lebih dibandingkan eter lainnya. Senyawa ini diproduksi dalam skala besar untuk berbagai aplikasi. Secara umum, epoksida dengan berat molekul rendah tidak berwarna dan tidak reaktif, serta sering kali mudah menguap.[1]

Tata nama

[sunting | sunting sumber]
Epiklorohidrin, disiapkan dengan metode klorohidrin. Senyawa ini merupakan prekursor dalam produksi resin epoksi.[2]

Senyawa yang mengandung gugus fungsional epoksida dapat disebut sebagai epoksi, epoksida, oksirana, dan etoksilin. Epoksida sederhana terkadang dirujuk sebagai oksida. Karenanya, epoksida etilena (C2H4) merupakan etilena oksida (C2H4O). Kebanyakan senyawa ini memiliki nama trivial, etilena oksida disebut sebagai "oksirana." Beberapa nama menekankan kehadiran gugus fungsional epoksida, seperti pada senyawa 1,2-epoksisikloheptana, yang dapat pula disebut sebagai 1,2-heptena oksida.

Suatu polimer yang terbentuk dari prekursor epoksida disebut sebagai epoksi, tapi material tersebut tidak mengandung gugus epoksida (atau hanya berisi beberapa gugus epoksi sisa yang tetap tidak bereaksi dalam pembentukan resin).

Kebanyakan epoksida yang secara industri diproduksi adalah etilena oksida dan propilena oksida, yang diproduksi masing-masing pada skala sekitar 15 dan 3 juta ton/tahun[3]

Reaksi pembukaan-cincin mendominasi reaktivitas epoksida—mereka adalah elektrofil yang potensial. Alkohol, air, amina, tiol dan banyak pereaksi lainnya dapat bertindak sebagai nukleofil untuk reaksi ini. Reaksi ini adalah dasar bagi pembentukan perekat epoksi dan produksi glikol. Dalam kondisi asam, posisi serangan nukleofil dipengaruhi baik oleh efek sterik (seperti yang biasa terlihat dalam reaksi SN2) dan oleh kestabilan karbokation (seperti yang biasa terlihat dalam reaksi SN1). Hidrolisis suatu epksida dalam kehadiran suatu katalis asam menghasilkan suatu glikol. Hidrolisis mensyaratkan adisi nukleofilik air ke epoksida. Dalam kondisi basa, nukleofil menyerang karbon yang kurang tersubstitusi, sesuai dengan pola standar untuk proses SN2. Ketika diperlakukan dengan tiourea, epoksida diubah menjadi sulfida, yang disebut thiirana.

Polimerisasi epoksida menghasilkan polieter, misalnya etilena oksida terpolimerisasi menghasilkan polietilena glikol, juga dikenal sebagai polietilena oksida.

Epoxides juga mengalami reaksi ekspansi cincin, diilustrasikan dengan penyisipan karbon dioksida untuk menghasilkan karbonat siklik.

Penggunaan

[sunting | sunting sumber]
Linolein terepoksidasi, suatu komponen utama dari minyak kedelai terepoksidasi (ESBO).

Etilena oksida banyak digunakan untuk menghasilkan deterjen dan surfaktan oleh etoksilasi.[2] Hidrolisisnya menghasilkan etilena glikol.

Reaksi epoksida dengan amina adalah dasar bagi pembentukan lem epoksi da material struktur. Suatu pengeras-amina yang umum digunakan adalah trietilenatetramina (TETA).

Epoksida merupakan gugus fungsional pengalkilasi yang potensial, membuatnya sangat beracun.[4]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Guenter Sienel; Robert Rieth; Kenneth T. Rowbottom (2005), "Epoxides", Ullmann's Encyclopedia of Industrial Chemistry, Weinheim: Wiley-VCH, doi:10.1002/14356007.a09_531 
  2. ^ a b Pham, Ha Q.; Marks, Maurice J. "Epoxy Resins". Ullmann's Encyclopedia of Industrial Chemistry. doi:10.1002/14356007.a09_547.pub2. 
  3. ^ Siegfried Rebsdat, Dieter Mayer "Ethylene Oxide" in Ullmann's Encyclopedia of Industrial Chemistry, Wiley-VCH, Weinheim, 2005.doi:10.1002/14356007.a10_117 Article Online Posting Date: March 15, 2001.
  4. ^ Niederer, Christian; Behra, Renata; Harder, Angela; Schwarzenbach, René P.; Escher, Beate I. (2004). "Mechanistic approaches for evaluating the toxicity of reactive organochlorines and epoxides in green algae". Environmental Toxicology and Chemistry. 23 (3): 697–704. doi:10.1897/03-83.