[go: up one dir, main page]

Lompat ke isi

Totok

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 28 Juni 2022 08.53 oleh Bennylin (bicara | kontrib)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Pasangan suami-istri Belanda 'Totok' mengenakan pakaian tradisional Belanda pada hari Tahun Baru.

Orang totok adalah istilah dari bahasa Indonesia, berasal dari bahasa Jawa[butuh rujukan] yang berarti "baru" atau "murni", dan digunakan untuk mendeskripsikan para pendatang Tionghoa, Arab, dan Eropa yang lahir di luar negeri serta "berdarah murni".[1][2][3][4] Pada masa Hindia Belanda, istilah ini dipakai untuk menunjuk orang Belanda (atau Eropa) yang lahir di luar Hindia Belanda.[5] Kata ini juga dipakai untuk menyindir orang Eropa yang baru datang, "vers van de boot" yaitu "baru turun dari kapal". Istilah lain, yaitu Peranakan (Babah), memiliki arti yang berkebalikan dan digunakan untuk menyebut penduduk yang telah bercampur dengan warga pribumi di Indonesia.[6]

Awalnya istilah ini digunakan di antara masyarakat Tionghoa-Indonesia untuk membedakan kelompok masyarakat mereka yang masih kental budaya Tionghoanya dengan mereka yang telah berasimilasi dengan budaya lokal.[7] Dalam literatur masa Hindia Belanda, istilah tersebut digunakan untuk membedakan warga Belanda dengan pribumi dan warga berdarah campuran yang disebut Orang Indo.[8]

Orang Belanda Totok yang terkenal

[sunting | sunting sumber]
Ayah Totok dengan istri dan anak Indo bersama pembantu pribumi.

Tionghoa Totok

[sunting | sunting sumber]

Istilah totok juga dipakai untuk menyebut warga Tionghoa di Indonesia yang lahir di Tiongkok (Totok Tionghoa), terutama untuk membedakannya dengan Babah atau peranakan yang lahir di luar Tiongkok.[6]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Rush, James R. (2007). Opium to Java: Revenue Farming and Chinese Enterprise in Colonial Indonesia, 1860-1910 (dalam bahasa Inggris). London: Equinox Publishing. hlm. 244. ISBN 978-979-3780-49-8. 
  2. ^ Mobini-Kesheh (1999), hlm. 133.
  3. ^ Jacobson, Liesbeth Rosen (2018). 'The Eurasian Question': The Colonial Position and Postcolonial Options of Colonial Mixed Ancestry Groups from British India, Dutch East Indies and French Indochina Compared (dalam bahasa Inggris). Uitgeverij Verloren. hlm. 83. ISBN 978-90-8704-731-3. 
  4. ^ Tan, Chee-Beng (2013). Routledge Handbook of the Chinese Diaspora (dalam bahasa Inggris). Routledge. hlm. 346. ISBN 978-0-415-60056-9. 
  5. ^ Bosma, Ulbe; Raben, Remco (2008). Being "Dutch" in the Indies: A History of Creolisation and Empire, 1500-1920 (dalam bahasa Inggris). Singapura: NUS Press. hlm. 286–287. ISBN 978-9971-69-373-2. 
  6. ^ a b Tan, Mely G. 2008. (in English and Indonesian), Etnis Tionghoa di Indonesia: Kumpulan Tulisan [Ethnic Chinese in Indonesia: Collected Writings], (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008) ISBN 978-979-461-689-5 P.1
  7. ^ Mobini-Kesheh (1999), hlm. 134.
  8. ^ Willems, Wim "Tjalie Robinson; Biografie van een Indo-schrijver" Chapter: Een Totok als vader (Publisher: Bert Bakker, 2008) P.45 ISBN 978-90-351-3309-9
  9. ^ Rubber by Madelon Szekely-Lulofs on DBNL website.
  10. ^ Koelie by Madelon Szekely-Lulofs on DBNL website.

Bibliografi

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]